Ketika lo lakuin sesuatu, percaya deh, hal yang enggak mungkin buat lo, mungkin buat Dia yang nyiptain lo!
Happy reading love🌻
Arya, pria bajingan itu mendekat pada Ayah. Dengan ekspresi yang sulit dijelaskan, pria itu memukul-mukul pelan wajah Ayah. Tanpa takut dan ragu Ayah membalas tatapan sengit pria itu. "Chiko!" Senyum sinisnya nampak. "Hari ini kau akan hancur! Airin, kau pasti bahagia melihat ini!"
"Saya tidak pernah menghamili adikmu Airin! Itu bukan anak saya! Dia meminta saya bertanggung jawab karena orang yang sudah menghamilinya tidak mau bertanggung jawab! Kau tahu itu, Arya!" Mendengar penuturan Ayah, dahiku berkerut. Airin? Siapa dia? Sepertinya aku tidak asing dengan nama itu.
Bugh
Bogeman mentah mendarat bebas di rahang Ayah. "Kau salah jika ingin saya mengerti! Karena menikahi perempuan sialan itu kau meninggalkan adikku." Pria itu semakin menatap menantang Ayah. "Seandainya kau mau bertanggung jawab, adikku tidak akan bunuh diri!"
"Om! Al mengaku salah karena udah berpihak sama Om Chiko. Tapi sadar Om, ini sepenuhnya bukan salah Om Chiko. Ini salah paham!" Alivio menatap Reyner dan Alexa bergantian. "Lexa! Rey! Buka mata kalian! Ini salah paham! Om Arya manfaatin kalian berdua buat balas dendam ke Om Chiko karena waktu itu Tante Mona lebih milih Om Chiko dibanding Om Arya. Om Arya juga iri sama Om Chiko karena selalu sukses dalam berbagai hal. Dan dia jadiin alasan kematian Mama buat nyuci otak lo ber-!"
"Diam kau Alivio!" Satu tamparan mendarat bebas di pipi Alivio.
"Bang Al!" seru Alexa saat tamparan itu berhasil memalingkan wajah Alivio. Gadis itu terlihat sedih dan ingin menghampiri Alivio, sayangnya reyner mencekal. Seolah menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya, mereka kembali berdiri berdiam menyimak pembicaraan dua orang itu.
"Al gak bakal diam Om! Al percaya, Mama juga gak senang lihat Om kek gini! Manfaatin keponakan buat balas dendam pribadi!"
"Kurang ajar!" Lagi, satu tamparan kembali hinggap di pipi pria itu.
"Frater Al!" Kini aku bersuara. Bunyi tamparan itu terdengar sangat perih.
"Sekali lagi kau bersuara, saya tidak akan segan-segan menghabisimu!" Hari telunjuk yang digunakan menunjuk-nunjuk ke arah Alivio terlihat bergetar. Tanda emosinya sudah pada puncaknya. "Setelah berkhianat kau berani menuduhku? Sialan!" Satu tamparan lagi berhasil dilayangkannya.
"Om Arya! Stop!" celetuk Agas. "Stop dengan semua drama ini! Yang dikatakan Alivio memang benar kan, Om jadiin kematian Tante Airin alasan buat manfaatin Alexa dan reyner?"
Pria bajingan itu terlihat melirik Agas. "Kau! Selain Alivio kau juga berkhianat, bukan? Apa kau lupa, nyawa ibumu dalam kendaliku? Harusnya kau berterimakasih karena aku sudah membantumu membayar biaya rumah sakit ibumu. Tapi kau tak tahu berterimakasih. Kau malah berpihak pada Chiko!" Pria itu terdiam sejenak sebelum melanjutkan kalimatnya. "Oww," celetuknya sambil mengangguk pelan. "Sepertinya aku salah. Kau juga berkhianat pada sahabatmu, bukan?"
"Om!" tegur Agas dengan mimik khawatir.
Puas dengan reaksi Agas, pria itu kembali berucap. "Kenapa? Kau takut dia tahu?" Pria itu beralih menatapku. "Mesafira Scholastika! Apa kau tahu, temanmu ini ..." Ia berjalan mendekatiku. "Adalah orang yang sudah membunuh ibumu!" Usai mengatakan itu, gelak tawa pria itu terdengar.
Aku menatap Agas dalam, meminta penjelasan. Seolah menyetujui pernyataan Arya, ia menunduk, enggan menatap wajahku. Tubuhku melemas. Seketika itu juga jantungku tidak berfungsi lagi dengan baik. Semua orang disekelilingku tak ada yang benar-benar mencintaiku seperti ibu. Mereka semua pengkhianat. Aku benci mereka.
Tatapanku kosong ke bawah. Embun di mataku yang sudah hampir pecah berusaha kutahan, agar tidak terlihat lemah.
"Reyner! Ini gilaranmu!" ujar Arya.
Aku menatap Reyner, berusaha menerawang apa yang akan dilakukannya. Mataku membola saat pria itu menarik pisau mengkilap dari sabuknya.
"Rey, lo?" Jantungku berpacu dua kali lebih cepat. Keringat dingin bermunculan di keningku saat pria itu menatapku. Suratan matanya mengatakan ia siap menjalankan aksinya.
"Reyner!"
"Rey, sadar!"
"Reyner!"
Seolah tuli dengan semua teriakan itu, pria itu kini berjalan ke arahku. Saat jarak antara dirinya dan aku mendekat, tatapan tajam itu perlahan bersahabat. Ia diam. Masih menatapku dengan intens.
"Rey, plis, semua ini salah paham, Rey!" ucapku, berusaha menyadarkan pria itu atas tindakan yang ingin ia lakukan.
Tak memberikan respon apa-apa, pria itu masih mematung. "Reyner! Lakukan tugasmu!" pinta Arya dengan penekanan disetiap kata.
"Rey! Dengerin gue! Ini salah paham, Rey! Om Arya cuman manfaatin keadaan aja!" teriak Alivio dari ujung sana.
"Reyner! Kalo sesuatu terjadi pada anakku, hidupmu pasti akan hancur!" sambung Ayah.
Mimik pria itu berubah menjadi ganas. "Hidup gue udah hancur saat ibu gue meninggal! Dan itu karena lo!" Reyner beralih menatap Ayah. "Lo bilang apa? Hidup gue bakal hancur kalo nyakitin anak lo?" Pria itu berdecih. "Dengan keadaan kek gini lo mau hancurin hidup gue? Selamatin diri lo sendiri dulu sebelum mikirin diri orang lain," balas Reyner.
Wajah ayah terlihat merah, pertanda marah besar. "Dan lo, apa lo bilang? Salah paham? Gak salah dengar gue? Jelas-jelas ibu gue bunuh diri karena ayah sialan lo itu kan?" Pria itu menggantung kalimatnya. "Sekarang giliran gue yang hancurin hidupnya dia!"
Senyum sinis pria itu nampak saat tangannya menggenggam pisau di atas kepalaku. Perlahan menurunkan pisaunya dan ...
Pbsitt
Lampu ruangan padam. Entah apa yang terjadi, saat lampu dinyalakan reyner dan yang lainnya sudah dalam cengkeraman beberapa orang berbadan kekar yang kuduga mereka adalah suruhan Om Leonard dan beberapa polisi diantaranya.
Arya, pria tua itu menatap Alexa. "Bukannya katamu mereka tidak bersama polisi?" Wajah Alexa terlihat bingung dan pasrah.
Beberapa polisi membuka ikatan kaki dan tangan kami. Om Leonard dan yang lainnya diboyong ke kantor polisi. Aku dan yang lainnya pulang ke rumah.
Tbccccccc....
Minggu, 3 September 2023🌻
![](https://img.wattpad.com/cover/331995445-288-k514257.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
M E S A F I R A ✔️
Novela Juvenil~Mesafira Scholastika~ Ketika hidup mulai menampakkan kekejamannya, maka kau harus bersiap untuk terluka dan terkejut! Kalimat itu relevan dengan kisah seorang gadis bernama Mesafira Scholastika. Namanya yang cantik tak secantik hidupnya. Berantakan...