27

1.6K 200 7
                                    

Dua orang dewasa, menatap satu anak kecil yang tengah memainkan mainan miliknya sendiri. Tidak terganggu bahkan seakan kedua orang tua tersebut tidak nyata untuk saat ini.

"Hyun, gimana rencana kamu buat kedepannya?"

Bagai di sambar petir, Hyunjin menoleh mendapati ibunya yang menatap kosong kearah Neo. Ia tahu pasti tidak mungkin mereka akan seperti ini selamanya.

"Bu, aku boleh ikutan ujaian susulan gak? Sebatas biar bisa kerja gantiin ibu. Kita tukar posisi aja, aku kerja terus Neo ibu yang jaga."

Itu keinginan Hyunjin dari dulu, mengikuti ujian paket setidaknya nanti ia tidak begitu rendah saat menerima pekerjaan.

Ia tahu, pendapatan membuat kue dan menjualnya tidak sebesar yang di harapkan. Bahkan terkadang kue banyak yang tidak laku hingga membuat mereka rugi.

"Neo baik dia gak nakal, tapi ibu maunya kamu yang urus. Dia udah gak punya ayah sejak dalam kandungan jadi ibu gak mau dia kepisah sama kamu Hyun."

Itulah yang selalu di katakan oleh Ranti, menolak dengan alasan tidak ingin membuat Neo merasa jauh dari ibunya sendiri.

"Tapi bu..

"Udah Hyun gimanapun juga buat sekarang biar ibu aja yang cari kerja. Kamu urus Neo aja di rumah."

Rasa ingin menyesal hinggap di hatinya, tetapi apa yang harus ia sesali? Hamil? Bahkan kehamilan itu ia tidak tau kapan terjadi hingga menghasilkan Neo tanpa di sadari.

"Hyun kamu gak ada niatan untuk nikah? Seenggaknya ada seseorang yang jadi ayahnya Neo walau nanti cuma jadi ayah tiri."

Hyunjin merengut menatap anaknya yang entah mirip siapa di beberapa waktu selain kepada dirinya. Senyum lebarnya sangat menunjukan dia tidak mirip dengannya, bahkan bertanya hal hal kecil pun tidak seperti dirinya menurut Ranti.

"Gak tau bu, tapi dulu aku punya pemikiran kalo seandainya nanti aku menikah, Neo bakalan aku titip sama ibu."

"Hyun!"

"Sekarang enggak bu, gimanapun juga Neo anak aku. Aku yang ngandung secara terpaksa juga dia tetep anak aku, seenggaknya aku harus tanggung jawab kan bu."

Ranti terdiam tidak merespon ucapan sang anak. Apalagi di saat Neo menoleh karena nada suara Hyunjin meninggi secara tidak sadar.

"Mamah kepaksa punya Neo?!"

Entah kenapa, Neo bisa memiliki pemikiran yang begitu kristis dalam mendengar atau menemukan sesuatu yang baru. Padahal umurnya masih belia, masuk TK pun belum.

"Eh, enggak. Mamah tadi salah ngomong."

Neo mendekat mengacuhkan mainan yang sebelumnya ia mainkan untuk berhadapan dengan Hyunjin.

"Tadi bilang kepaksa."

"Enggak, mamah salah ngomong. Kalo mamah kepaksa punya kamu, udah mamah buang kamu."

Hyunjin menyambut Neo dengan meraih tubuh anaknya dan segera memeluk Neo. Rasa bersalah dalam berucap hinggap di hatinya, seharusnya mengobrol hal ini tidak di hadapan sang anak. Sungguh ia merasa bodoh apalagi ucapan barusan yang terlrsan jika memang Neo hadir bukan karena keinginannya.

"Jadi Neo gak punya ayah juga karena Neo anak kepaksa ya?"

"Neo jangan ngomong kayak gitu!"

"Tapi Neo gak punya ayah!"

Sakit di hati di deranya saat ini. Ia tahu, anaknya sangat menginginkan posisi sang ayah untuk selalu ada di sisinya. Hyunjin hanya wadah, dia yang melahirkan Neo tanpa seorang suami.

Qui Esc PaterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang