6

3.8K 405 7
                                    

Seperti keinginan Hyunjin, kini mereka berada disebuah pemakaman umum. Untuk mengunjungi makam kepala keluarga mereka yang telah lama meninggal.

Tidak ada raut sedih, keduanya saling menunjukan senyum saling menguatkan satu sama lain. Hyunjin tahu, ibunya pasti sedih karena setiap datang ke sana ibunya akan menangis dan berakhir dengan senyuman.

Tangan milik Hyunjin, menggenggam seikat bunga dengan ibunya yang tidak membawa apapun mengingat hanya seikat bungapun sudah cukup untuk mendiang suaminya.

Berjalan melewati berbagai nisan, mereka sampai di nisan yang tertera nama ayahnya Hyunjin. Mereka mendudukan diri disana, dengan Hyunjin yang terengah karena lelah berjalan jauh.

Biasanya, perjalanan menuju pemakaman tidak begitu membuat Hyunjin lelah. Tetapi mungkin karena keadaannya, kini ia menjadi lebih mudah untuk lelah dan mendudukan diri dimana saja.

"A, sekarang aku datang lagi sama anak aku."

Hyunjin tatap nisan itu, seakan dirinya menatap wajah ayahnya dulu.

"Sama calon cucu ayah juga." ujarnya menyahut memalingkan wajah ibunya yang semula menatap nisan kini menatap Hyunjin.

Hyunjin pun sama, dia yang merasa di tatap oleh ibunya membalas tatapan itu sambil tersenyum. Dibukanya jaket hitam panjang, yang semula menutupi perut buncit Hyunjin, kini terlihat jelas ada tonjolan di balik bajunya.

"Ayah, maafin Hyunjin yang gak bisa wujudin keinginan ayah dulu. Hyunjin putus sekolah karena hamil, walapun aku gak tahu kapan sama siapa yang ngehamilin bisa kayak gini, tetep aja aku di keluarin dari sekolah."

Ranti diam, lebih memilih mendengarkan sang anak yang bercerita pada makam mendiang suaminya. Ia ingin tahu, sejauh mana Hyunjin bisa mengutarakan hatinya seperti dulu saat beliau masih hidup.

Hyunjin memang lebih dekat dengan ayahnya untuk bercerita, meski kesehariannya dihabiskan bersama sang ibu.

"Kata ibu, ayah gak akan marah kalo Hyunjin hamil sekarang. Tapi itu gak bener kan yah, ayah pasti marah. Ayah pasti kecewa di sana sama Hyunjin, tapi mau gimana lagi semuanya terjadi gitu aja. Jadi ayah, pasti nerimain dia jadi cucu ayah kan?!"

Setetes air mata lantas turun, mengenai perut atas miliknya sendiri. Ingin rasanya ia tidak pernah mengutarakan hatinya tentang ini pada sang ayah, inginnya nanti saja. Dia akan bercerita jika ayahnya akan segera menjadi seorang kakek, saat Hyunjin sudah dewasa dan memiliki pasangan.

Tetapi nyatanya, Hyunjin datang di saat masih remaja yang telah berbadan dua. Mengutarakan hatinya saat ini dengan kesedihan yang mulai hadir saat ia bercerita meski bari sebentar.

"Ayah.. Hyunjin juga gak mau kayak gini, ini malu-maluin ayah sama ibu. Aku juga malu, tapi aku bisa apa yah disaat-saat kayak gini cuma bisa pasrah aja sama keadaan."

Usapan lembut di punggung Hyunjin terima, ia lihat sang ibu yang juga menangis sama sepertinya. Rasanya begitu menyesakan hati apalagi dengan keadaan yang hening di tengah pemakaman.

"Ayah liat, ibu nangis lagi!"

Terkekeh ibunya di sana, memang ada-ada saja Hyunjin. Disaat sedihpun selalu ada lontaran lolucon untuk mereka berdua, entah disaat suaminya masih hidup atau pun tidak.

"Ibu gak nangis Hyun, liat ibu senyum kok."

Hyunjin tersenyum di tengah air mata masih turun ke pipi. Menghela nafas mereka bersamaan tanpa sadar, lalu sama-sama menoleh kembali pada nisan di hadapan mereka.

"A, maafin aku juga. Setelah kamu pergi, aku kecolongan anak aku di gunain sama orang lain tanpa dia sendiri tahu. Maaf, a aku gak bisa jadi ibu yang baik buat Hyunjin."

Qui Esc PaterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang