28. Jumat agung

4 3 0
                                    

Berharaplah seolah harapanmu sudah terwujud. Ingat, inti dari terjadinya mukjizat itu adalah percaya, ya.
~Mesafira Scholastika~

Happy reading love🌻

Aku menatap setiap orang yang berkeliaran kesana-kemari. "Mesa," panggil Nadia dengan nada sedikit berbisik. Aku menolehnya yang sudah mendudukkan diri di sampingku.

"Kenapa, Nad?"

"Tolongin gue, please." Ia terlihat sedikit memohon.

"Tolongin? Tolongin apa?" Alisku menaut bingung.

"Lo tahu kan, tuh frater culas?" Aku mengikuti arah pandang gadis itu. Titik pandang itu jatuh pada Alivio. Pria itu terlihat seperti sedang menjelaskan tata perayaan ekaristi pada beberapa ajuda yang bingung dengan tugas mereka.

"Ooo, frater Al? Ia, tahu." Gadis itu mengangguk. "Dia kenapa?" tanyaku.

"Teman gue kan deman nih sama dia ...."

"Terus?"

"Dia minta gue buat ngasih cokelat ini buat dia."

Aku semakin bingung dengan pembicaraan ini. "Kaitannya sama gue apa?"

"Tolong dong kasih ini ke frater," ucapnya dengan wajah memelas.

"Enggaklah, enak aja. Ogah. Lo kasih aja sendiri."

"Lo kan dekat sama dia," ujar gadis itu.

"What!? Gue? Dekat sama frater Al? Waras lo?" sahutku.

"Enggak gue gak mau," tambahku sambil menggeleng ketika gadis itu kembali memohon dengan raut wajah memelas.

"Yaudah deh," pasrahnya.

Satu detik

Dua detik

Tiga detik

Melihat gadis itu yang tak kunjung pergi, rasa iba menghampiri hatiku. Aku membuang napas berat. "Jujur sama gue, cokelat ini dari teman lo atau dari lo?"

Wajah gadis itu yang tadinya memelas tampak berseri dengan seuntai cengiran dikedua sudut bibirnya. "Dari gue," jawabnya mangut-mangut.

Lagi, aku membuang napas berat pertanda jenuh. "Yaudah, sini!" ketusku.

Aku meraih sebatang cokelat berpita itu dan berjalan menuju pria yang tengah asik berbincang itu. "Uhuk, uhuk." Aku mencuri perhatian pria bernama Alivio itu dengan berpura-pura batuk. Saat pria itu menatapku, jantungku berdisko. Aku bingung harus memulai dari mana. "Em ..." gugupku. Aku menatap garang gadis di seberang sana yang menyemangatiku ria.

Nadia, maluuuuu:(

Saat pria itu hendak berbincang lagi dengan para ajuda, aku langsung menyambar dengan menyampaikan niat hatiku. "Frater ini cokelat dari Nadia." Aku berucap tanpa rem. Pria itu menatapku seolah bertanya, Nadia?.

"Ia, Nadia. Tuh, orangnya." Pada kata 'orangnya' nada suaraku memelan saat subjek yang kutuju hilang dari tempatnya. Aku membuang napas kesal saat pria di depanku menatapku seolah bertanya mana?

M E S A F I R A  ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang