Huft~ helaan nafas lelah terdengar nyaring oleh dirinya sendiri. Hyunjin menatap kamarnya yang kini nampak berbeda dan semakin sempit melihat ada kasur bayi, bouncer bahkan juga stoller sudah tersedia.
"Ayah kamu aku yakin dia orang kaya!" Celetuk Hyunjin sambil mengusap perutnya masih tetap memandangi isian kamar dari ambang pintu.
Bukan hanya itu saja, besoknya setelah kiriman paket itu tiba yang lainnya ikut menyusul seperti lemari khusus untuk pakaian bayi juga karpet tebal yang pasti berjaga-jaga untuk nanti si bayi mulai bisa merangkak diatas lantai.
Sungguh ayah yang sangat perhatian kepada anaknya bahkan jika harus mengakui Hyunjin pun merasa di perhatikan selama ini.
Dirinya baru sadar jika apa yang ia mau pasti akan terkabul entah makanan aneh atau makanan yang gampang di dapat sekalipun.
Barang yang di kirim oleh si ayah bayi alias Minho, bisa di bilang bukan barang-barang biasa dengan harga standar. Saat ia iseng melihat merek yang terdapat dari pakaian anak hingga kasur juga yang lainnya cukup membuat isi dompetnya insecure seketika.
"Tapi siapa ayah kamu ya? Kenapa aku gak minta salinan nomer hp nya aja sama aa aa kurir itu?"
Helaan nafas lagi-lagi di lakukan olehnya, yang kini dirinya memilih berjalan kearah sofa untuk duduk di sana mengingat sayang sekali jika harus mengusik kerapihan kamar saat ini.
Bersamaan dengan itu, Ranti masuk secara tiba-tiba membuat Hyunjin sedikit kaget untuk menatap dan kembali menatap lantai rumahnya. Ia masih malu untuk menatap ibunya padahal Ranti sendiri sudah merasa baik-baik saja.
Tidak sengaja perempuan itu melihat kamar anaknya hingga terdiam untuk sesaat, Hyunjin yang tahu itu jelas memerhatikan ibunya takut ia berucap yang menyakitkan hingga lagi-lagi membuat hatinya sakit.
Namun ternyata tidak. Ranti tidak berkata apa-apa yang mana ia melihat tumpukan sampah yang lupa belum Hyunjin buang. Dia yang tengah mengandung sebisa mungkin langsung sigat untuk memunguti sampah sisaan ia membersihkan kamar, tetapi tidak saat Ranti menatap datar anaknya hingga Hyunjin diam di tempat.
"Jangan kecapek'an kalo ada apa-apa ibu yang repot!"
Hyunjin hanya bisa pasrah dengan membiarkan Ranti memunguti sampah sampah di bawah sana untuk ia buang ke tempatnya yang berada di dapur.
Bukan senang yang di alami oleh Hyunjin, melainkan rasa takut jika nanti ibunya malah semakin kesal karena telah memperkejakannya secara tidak langsung.
"Kenapa kamu gak ingetin kalo masih ada sampah di sana?!" tanyanya pada perut yang semakin mengencang saat ia menyentuhnya, "kan jadi ibu yang bawa, kalo makin marah gimana?"
Mencoba tenang adalah yang di lakukan oleh Hyunjin kembali setelah ibunya menghilang pergi ke dapur. Melihat Ranti yang tampak biasa saja sebetulnya sudah Hyunjin rasakan dari hari-hari sebelumnya, yang mana masihlah ia segan hingga lebih baik berdiam diri dan tidak banyak bicara lagi.
Tidak ada hal lain yang menarik perhatiannya selain dari perutnya yang mengencang. Di elusnya lembut seakan perutnya akan meledak jika terlalu kencang di sentuh.
"Hyunjin!"
Segera Hyunjin menoleh kearah sumber suara yang tidak lain itu adalah ibunya. Dia datang dari arah dapur dengan menatap anaknya yang entahlah Hyunjin tidak bisa menjabarkan bagaimana cara menatap ibunya, entah masih seperti kemarin atau sudah membaik seperti dulu.
"Ibu minta tolong ambilin pewarna makanan, kayaknya tadi lupa di masukin sama bu Sumi."
Sigap saja Hyunjin mengangguk ia merasa senang karena ada kemajuan Ranti mau berbicara lagi kepadanya bukan tentang janin saja. Hyunjin lantas berdiri dengan menahan perut bawahnya mengundang tatapan tajam dari Ranti, apalagi saat Hyunjin sedikit meringis saat mulai melangkah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Qui Esc Pater
FanfictionBagaimana rasanya hamil tanpa tahu kapan dan siapa pelaku penghamilan. Itulah yang di rasakan Hyunjin sat ini, ia harus menanggung sebuah beban dengan rasa yang tidak menentu menggerogoti relung hatinya.