Bab 23

2.2K 63 2
                                    

Langit yang perlahan mulai berubah warna menjadi gelap, Arabella berdiri di samping pohon yang biasa menemaninya menunggu Roberts bersaudara di parkiran.
Bintang sudah pulang lebih dulu. Awalnya ia bersikeras ingin mengantar Arabella pulang tetapi Arabella menolaknya karena menerima pesan dari Jevano untuk menunggu mereka pulang.  Saat menerima pesan itu Arabella jelas terkejut. Seingatnya ia tidak pernah memberikan no. Ponselnya pada Roberts bersaudara, lalu darimana Jevano bisa mendapatkan no. Ponselnya?
Namun keraguan itu berusaha ia tepis dengan tetap berpikir positif mungkin saja ia pernah memberikan no. Ponselnya hanya saja ia lupa kapan itu terjadi. Ya, tetap berpikir positif itu lebih baik daripada memikirkan hal aneh yang lainya. Bagi Arabella yang mempunyai trauma dengan masa lalunya, ia harus bisa berpikir positif agar ia merasa aman karena kalau tidak traumanya akan semakin parah dan itu akan sangat berpengaruh pada psikisnya.

1 jam 30 menit menunggu akhirnya yang di tunggu datang juga. Roberts bersaudara sedang melangkah mendekat kearah Arabella sembari tersenyum lebar sampai-sampai Arabella takut kalau-kalau bibir keempat kakaknya itu robek karena tersenyum terlalu lebar.
"Maaf membuat adek lama menunggu, Dosennya anj*ng sekali tiba-tiba membuat test dadakan" kesal Hayden.
Arabella mengangguk. Sudah satu bulan ia tinggal dengan Roberts bersaudara dan ia sudah terbiasa dengan kata-kata mutiara yang keluar dari mulut Roberts bersaudara terlebih lagi Hayden.

Setelah semuanya masuk kedalam mobil barulah Barra menjalankan mobilnya dan melaju meninggalkan area sekolah.
"Kak Barra, bagaimana keadaan daddy dan mommy?" tanya Arabella dengan manik yang menatap lurus kearah jalanan.
Barra menghela napas panjang. Ia tidak langsung menjawab pertanyaan Arabella melainkan menoleh sebentar untuk melihat Arabella.
"Daddy dan mommy masih kritis. Dokter mengatakan mereka mengalami pendarahan yang banyak akibat kecelakaan itu" tangan Barra yang satunya menggenggam tangan Arabella dan itu membuat ketiga saudaranya yang duduk di kursi belakang menatap Barra datar.
'Untung saudara!' batin Jevano, Jeffrey dan Hayden.

"Daddy dan mommy akan segera sembuh dan kembali kemari" sambung Barra.
"Dan saat itu tiba kita akan segera berkumpul kembali" ucap Hayden dan mencubit keras lengan Barra yang membuatnya melepaskan genggaman tangannya pada Arabella.
"Ini" Jevano menyerahkan sebuah buku diary pada Arabella.
Arabella menoleh dan terkejut saat melihat buku diary nya ada pada Jevano "dimana kak Jevano mendapatkannya?"
"Jatuh di bawah meja di ruang tamu. Kakak mendapatkan no. Ponsel adek dari buku diary itu"
Arabella mengangguk "terimakasih kak, adek kira bukunya sudah hilang tadi. Lelah adek mencarinya 2 malam ini"
"Setelah kami membaca buku diary adek, ternyata hidup adek datar sekali. Tidak pernah jatuh cinta ya?" Hayden tersenyum smirk "itu hati apa batu?"
Arabella tersenyum tipis "adek tidak punya alasan untuk jatuh cinta sekarang" ucapnya kemudian mengubah posisinya seperti semula dan menatap lurus ke arah jalanan. 

Roberts bersaudara saling bertukar pandang terkecuali Barra karena ia sedang fokus menyetir. Suasana di dalam mobil mendadak hening setelah Arabella berucap demikian. Semuanya larut dalam pikirannya masing-masing.



~~~~
Barra menghentikan mobilnya saat sudah memasuki pekarangan rumah mereka. Satu persatu turun dari mobil bergantian dan melangkah masuk kedalam rumah. Arabella memimpin di depan sedangkan Roberts bersaudara memilih untuk mengikuti nya di belakang.
"Adek masih takut dengan kami?" tanya Hayden.

Deg!!
Arabella refleks menghentikan langkahnya. Melihat itu Hayden menarik lengan Arabella dan membuatnya berbalik menghadap mereka.
"Soal malam itu kami minta maaf telah membuat adek ketakutan, adek mau kan memaafkan kami?" Hayden tersenyum.
Arabella menatap Hayden lama dengan manik bulatnya dan bibirnya yang sedikit mengerucut yang sudah menjadi kebiasaannya jika sedang berpikir, tanpa tahu Roberts bersaudara yang sedang menatapnya itu sedang menahan nafsu untuk tidak menariknya dan mengikatnya di ranjang lalu merobek pakaiannya dan .....

Cukup!!
Tidak untuk sekarang!!
Perjuangan cinta mereka masih panjang untuk membuat Arabella bisa membuka hatinya untuk mereka. Mereka harus bisa menahan diri untuk saat ini dan jika sudah tiba saatnya nanti baru mereka bisa menjadikan Arabella sebagai budak seks dan milik mereka.
Bersabar lah sampai pada saatnya!!

Arabella mengangguk dan tersenyum "tentu, kita kan keluarga. Tapi jangan seperti itu lagi, adek takut" ucapnya dan memiringkan kepalanya menatap Hayden.
"Manis sekali sih adek" Hayden menarik Arabella kedalam pelukannya dan memeluknya erat lalu disusul Jeffrey, Jevano, dan Barra yang ikut memeluk Arabella. Membuat si bungsu terhimpit di tengah karena di peluk erat oleh kempat kakaknya.

Deg!!
"K-kak....ada yang keras di bawah" Arabella berucap pelan.
Sontak Roberts bersaudara melepaskan pelukannya saat mendengar kalimat Arabella.
"Ouh maaf... adik ku cukup sensitif dengan yang empuk" Jeffrey menyugar rambutnya kebelakang dan tersenyum lebar.
Arabella menundukkan wajahnya yang memerah malu entah kenapa pelukan yang seharusnya hangat tadi malah terasa seperti pelecehan. Tersenyum kecil pada Roberts bersaudara lalu berbalik dan berlari kecil menaiki anak tangga menuju kamarnya.

Roberts bersaudara memperhatikan punggung si bungsu yang terlihat menggemaskan saat salah tingkah begitu. Sebelum akhirnya saling bertukar pandang satu sama lain dan tertawa bersama.
"Gila si Jeffrey, Bagaimana?" tanya Jevano.
" Aku meraba pahanya, kau?"Jeffrey
"Aku hanya meraba pay*d* nya saja, yang lain?"
"Aku mencium pipinya padahal aku ingin mencium bibirnya karena itu sangat dekat tapi aku berusaha menahan diri" ucap Hayden dan memonyongkan bibirnya lalu memainkan alisnya. Ketiga saudaranya yang lain mengerti bahwa Hayden sempat mencium Arabella tadi.
"Barra?"
"Aku tidak mendapat apapun karena tangan kalian menghalangi ku" Barra menghembuskan napasnya kasar yang membuat ketiga saudaranya tertawa puas.
"Jadi, apa sekarang?" tanya Hayden setelah puas tertawa.
"Kita punya tikus yang harus di musnahkan, datanya sudah ku dapatkan tinggal menuju ke lokasi saja" jawab Jevano sembari mengambil rokok di sakunya.
"Emm....apa kita akan membuat Arabella untuk memakan daging Noah nantinya?" Hayden bertanya.
"Arabella akan menjadi ibu dari anak-anak kita, jadi dia harus beradaptasi dengan kita" Jeffrey berucap.
"Tunggu apalagi hari sudah mulai gelap saatnya kita bersenang-senang" Barra beranjak dari duduknya dan diikuti oleh ketiga saudaranya yang lain.


~~~~
Grace duduk di ruang tamunya di depannya ada mata-matanya yang juga sedang duduk memperhatikan Grace yang sedang membaca berkas info yang ia dapat mengenai keluarga Arabella.
"Jadi benar, Arabella pernah mengalami amnesia karena kecelakaan itu?"
Mata-matanya mengangguk.
"Ia hanya mengingat sebagian dari masa lalunya selebihnya ia tidak ingat"
Grace menutup berkas yang ia baca dan meletakkannya di atas meja lalu menatap mata-matanya.
"Tentang perempuan ular itu......"
"Dia sedang mempersiapkan diri untuk kembali kemari setelah mengatur rencananya dengan matang" sela mata-matanya karena tahu Grace akan bertanya tentang itu.
Grace menghembuskan napasnya kasar. Dalam hatinya ia sudah mengumpat untuk perempuan ular itu.
"Maaf jika saya lancang, tapi tidakkah anda curiga kalau kematian orang tua Arabella ada hubungannya dengan Roberts bersaudara?"
"Apa kau bilang?! Tidak mungkin mereka pelakunya terlebih lagi Roberts bersaudara sangat menyayangi om Kenzie dan tante Mikhaila!"
"Saya hanya menebak karena Roberts bersaudara sangat terobsesi pada adik sepupu mereka, dan mungkin saja hal itu membutakan mereka"

Grace terdiam lama. Maniknya menatap berkas tentang Arabella yang di berikan mata-matanya padanya tadi.
'Jika itu benar di mana Roberts bersaudara menyimpan mayat kedua orang tua Arabella?  dan untuk apa mereka menyimpannya?'

Brother's obsession ⚠️(21+)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang