16. Selingkuh? (!)

6 4 22
                                    

Terkadang kamu harus meninggalkan yang indah untuk mendapatkan sesuatu yang membuatmu nyaman
~Mesafira Scholastika~

Happy reading love🌻

Aku membersihkan pecahan-pecahan kaca yang berhamburan di lantai setelah bertemu dengan ibu dan berhasil membujuknya untuk tidur. Aku sedikit khawatir dengan kondisi ibu karena tak tidur semalaman. Entah kenapa tapi aku merasa ibu sekarang berubah. Emosinya naik turun tak terkendali. Namun mungkin Agas benar, selama ini aku selalu menyalahkan ibu sampai aku lupa mengintropeksi diriku. Aku terlalu sibuk dengan duniaku sampai lupa untuk menanyai kabarnya.

Aku mendengus mengingat betapa durhakanya diriku padanya. "Awh," ringisku ketika pecahan kaca kecil menggoresi jemariku.

Aku menghisap darah yang keluar bebas dari jemariku. Aktivitasku terhenti saat hp-ku berdering tanda orang menelpon.

"Ada apa bun?" Ucapku saat panggilan tersambung.

"Mesa, kamu gak ikut misa Rabu abu?" Tanya bunda suster dari seberang sana.

Aku diam, berpikir sebentar. "Ikut bunda," putusku.

"Yaudah, sana mandi. Bentar lagi misanya mulai," jelas bunda suster.

"Sekarang Bun?" Heranku mengingat waktu yang masih pagi.

"Iya, soalnya misa mulai jam delapan tepat," kata bunda suster. Aku mendengus kemudian mengiyakan perkataannya.

Usai panggilan diakhiri, dengan segera aku membersihkan pecahan kaca itu dan bergegas menuju kamar mandi.

Usai membersihkan diri dan dengan setelan seadanya, aku siap untuk berangkat.

Ketika hendak menutup pintu kamar, sesuatu mengusik hatiku. Aku menatap sayang pada ibu yang sedang tertidur pulas di sana. Aku mendekat, mengelus pelan kepalanya lalu mencium keningnya. "Mesa ke gereja dulu ya, ma," ucapku sedikit berbisik. "Tunggu Mesa ya. Mesa gak bakal lama kok. Janji!" Lanjutku.

Usai mengatakan itu, aku bergegas keluar kamar dengan sedikit terburu-buru.

©®

Aku mengekori bunda suster memasuki gereja. Bunda suster menyuruhku duduk berpencar dengannya. Setelah beberapa detik melihat-lihat aku memutuskan untuk duduk di bangku depan.

Usai dua menit menenangkan diri, aku berlutut pada tempat alas berlutut yang telah disediakan untuk menggaungkan doaku. Selesai berdoa, aku membenarkan dudukku menantikan misa yang sebentar lagi akan dimulai.

Tatapan kagumku terpancar saat para ajuda memasuki gereja. Entah kenapa hatiku terasa tenang saat lagu pembuka menggema diseisi ruangan.

Dengan antusias aku mengikuti perayaan Kudus itu sampai tak menyadari keberadaan seseorang di sampingku yang entah sejak kapan ada di sana. Aku menelan salivaku asal dengan keringat dingin yang menjalari kening dan telapak tanganku.

Santai Mesa! Tarik napas, buang! Semua bakal baik-baik aja kalo lo tenang. Satuin pikiran lo dan fokus ke misa. Masa ia, keringat dibawah AC? Jangan kuno deh!

Aku bergelud dengan hatiku karena tak bisa diajak kompromi. Napasku tiba-tiba saja mengganjal di dada saat melihat sosok di samping. Dia bukan hantu, bukan juga penjahat. Dia adalah Alivio. Pria dengan sikap dinginnya yang berhasil membekukan hatiku. Entah apa alasannya, tapi melihat wajahnya mampu membuatku mengidap riwayat asma. Aku bukan tipikal cewek hidung belang yang menjalin kasmaran dengan dua pria sekaligus. Tapi sosok di sampingku sungguh harus dipertimbangkan.

Aku menjadi tak fokus karena pikiranku terbagi-bagi. Aku terus menarik-buang napasku pelan berusaha menetralkan suasana hati.

©®

Usai mengikuti perayaan suci rabu abu, aku menghampiri bunda suster yang sedang berbincang dengan seseorang di ujung sana.

"Mesa, tolong anterin ini ke Alivio ya," kata bunda suster ketika aku mendekat. Bunda suster menunjuk ke arah pria yang tengah berbincang juga di ujung sana.

Seketika jantungku berdegup tak karuan. Salivaku pun seketika sulit kutelan. "Kok Mesa sih bunda?" Tolakku.

"Ya sudah kalau begitu. Biar bunda saja," tuturnya. Kalimat yang selalu dipakai untuk meluluhkanku berhasil mengubah kalimat penolakanku menjadi persetujuan.

Aku menghela napas pelan. "Ya udah biar Mesa aja," finalku.

Dengan senyum sumringahnya ia menyodorkan buku yang masih dikemas itu padaku. Aku menerimanya dengan sedikit malas. Sepertinya bunda suster masih tak peka dengan kesehatan jantungku.

Dengan langkah yang dipaksa berani, aku menghampiri pria itu. Belum juga dekat, jantungku mulai senam lagi. Oh tuhan, bisa meledak nih jantung kalo kek gini terus.

"Ini dari bunda suster," ucapku to the point ketika berdiri tepat di sampingnya sambil menyodorkan buku itu.

Ia menerima buku itu tanpa mengucapkan 'terima kasih' atau memberikan respon lainnya. Ia menatapku dingin. Aku yang salah tingkah akan tatapan itu tak tahu harus berbuat apa. Ketika memberanikan diri membalas tatapan itu, perasaan nyaman dan bahagia menyelimuti hatiku. Hingga ...

"Aoowh!" Ringisku ketika di tarik paksa seseorang menuju parkiran. "Lo kenapa sih Rey? Kasar banget. Sakit tahu," kesalku.

"Lo yang kenapa? Gak cukup lo, punya gue?" Ujarnya dengan wajah kesal.

"Maksud lo apa sih?" Bingungku.

"Gak usah pura-pura bego! Lo pikir gue gak lihat lo tatap-tatapan sama dia?"

"Alivio? Ya ampun, siapa juga sih yang tatap-tatapan? Ngasal lo," killahku.

Aku hendak menghentikan perdebatan ini dengan beranjak, tapi Reyner menahan. "Gue gak sebodoh itu buat lo bohongin. Kalo suka sama dia, putusin gue. Jangan selingkuh kek gitu, receh!" Ucapnya berbisik.

Kalimat yang mampu menyalakan api di hatiku, membuat jantungku berhenti seketika. Ingin sekali membalas kalimat itu, tapi tidak, ini gereja. Aku memilih menghindar untuk tidak terjadi keributan hanya karena masalah sepele. "Makasih!" Ucapku lirih.

Dengan susah payah aku menahan airmata yang sudah penuh di pelupuk mataku. Tapi sial, hatiku terlalu lemah untuk kalimat jahanam seperti itu.

Ketika hendak keluar dari area parkiran, mataku membelalak sempurna ketika motor Reyner keluar dengan memboncengi seseorang. Sebentar, bukankah itu ...

Alexa?!

Dengan rasa penasaran, aku memburu motor Reyner yang sudah jauh di sana. Aku menjadi sedikit ugal dalam berkendara hanya untuk memastikan siapa cewek yang bersama Reyner itu.

Saat ingin berhenti karena kehilangan jejak Reyner, motorku kehilangan keseimbangan. Aku berusaha menarik kuat rem, namun nihil. Aku yang tak tahu harus bagaimana, pasrah pada keadaan saat itu. Aku memilih menjatuhkan diri hingga tubuhku tergesek bebas oleh aspal.

Dasar bodoh!

©®

TBC

Note:
Rabu abu adalah misa oleh para penganut agama khatolik dengan menerima abu sebagai tanda pertobatan.

Selasa 14 Maret 2023🌻

M E S A F I R A  ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang