24. Berubah! (?)

11 6 1
                                    

Mencoba untuk tidak perduli dengan asumsi orang lain tentangku, menjadi satu pijakanku untuk lebih percaya diri.
~Mesafira Scholastika~

Happy reading love🌻

Aku menatap hampa ke depan. Mengingat kembali semua yang telah terjadi, membuatku menggertakkan gigi. Aku geram dengan semua drama yang datang silih berganti tiada henti. Udara segar taman terus menerpa amarahku. Seolah menyuruhku untuk berdamai dengan semua keganjalan ini.

Tanpa kusadari, seseorang datang meraih tanganku dan meletakkan seuntai balon berwarna-warni di tanganku.

Ia lalu duduk di sampingku dan berkata, "Satu yang perlu lo tahu, Sa. Sampai kapanpun hidup gak akan pernah adil sama kita. Kadang orang yang kita anggap baik, dia yang paling sukses buat nyakitin kita."

Aku mengernyit bingung mendengar pernyataan pria itu. Aku tahu maksud kalimat itu. Tapi untuk apa kalimat itu, aku tak tahu. Malas memperpanjang percakapan, aku mengangguk paham. "Ia, gue tahu." Pandanganku teralihkan oleh seuntai balon di genggamanku itu. "Terus, ini untuk apa?"

"Ini sebagai simbol permohonan maaf gue. Maaf akhir-akhir ini udah cuek sama lo." Pria bernama Agas itu berucap dengan menatap lesu ke arahku.

Aku mengangguk pelan. "Gak apa-apa. Udah biasa kok."

"Btw, ini lo nyolong dimana?" gurauku.

Pria itu terlihat tersenyum sebentar. "Enak aja lo. Cowok gentle kek gue mah, gak bisa nyuri balon." Pria itu menjeda kalimatnya. "Bisanya nyuri hati lo," lanjutnya.

Prakl

Aku dan Agas menoleh serempak ke belakang. Reyner, pria itu datang lalu menarik kasar kerah baju Agas. Bukannya menjerit karena diserang dari belakang dengan bola, pria itu justru terlihat santai sambil menatap balik tatapan tajam bak elang itu. Reyner tersenyum sinis. "Biadab lo!" ucapnya.

Bugh

Satu bogeman mantap dilayangkan Reyner tepat di rahang Agas. Bukannya membalas pukulan itu, Agas justru menatap Reyner remeh.

Agas melap darah segar yang muncul dari sudut bibirnya. Seolah tak merasa kesakitan, pria itu justru menatap Reyner sambil tersenyum sinis. "Pukul, Rey! Pukul gue sepuas lo." ujar pria itu dengan nada sedikit menantang. Ia kemudian menggeleng pelan. "Tapi gue gak bakal pernah berhenti bilang kalo gue suka sama Mesa."

Mendengar pernyataan konyol itu, Reyner meluncurkan satu bogeman lagi. "Gue gak akan nyerah, Rey!" Penuturan tegas Agas itu sontak membuat Reyner melayangkan beberapa pukulan mengenaskan padanya.

Reyner terus memberikan bogeman bebas sedangkan Agas, pria itu terlihat hanya menepis setiap pukulan itu tanpa berniat membalas. Aku berusaha menahan Reyner. Tapi kekuatan fisikku tak sebanding dengan kekuatannya.

"Kubur perasaan lo atau lo bakal ngubur kebahagiaan lo!" bisik Reyner pelan penuh penekanan.

Aku menautkan alisku samar-samar mendengar penuturan penuh peringatan itu.

Ngubur kebahagiaan? Apa maksudnya?

Usai mengatakan kalimat peringatan itu, Reyner meninggalkanku dan Agas. Tingkah pria itu sedikit aneh. Tadinya kupikir dia marah pada Agas karena menggombaliku, tapi sepertinya tidak. Alih-alih membantu Agas, aku justru bergelud dengan pertanyaan di pikiranku.

"Gas!" Aku menahan pergelangan tangan Agas saat pria itu terlihat seperti terburu-buru pergi.

"Gue harus percaya sama siapa?"

Agas menatapku layu. Ia lalu melepas pelan cekalan tanganku pada pergelangan tangannya. "Lo bukan anak kecil lagi, Sa."

©®

M E S A F I R A  ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang