32

1.2K 150 5
                                    

Melihat sang buah hati tertawa lebar adalah kesenangan tersendiri bagi Hyunjin. Neo tidak sering menunjukan tawanya seperti saat ini, hingga mampu membuat sang ibu yang telah melahirkannya tersenyum tulus disana.

Apalagi di saat melihat bagaimana anaknya bisa begitu bebas bermain bersama banyak orang tanpa perkataan menyakitkan seperti di sekitaran rumahnya.

"Aku jarang banget liat Neo bisa sehappy itu. Di rumah kalo seneng ya karena ibu beliin mainan atau dia habis nonton film kartun." ujarnya memulai tanpa menghilangkan penglihatan dari sang anak.

Chris yang duduk di samping nya menoleh, menatap wajah tanpa ekspresi itu. Wajah yang seakan menyembunyikan rasa terharu juga prihatin bagaimana melihat perubahan anaknya sendiri.

Ia tahu bagaimana susahnya hidup sambil mengurusi anak seorang diri, meski ada orang tua yang membantu tapi tanpa pasangan itu tetap terasa tidak lengkap, ada sebuah kekosongan yang mana menjadi kesedihan tersendiri bagi dirinya.

Lalu bagaimana dengan Hyunjin yang hidup begitu sulit ditambah berbagai cobaan ia rasakan seorang diri. Apalagi saat ia mengetahui jika keadaan pemuda di sampingnya sempat mengalami suasana hati yang buruk, hingga ia merasa menyesal mengapa tidak ada untuk Hyunjin di saat seperti kala itu.

Membayangkannya saja sudah menyedihkan, apalagi jika ia harus menyaksikan. Rasa rasanya menjadi ingin membayar saat-saat itu.

"Neo, dulu kayak gimana perkembangan kamu sama Neo Hyun?"

Hyunjin menoleh barang sebentar lalu kembali menatap anaknya dari kejauhan yang terlihat sedang tertawa dengan beberapa anak lainnya termasuk Zerina. Dia tersenyum kecil namun setetes air mata langsung hadir saat itu juga yang sigap ia hapus mengingat dirinya masih berada di tempat umum.

"Neo lahir sehat dia enggak rewel kalo bukan lapar atau harus ganti popok. Berat badan nya juga normal 3 kg pas, tinggi 53 cm."

"Awalnya aku biasa aja kak buat urus dia, kasih dia ASI, tidur bareng dia. Tapi dua minggu setelahnya banyak gunjingan tetangga buat aku, mereka jelek-jelekin aku ibu sama Neo, mereka bilang kalo Neo anak haram, mereka bilang ibu gak becus buat didik aku, aku juga jadi orang gampangan padahal semuanya gak bener tetep aja kepikiran."

Terdapat senyum miris di sana, lelaki itu dapat melihat sang pembagi cerita tengah menahan tangisnya karena harus kembali mengingat masa kelam nya dulu.

Beruntung kehidupan Chris, beruntung kehidupan Zerina, namun tidak bagi kedua orang yang sedang bermain bersama mereka hari ini.

"Lalu setelahnya?"

"Hm... Ya aku gak bisa ngontrol perasaan, pikiran yang bikin nelantarin Neo, ngebiarin Neo kelaparan sampe serak karena aku takut. Aku takut gak bisa urus Neo sebaik ibu, aku takut banyak gunjingan orang lain buat Neo, aku takut gak kuat ngadepin masa depan pas liat wajah Neo. Aku bukannya nenangin Neo yang lagi nangis tapi malah ikut nangis sama-sama kenceng, sampe ibu ketakutan."

Alis tertaut keheranan medengar penuturan terakhir, dia menatap Hyunjin yang balik menatapnya. Terlihat senyum gusar di wajahnya lalu menunduk guna menghapus derai air mata yang tak dapat di bendung lagi.

"Ibu takut liat aku hampir bunuh Neo. Aku udah sampai kesana tapi beruntung ibu liat dan coba buat nahan sampai Neo di bawa keluar sambil nangis ketakutan, kita semua nangis, nangis karena keadaan waktu itu. Beruntungnya lagi ada bu bidan yang bantu kita sampai berangsur-angsur aku baik, pikiran aku sedikit damai meski dikit-dikit malah nangis gak jelas sambil kasih ASI buat anak aku lagi."

Suara helaan nafas terdengar jelas oleh Chris dia tatap wajah rupawan itu hingga menatapnya kembali dan tersenyum diatas wajah memerah.

"Tapi aku beruntung kak bisa balik lagi, bisa sesayang itu sama Neo sekarang. Makanya sekarang ibu gak izinin aku kerja keluar soalnya biar makin deket sama Neo, kan dulu lebih sering Neo sama ibu dari pada aku."

Qui Esc PaterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang