Happy reading love🌻
Aku menangis sambil menenggelamkan wajahku dalam lipatan kaki yang kupeluk. Tubuhku bergetar hebat sendirinya ketika mendapat pesan dari ibu bahwa ia akan keluar sebentar mengecek keadaan di butiknya. Ya, ibuku mempunyai sebuah butik dengan ukuran sedang nan minimalis. Bagaimana aku tidak takut? Aku ditinggal ibu pergi dengan pria jalang yang adalah ayah tiriku. Jadi, ibuku menikah lagi setelah hampir empat tahun berstatus janda semenjak kepergian ayah. Awalnya aku tidak masalah dengan keputusannya, namun semenjak aku tahu sikap buruk dari pria jalang itu, aku merutuki diriku karena mengizinkan ibuku untuk menikahinya.
Flashback
Usai mengantar ibu ke butik aku langsung pulang ke rumah mengingat ada beberapa tugas sekolah yang belum aku kerjakan. Aku menatap kesal pada benda elektronik di depanku yang biasa kugunakan untuk mengerjakan tugas makalahku. Benda itu sangat tidak bersahabat dengan moodku hari ini. Kinerja benda ini entah kenapa sangat lama dan sangat menyita banyak waktuku.
Ceklek
Aku tetap fokus pada laptop dan tugasku meski merasakan ada pergerakkan yang mendekatiku. "Minum dulu susunya," ujar ayah tiriku. Aku melihat sekilas tanpa berniat meminumnya. Kepalaku sudah dipenuhi dengan begitu banyak keluhan dan kekesalan hari ini. Sehingga untuk minum pun aku malas, apalagi susu? Lagian ini bukan waktuku untuk minum susu.
"Iya," jawabku seadanya.
"Kamu itu harus minum susu, biar otakmu mudah bekerja." Pria tua itu berucap sambil memegang pundakku. Aku yang merasa risih langsung memberontak kecil berharap ia melepaskan tangannya. Bukannya melepaskan, pria jalang itu malah semakin mempererat pegangannya. Aku yang sudah tak tahan lagi langsung memberontak hebat melepaskan pegangan najis itu.
"Om! Om kenapa sih?" Heranku.
Aku memang menerimanya sebagai ayah sambungku tapi entah kenapa sampai detik ini pun lidahku sangat susah memanggilnya dengan sebutan ayah atau sejenisnya. "Om jangan bikin saya mikir macem-macem tentang om yah!?" Ucapku dengan nada tinggi dan sedikit bergetar. Otakku tak lagi berpikir dengan sehat. Semua ucapan itu keluar begitu saja tanpa aba-aba.
"Kamu tenang dulu Mesa," ujarnya berusaha menenangkan aku.
Lagi dan lagi, tangannya dengan tanpa permisi menyentuh pundakku dengan tanpa dosa. "Papa hanya ingin belajarmu efektif, sayang," ucapnya dengan mengubah intonasi dan mimiknya pada kata 'sayang'.
Menjijikkan!
"Ga usah pegang-pegang!" Tandasku dengan penekanan disetiap kata.
Namun sayang, kekuatan lelaki tua itu melebihiku. Bersusah payah aku berusaha untuk melepaskan tangannya namun nihil. Ia menatapku dalam penuh kenajisan kemudian menendang kasar kursi belajarku hingga terbuang cukup jauh. Tubuhku menegang seketika. Jantungku berpacu lebih cepat dari biasanya. Bukan karena jatuh cinta tapi ini adalah ketakutan. Ketika ia mendekatkan wajahnya, aku langsung menendang barang vitalnya, membuatnya jatuh tersungkur di atas lantai. Aku berlari, berharap semesta membantuku. Namun mungkin semesta sudah tak perduli denganku lagi. Aku menangis sejadinya saat pintu kamar tak bisa terbuka dan sengaja dikunci oleh seseorang.
KAMU SEDANG MEMBACA
M E S A F I R A ✔️
Teen Fiction~Mesafira Scholastika~ Ketika hidup mulai menampakkan kekejamannya, maka kau harus bersiap untuk terluka dan terkejut! Kalimat itu relevan dengan kisah seorang gadis bernama Mesafira Scholastika. Namanya yang cantik tak secantik hidupnya. Berantakan...