19. Cemburu itu tandanya sayang! (?)

4 4 22
                                    

Sudah banyak jejak yang kucoba ubah, namun sepertinya aku harus kembali pada jejak itu.
~Mesafira Scholastika~

Happy reading love🌻

Aku menatap ruangan sekelilingku dengan sedikit bingung. Dengan keras aku berusaha mengingat kembali apa yang terjadi semalam hinggap akhirnya aku menginap di tempat ini-susteran-. Oia, aku ingat, semalam aku datang ke susteran untuk mencurahkan segala hal aneh yang terjadi beberapa hari ini pada bunda suster. Namun karena sudah larut, bunda suster menyuruhku untuk menginap saja. Aku patuh. Awalnya aku menolak, dengan alasan tak ingin meninggalkan ibu sendiri karena ibu sedang sakit. Namun setelah menerima pesan dari ibu bahwa ia akan kembali ke hotel, aku menyetujui permintaan bunda suster.

Aku menjalarkan tanganku mencari benda elektronik yang biasanya kupakai untuk menelpon dan beberapa keperluan lainnya. Aku mengetikkan kata 'mom' pada layar tersebut. Saat kontak itu nampak, aku menekan ikon telepon dan panggilan pun tersambung. "Halo Ma," sapaku.

"Mama dimana? Keadaan Mama gimana?"

"Mama lagi di hotel. Mama baik. Soal kemarin, Mama minta maaf, ya. Kamu baik di situ. Rajin belajarnya, ya. Mama tutup dulu soalnya mau meeting, bye." Panggilan dimatikan sepihak oleh ibu. Tapi tak apa, aku tak boleh mengambil hati sikap ibu yang acuh seperti itu. Aku yakin, ibu pasti punya alasannya sendiri.

Setelah memastikan keadaan ibu yang baik, aku keluar kamar mencari bunda suster untuk pamitan.

Drttt ... drttt ... drttt

Aku menekan ikon hijau. Panggilan tersambung. "Gue tunggu di luar."

Aku sedikit bingung bagaimana Reyner bisa tahu posisiku sedangkan aku sendiri belum memberitahunya. "Tahu darimana lo?"

"Sekarang bukan zaman batu, Sa. Hanya sekali klik aja gue tahu lo dimana. Gue tunggu di depan. Jangan lama ya," ucapnya.

Aku berdehem sebagai jawaban. Panggilan dimatikan. Aku mengurungkan aksiku mencari bunda suster saat melihatnya tengah berbincang dengan seseorang di seberang sana. Sosok itu tampak tak asing bagiku. Dan setelah mendekat, firasatku benar, subjek itu adalah Alivio. Mereka terlihat sedang membahas sesuatu yang penting. Niatku untuk menguping gagal karena terlebih dulu ditangkap basah oleh bunda suster. Aku melangkah maju kearah bunda suster sambil menyengir karena malu.

"Bunda, Mesa pamit, ya. Soalnya ada kelas jam sembilan. Makasih udah dengerin curhatan Mesa dan makasih juga buat tumpangannya." Bunda suster mengangguk. Ia lalu mengelus pundakku lalu berkata, "Lain kali kalo mau cerita ke sini aja ya. Bunda selalu siap buat dengerin curhatan kamu, oke?" Aku mengangguk sambil teersenyum.

"Ya sudah, bunda ke sana dulu, ya. Al, bunda duluan, ya," pamitnya.

Aku dan Alivio serempak mengangguki perkataannya. Aku membuang napas lega melihat pundak bunda suster yang semakin jauh. Seketika salivaku tertelan asal saat netraku dengan tak sengaja menangkap tatapan tajam bak elang itu. Ia menatapku tanpa ekspresi. Namun terlihat jelas, ia sedang mengertakkan giginya.

"Kamu_"

"Mesa!" Ucapan Alivio terpotong tatkala mendengar suara yang memanggil namaku. Kami menoleh. "Nggapain aja sih? Lama bet," ucapnya dengan wajah datar. Ia lalu menatapku dan Alivio secara bergantian. Bukannya menjawab pertanyaan Reyner, aku malah meminta Alivio untuk melanjutkan ucapannya. "Tadi mau ngomong apa, frater?" tanyaku.

"Kok pertanyaan gue gak-"

"Tolong ambilin jaket saya di ruang depan." Tanpa pikir dua kali aku mematuhi perintahnya. Langkahku terhenti saat merasakan sesuatu hinggap di pergelangan tanganku. Reyner menatapku tajam seolah tak menginginkanku untuk mematuhi perintah Alivio. "Lo bukan babu!" ucapnya tegas.

M E S A F I R A  ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang