"Hallo ayah, ini Neo anaknya ayah."
"Ayah, maafin Neo karena baru tahu kalo ayah sudah disini. Mamah juga katanya enggak tahu kalo ayah sudah tidur nyenyak seperti kakek, mamah bilang dia di kasih tahu sama oma waktu ke rumahnya om Felix."
Hyunjin menatap sang buah hati, mata kecil yang entah menyerupai siapa seakan hanya terfokus pada batu nisan di hadapannya. Bersamaan dengan bunga yang ia pegang, Neo terlihat sedih namun tidak menitikan air mata seperti biasanya.
Ia tahu ini salah karena membiarkan seseorang yang telah tiada di akui sebagai ayah dari anaknya, namun pikirannya berkelana jika masih menganggap lelaki itu masih hidup harus kemana ia mencari tanpa ada tanda sebagai bukti dari orang tersebut.
Lalu bagaimana jika suatu hari nanti tiba-tiba ayah dari sang anak datang tanpa di harapkan, karena sudah mengakui sepupu dari Chris sebagai ayahnya. Apakah Neo harus kembali pada kesakitan tentang ayah, apakah Neo akan menerima semua yang ia dapati selama ini?
"Hari ini Neo di antar mamah, om Chris sama adik Zerina. Om ternyata orang baik, katanya dia temen baiknya ayah. Neo juga ingin punya temen kayak om Chris yang baik tapi semua orang di deket rumah gak ada yang mau temenan sama Neo cuma gak punya ayah aja."
Pundak kecil terasa memberat, Neo menatap kesamping dan mendapati si pria baik hati baginya tengah merangkul setelah berjongkok untuk menyamai tinggi badan mereka.
"Ayah, kenapa sih ayah harus pergi di saat Neo belum lahir? Mamah aja sampe gak tahu ayah pergi sama kakek, kalo ayah masih ada kan Neo gak bakalan di jahatin loh sama orang lain. Mamah juga gak bakalan dikatain nakal, ibu-ibu bilang kita orang gak baik itu salah kan ayah?!"
"Neo." panggil Chris membuat si pemilik nama menoleh dengan wajah polosnya, dia menunggu si om untuk melanjutkan ucapannya yang tergantu setelahnya.
"Om malah seneng ayah Lino tidur tenang."
Alis mengkerut Neo langsung merasa heran mengapa demikian, bukankah mereka adalah teman maka mengapa si om yang satu ini harus merasa senang jika teman nya harus meninggal lebih cepat.
"Ayah Lino sakit, sakit yang bisa kambuh kapan saja bahkan sampai lamaaaaa banget dia ngerasainnya sampe susah tidur, susah makan bahkan om juga jadi susah buat ketemu."
Wajah murung langsung terlihat, Neo kembali menatap nisan sang ayah yang terukir indah bahkan terdapat sebuah foto kecil miliknya di sana.
"Jadi ayah sakit? Pasti gak mau bikin mamah sedih ya ayah jadinya milih pergi sama kakek, Neo sedih dengernya. Ayah, Neo akan sayang sama ayah, bakal jagain mamah karena ayah udah gak bisa jagain mamah."
"Om Ino!" Tunjuk Zerina pada foto di nisan sana, Hyunjin yang berada dekat dengan Zerina hanya tersenyum saat gadis kecil itu mendongak hanya untuk menatapnya.
"Kalo gitu Neo harus jadi orang kuat, jangan kayak ayah kamu ya dia malah tidur nyenyak."
"Iya om Neo bakalan jadi orang kuat, gak bakalan cengeng lagi."
Chris tersenyum serta mengangguk, dia kembali berdiri mensejajarkan diri dengan Hyunjin yang berada di hadapannya.
Cukup lucu, ketika sang duda anak satu dan si pemuda anak satu itu saling bertatapan tetapi saling berganti anak dalam memegangnya.
Kedua orang dewasa itu hanya saling melempar senyum yang tentunya di dahului oleh Chris lalu ia kembali menatap Neo yang berceloteh sesukanya.
Tidak ada hal yang aneh, sedangkan Hyunjin sesedikit meringis saat perkataan anaknya sedikit menyayat hati karena nasibnya.
Di dalam hati, ia terus meminta maaf pada mendiang Lino yang sempat bertemu dengannya sekitar dua kali saja itupun menurutnya.
Berbeda dengan Hyunjin, maka Chris sedikit senang karena Neo benar-benar memperkenalkan diri sebagai anak dari Lino dengan sendirinya. Tanpa ada paksaan atau keterkejutan saat mereka tengah berada di sana, bisakah ia mengatakan kejujuran untuk Hyunjin? Tetapi bagaimana jika Hyunjin sendiri marah dan tidak ingin menemuinya kembali setelah mengetahui apa yang menjadi kebenaran nya ia kubur sendiri dalam-dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Qui Esc Pater
FanfictionBagaimana rasanya hamil tanpa tahu kapan dan siapa pelaku penghamilan. Itulah yang di rasakan Hyunjin sat ini, ia harus menanggung sebuah beban dengan rasa yang tidak menentu menggerogoti relung hatinya.