26

1.8K 207 18
                                    

Hari terus berganti menghadirkan Hyunjin yang selalu menghela nafas melihat sang anak tidak seceria dulu lagi. Kini Neo tidak memiliki banyak luka atau lebam karena temannya, melain dia terlihat baik-baik saja hanya sekedar belas luka di dahi yang paling awet tertinggal.

Anaknya tidak banyak bicara lagi, tidak banyak menginginkan untuk pergi keluar meski ia melihat para anak-anak yang usianya tidak jauh berjalan tepat melewati depan rumah.

Hyunjin tahu apa alasan anaknya menjadi seperti itu, jelas sudah sebab Chris yang mengaku sebagai ayahnya namun kenyataan tidak berselang lama langsung menghantam hatinya.

"Neo kita jajan yuk!"

Neo menoleh namun hanya sekilas lalu menggeleng kecil. Hidupnya tampak tidak bersemangat seperti sebelum-sebelumnya yang mana kini membuat Hyunjin merasa kehilangan sosok anaknya yang dulu berganti pada sosok yang baru.

Dia menghampiri anaknya, membawa Neo untuk ia pangku dan memeluknya yang jelaspun Neo membalasnya.

"Neo gak mau keluar lagi."

"Boleh kok Neo keluar, asal sama mamah aja." .

Pemuda kecil itu menggeleng yang mana membuat Hyunjin menghela nafas pasrah.

Bisakah ia menyalahkan Chris akan ini, bisakah ia menyalahkan anak-anak nakal di luaran sana, atau bisakah ia menyalahkan anaknya Chris yang datang tiba-tiba dan memanggil Chris sendiri dengan sebutan papa.

Anak yang tidak memiliki sosok ayah dalam hidupnya jelas merasa iri, sebab anak-anak sebayanya kerap sekali berjalan bersama sosok tersebut sedangkan Neo sendiri hanya dengannya atau sang nenek.

Hatinya sakit saat melihat bagaimana sang anak sakit kala itu hanya karena tiba-tiba merasa bahagia sebab ayah ya muncul lalu di jatuhkan kembali dengan kenyataan. Sungguh, hati ibu mana yang tega melihat moment tersebut padahal bersusah payah Hyunjin untuk tidak membahas sosok ayah bagi Neo.

"Neo tahun depan kan sekolah ya, nanti tiap ke sekolah mamah anterin. Jajan sepuasnya, punya temen baru, ada guru yang asik. Tapi sekarang Neo belajar sedikit-sedikit sama mamah yuk, biar ada kegiatan."

Neo menggeleng, "Neo gak mau sekolah, nanti temennya bilang Neo gak punya ayah. Gak usah sekolah aja mamah."

"Neo..

"Neo gak mau mamah, gak mau."

Hyunjin pasrah dia tidak ingin membicarakan terlalu jauh sampai dimana Neo kembali menangis. Pemuda kecil itu malah memeluk Hyunjin cukup erat, tidak peduli jika sang ibu akan sesak atau tidak. Yang pasti dirinya hanya ingin memeluk tanpa alasan yang jelas.

"Mamah, wajah nya ayah mirip Neo?"

Dia yang di beri pertanyaan lantas mengelus penggung sempit milik anaknya, di usia yang begitu belia dirinya tidak menyangka sang anak akan bertanya seperti itu. Tetapi mengingat jika Neo ingin ikut bermain dengan anak lainnya, jelas dirinya akan mengerti mengerti kenapa sampai anaknya bertanya.

Cemoohan orang lain juga hinaan anak-anak nakal jelas membuat Neo memendam pertanyaan besar. Belum lagi sering kali dirinya melihat anak yang berjalan bersama dengan kedua orang tuanya, tidak seperti dirinya yang hanya berjalan bersama nenek atau ibunya saja.

"Kenapa cuma Neo aja yang gak punya ayah?"

"Kamu punya ayah, tapi dia belum bisa pulang."

Mendengar itu Neo langsung menarik diri untuk menatap wajah ibunya dengan pandangan yang sulit di artikan.

"Neo punya ayah?" Hyunjin mengangguk, "kapan bisa Neo sama ayah ketemu? Neo mau sekali ketemu sama ayah, main sama ayah, makan dan tidur sama ayah."

Miris sekali mendengr keinginan yang mungkin paling terbesar dari hati anaknya, tetapi dirinya juga bingung jika harus menjawab sang anak. Berbohong hanya akan membuat Neo semakin berharap tinggi, sedangkan jujur pasti Neo akan lebih sedih daripada hari ini.

Qui Esc PaterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang