Bab 30

3.2K 82 6
                                    

Suara sirine polisi dari jauh mengejutkan Barra dan Hayden, keduanya mengintip dari jendela kamar di lantai 2 dan terkejut saat ada 3 mobil polisi dan satu mobil yang mereka sangat kenal yaitu mobil Erlan yang berhenti di depan rumah mereka.
"Sialan, Grace! Sudah ku bilang jangan bermain-main dengan ku!" Barra marah.
"Lalu bagaimana sekarang?" Hayden panik.
"Kita harus segera kabur dari sini" ucap Barra.
"TEMPAT INI SUDAH DI KEPUNG! KELUAR LAH SEBELUM KAMI YANG MENEROBOS MASUK!"
'Oh shit!'

••••
"Dobrak saja pintunya, aku yakin mereka ada di dalam" ucap Grace.
Salah satu polisi sudah mengambil ancang-ancang untuk mendobrak namun sebelum itu terjadi pintu lebih dulu terbuka menampilkan putra sulung dari keluarga Roberts bersaudara itu.
"Ada apa?" Barra tersenyum. Ekspresi nya terlihat santai memperhatikan beberapa orang polisi serta Grace, Erlan, dan Bintang bergantian.
"Kami ingin memeriksa rumah anda, jika anda tidak keberatan karena ada laporan mengatakan kalau kalian menyembunyikan mayat di kamar no 13" salah satu polisi itu berucap.

Barra mendorong pipi dalamnya dengan lidah sebelum akhirnya mengangguk setuju. Ia melangkah lebih dulu diikuti beberapa polisi yang berjumlah 8 orang itu lalu melangkah masuk bersama Grace, Erlan, dan Bintang.
"Periksalah tidak ada yang patut di curigai disini" Barra tersenyum lagi namun tatapannya tajam mengintimidasi.
Para polisi mulai melangkahkan kakinya menuju ruangan no. 13 bersama Grace, Erlan, dan Bintang sedangkan Barra masih berdiam di tempatnya. Barra menyeringai kecil saat melihat mobil Hayden meninggalkan area halaman rumah mereka dan tentu saja dengan membawa bukti kuat yaitu mayat kedua orang tua Arabella.

Tidak lama kemudian para polisi itu kembali bersama Grace, Erlan, dan Bintang. Melihat itu, Barra tersenyum karena ia tahu mereka tidak mendapatkan apapun di ruang 13.
"Apakah kalian menemukan mayatnya?" tanya Barra.
"Kau pasti sudah membawanya pergi kan! Mengakulah!" ucap Grace.
"Aku tidak tahu apa yang kau maksud" Barra tersenyum "pak polisi bukankah ini termasuk tuduhan palsu, kalian lihat sendiri kan kalau tidak ada apa-apa di rumah ini"
Para polisi itupun mengangguk.
"Anda benar, saudara Barra. Maafkan kami yang bodoh karena telah mengikuti laporan dari mereka bertiga" salah satu polisi membungkuk meminta maaf pada Barra.
"Pak, dia berbohong pak. Mereka--"
"Tangkap mereka bertiga"
Grace, Erlan dan Bintang melebarkan matanya terkejut saat mendengar ucapan salah satu polisi itu. Sedangkan Barra menyeringai lebar, tidak sia-sia ia menyogok kepolisian. Ia pikir tadi pihak kepolisian akan berkhianat namun ternyata tidak. Buktinya Hayden bisa terbebas dengan membawa mayat kedua orang tua Arabella menjauh dari rumah itu.

"Pak, anda--"
"Kalian bertiga telah memberikan tuduhan palsu pada saudara Barra dan kalian harus mendapatkan hukuman agar tidak mengulangi hal seperti ini lagi kedepannya"
Grace, Erlan dan Bintang di borgol dan di bawa keluar dari rumah itu menuju kantor polisi karena dianggap telah memberikan laporan palsu.
"Bedebah, kau Barra!" umpat Erlan yang di balas seringai lebar dari Barra.
Seseorang yang merupakan kepala kepolisian membungkuk singkat pada Barra lalu melangkah namun baru beberapa langkah ia kembali berbalik menghadap Barra "maaf telah membuat anda panik"
Barra menggeleng "tidak apa-apa, terimakasih untuk tidak berkhianat" ucapnya.
Kepala kepolisian itu mengangguk lalu kemudian berbalik meninggalkan Barra. Tidak lama kemudian 3 mobil polisi itu bersama mobil Erlan meninggalkan halaman keluarga Roberts dan melaju membelah jalanan Paris.

Drrrtttt drrrtttt drrrtttt....
Barra mengambil ponsel di sakunya saat mendengar ada panggilan masuk. Layar ponselnya menampilkan layar si pemanggil yang ternyata adalah 'Jevano'.
"Sudah selesai? Hayden telah datang kemari. Segeralah ke markas, kita akan bersenang-senang"
"Baiklah, aku akan segera kesana"
"Ya, cepatlah"
Barra memutuskan sambungan panggilan Jevano sepihak. Ia melangkah menaiki anak tangga untuk mengambil kunci mobilnya di kamar dan setelah mengambil kunci mobilnya, Barra kembali menuruni anak tangga lalu melangkahkan kakinya keluar rumah. Barra masuk kedalam mobilnya lalu menjalankan mobilnya melaju di jalanan Paris di tengah gelapnya malam.

Jika kalian bertanya kemana para maid? Mereka ada di rumah itu namun tidak ada yang berani ikut campur urusan pribadi Roberts bersaudara dan memilih diam. Mereka tidak ingin seperti maid yang nekad membantu Arabella kabur, itu karena mereka tahu pada akhirnya itu akan sia-sia.




~~~~
Arabella membuka kelopak matanya pelan. Mencoba menyesuaikan pandangannya dengan sekitarnya. Kepalanya sangat pusing dan tubuhnya juga terasa lemas. Ia memejamkan matanya sebentar untuk meredakan rasa pusingnya yang mendera.
"Sudah sadar?"
Manik Arabella terbuka lebar saat mendengar suara yang tidak asing di telinganya. Menoleh ke samping dan terkejut saat melihat Jeffrey yang hanya menggunakan boxer sedang berdiri dekat jendela sembari menghisap puntung rokoknya yang sisa setengah.
Jeffrey tersenyum. Ia melempar puntung rokoknya keluar jendela dan melangkah mendekati Arabella yang sedang berbaring di ranjang.
"Ikut kakak"
Tangan Arabella di tarik paksa untuk bangun dari ranjangnya dan melangkah menuju sebuah ruangan yang lebih terang daripada ruangan awal saat ia membuka matanya tadi.

Arabella merasakan kepalanya masih sangat pusing dan tubuhnya masih lemah untuk bergerak. Tanpa aba-aba Jeffrey mendorong tubuh Arabella sampai akhirnya ia tersungkur di lantai. Darah mengalir dari lubang hidung Arabella, ia mimisan. Rasa sakit di kepalanya sangat mendera di tambah lagi ia tidak ada makan sehingga membuat tubuhnya sangat lemah sekarang.
Arabella terkejut saat menyadari di depannya ada sepasang kaki. Mendongakkan kepalanya, Arabella terkejut saat melihat maid yang telah menolongnya di ikat di kursi tanpa menggunakan pakaian alias telanjang. Mulutnya di lakban dengan beberapa luka bekas cambukan di tubuhnya. Maid itu menatap Arabella sendu, air matanya mengalir membasahi pipinya saat mengetahui kalau ia gagal untuk menyelamatkan bungsu keluarga Roberts itu. Tanpa bisa di tahan air mata Arabella juga ikut mengalir deras membasahi pipinya saat melihat itu, rasa sakit di tubuhnya ia abaikan dan berusaha bangkit untuk mendekati maid yang telah menolongnya itu.

"Maafkan aku hikssss" Arabella berlutut di depan maid itu, ia mencoba melepaskan ikatan maid itu tapi sia-sia. Ikatan itu terlalu kuat.
Roberts bersaudara yang memperhatikan tindakan Arabella itu hanya tersenyum mengejek. Jevano melangkah mendekati Arabella dan menariknya menjauh dari maid itu.
"Lepaskan dia!! Dia tidak salah apa-apa hiksss. Ku mohon bebaskan dia!!" Arabella meronta dan memohon namun tidak ada yang peduli.
"Ini hukuman karena telah berani berkhianat dan kau harus menyaksikan ini, baby" ucap Jevano.
Arabella berteriak histeris. Traumanya kembali muncul namun Roberts bersaudara tidak peduli. Kedua tangan Arabella di ikat, di lehernya terpasang choker, dan pakaiannya di robek paksa oleh keempat kakaknya yang kejam itu.

Maid itu hanya bisa menangis melihat bagaimana bungsu Roberts itu di lecehkan oleh keempat kakaknya sendiri. Ia tidak bisa menolong karena ia tahu kematiannya juga sudah dekat.
"Let's start the game, baby" bisik Jeffrey lembut dan sedetik kemudian badan Arabella di dorong ke atas sofa yang berhadapan langsung dengan maid itu "kau akan mengingat ini seumur hidup mu"

"Arghhhh"

Brother's obsession ⚠️(21+)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang