12. Weekend

9 4 15
                                    

Hargailah waktumu sekarang dengan orang-orang di sekitarmu. Karena ketika mereka hilang dari sisimu, kau akan tahu betapa berartinya mereka dalam hidupmu dan betapa pedihnya menyesali kesalahan.
~Mesafira Scholastika~

Happy reading love🌻

Tubuhku yang lesu terlelap pulas dalam bungkusan selimut hangat. Aku ingin memanjakan diriku yang seminggu lalu telah berjuang melewati banyak obstacle yang terus menghantam mentalku. Tapi jujur, dengan semua masalah itu aku merasa lebih kuat dan tegar. "Huaaa ..." refleksku sambil meregangkan tulang-tulangku. Ragaku terasa sangat letih pagi ini.

Aku menatap kaget pada benda pipih ditanganku. Jam menunjukkan pukul 06.50, padahal misa sebentar lagi akan dimulai. Dengan waktu tersisa sepuluh, aku bergegas menuju kamar mandi dan mulai membersihkan diriku. Dengan secepat kilat aku keluar dan dengan asal mengambil outfit-ku.

Sebenarnya gereja di tempatku melakukan lima kali misa pada hari minggu, karena umat di paroki yang terbilang cukup banyak. Hanya saja aku sudah nyaman dengan misa kedua yang dilaksanakan pukul tujuh tepat.

"Ah sial, kunci motor!" Gerutuku sambil kembali menuju kamar mengambil kunci.

Secepat kilat aku menyalakan motorku dan keluar dari pekarangan rumah.

©®

Dari balik helm, kudengar suara nyanyian. Itu artinya misa sudah dimulai. Aku melepaskan helm segera, lalu berlari kecil memasuki gereja.

Aku menghembuskan napasku pelan berusaha menetralkan suhu tubuh. Aku berdiam sebentar dan mulai mengaungkan doaku. Usai berdoa, aku mengarahkan fokusku pada perayaan ekaristi yang sudah berlangsung sejak tadi. Mataku membulat melihat seseorang dengan jubah putih di atas altar. Aku menyipitkan mataku memperjelas. Oh tidak, dia adalah cowok dingin itu, Alivio. Sepertinya dia menjadi salah satu putra altar atau biasa disebut ajuda.

Firasatku tak meleset sedikitpun, dia bertugas menjadi salah satu lektor. Saat ia mulai menjalankan tugasnya, aku menatapnya intens. Entah kenapa, tapi sepertinya aku kagum padanya. Setiap kata yang keluar dari mulutnya seperti sudah dipahami betul olehnya. Pesan yang disampaikan oleh sabda itu pun tersampaikan jelas oleh intonasinya yang tegas.

Tuhan, minta yang kek gini dong;) batinku ngasal.

Aku yakin, semua kaum hawa yang ada dalam ruangan ini pasti kagum melihatnya. Ia terlalu tampan. Rahang tegasnya memberikan poin sempurna pada wajahnya.

Udah ganteng, keren, cuek, anak Tuhan pula. Huft! Pengen nikahin;) batinku semakin menjadi.

Aku tersenyum simpul mendengar suara hatiku. Andai Reyner seperti itu, pasti aku akan semakin menyukainya. Tapi tidak, Reyner adalah Reyner, dan Alivio adalah Alivio. Aku tak bisa membandingkan dua pribadi yang berbeda itu.

Setelah perayaan misa selesai, aku langsung menghampiri bunda suster yang terlihat sedang mencari sesuatu. "Selamat hari minggu, bunda," salamku pada bunda suster sambil manyalimi tangannya. "Nyari apa Bun?" Tanyaku sambil mengikuti arah pandangnya.

"Nyari pemilik rosario ini. Tadi ketinggalan di kursi," jelasnya sambil menunjukkan rosario itu. Aku mengangguk paham. "Kamu ada perlu sama bunda?" Tanyanya.

Aku cengengesan sambil mengangguk. Melihat tingkahku yang seperti anak kecil, wanita itu tertawa. "Em, tadi yang jadi lektor namanya siapa bunda?" Ucapku malu.

M E S A F I R A  ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang