Horror jelaslah bukan sesuatu yang bisa disandingkan dengan Pakin. Sedari awal ketika Luna menunjuk film horror, Pakin kontan memasang wajah lesu. Neo berkali-kali mencoba membelokkan niat Luna, tapi melihat tampang ayu dari gadis asal Lampung tersebut yang muram dengan pilihan Neo, Pakin pun tidak tega. Alhasil di sinilah dia berada. Dengan jantung kebat-kebit melihat penampakan di layar lebar. Didukung banyaknya jump scare di sepanjang film, kematian mengenaskan Pakin di sini bukanlah suatu hal yang mengejutkan.
"Tenang," bisik Neo tiba-tiba. Tangannya mengelus paha Pakin dengan lembut. Melihat itu, tidak butuh waktu lama, Pakin langsung menyambar lengan Neo dan memeluknya erat. Ini sungguh memalukan. Jika Luna tahu, Pakin pasti kebingungan mencari repihan mukanya yang sekarang berantakan di lantai. Mata Pakin terpejam erat. Karena tidak sanggup lagi melihat layar bioskop apalagi ditambah dengan alunan gending Jawa yang meremangkan bulu kuduk, Pakin membenamkan wajahnya di punggung Neo.
Si Anak Bisnis menggeleng kecil, tersenyum. Ia menggusak rambut keriting Pakin. Aroma melon menyeruak; menyetubuhi indra penciuman. Itu adalah wangi sampo yang sama dengan yang selalu ia gunakan; wangi yang sama pula yang ia ingat ketika mereka tengah study tour di Yogyakarta beberapa tahun silam. Awalnya Neo tidak pernah memerhatikan ini, tapi ketika ia membuka penutup mata, dan Mark Pakin terlihat di hadapan, candu terhadap raksi melon dari sibakan rambutnya benar-benar mampu meracuni pikiran. Ia mengambil napas panjang, dan feromonnya menggelinjang akibat wewangian dari Pakin. Ia usap lengan dingin Pakin dengan halus. Dielus terus sampai ke permukaan punggung tangannya yang berstuktur. Ia menggerayang kulitnya yang bergaris-garis lembut. Kerutan di setiap patahan ruasnya ia pencet-pencet mengikuti rangka tulang, rasanya yang lentur seperti meleleh di pucuk-pucuk indra peraba. Kemudian jemarinya terulur, meraba jempol, menggesek telunjuk, memberi pijatan kecil pada jari tengah, menyikat sela jari manis dan memilin kelingking, sebelum memasukkan jari-jarinya di antara celah jemari Pakin. Ia membalikkan telapak tangan Pakin, kemudian mengunci pertautan genggaman itu dalam cengkeraman kuat juga menenangkan. Seolah memberi kabar kepada Pakin bahwa ia tidak perlu takut, sebab Neo akan melindunginya.
Pakin menelan ludah, melihat bagaimana tangan besar Neo merangkum kepalan tangannya yang lebih kecil. Rasanya hangat dan tebal. Teksturnya yang agak kasar mengurut kulit tapaknya, membuat perutnya terasa kesemutan. Lipatan telapak mereka saling gosok, seakan-akan Pakin mampu merasakan aliran darah di pembuluh tangan Neo melepuh dalam genggaman tersebut. Mereka sering bergandengan, bahkan tadi di mal Neo juga menyelimuti telapaknya. Tapi sensasi yang ditimbulkan dari singgungan dua kepal daging sekarang memiliki imbas berbeda. Ia lebih intim, lebih mendebarkan sebab ada Luna di samping Neo, dan lebih sensual akibat penerangan gelap. Adrenalinnya berpacu menonjok tempurung kepala. Apalagi dengan jarak selekat ini, ekstrak kalamasi yang segar dan manis dari tubuh Neo menginvasi pikirannya ugal-ugalan. Dada Pakin berdebar tergesa-gesa. Lebih-lebih sewaktu jempol Neo mengusap punggung ibu jari dengan perlahan seolah-olah tengah mengampelas patung tanah liat, dengkul Pakin bergetar. Rasanya sedikit tegang kalau ketahuan Luna, tapi cubitan enak mengeluk kewarasan.
Dua jam bersama film horror adalah siksaan. Sekeluar dari ruang tempat pembantaian nyali tersebut, Pakin kabur ke kamar mandi. Kantung kemihnya kembung. Selain itu, udara dingin dari semburan AC yang menggigit kulitnya, membuat perut Pakin terasa begah. Ou... ini pasti buah dari beberapa hari ia luput mengonsumsi karbohidrat. Nasi terakhir yang menyatroni lambung Pakin kira-kira tiga hari kemarin. Sepanjang UTS ini memang Pakin tidur di kos-kosan Ohm, yang mengakibatkannya kekurangan gizi sebab Neo pun harus menghabiskan malam-malamnya dengan teman sejurusan. Sang sahabat memang kerap mengiriminya makanan via ojek online, tapi akibat kesibukannya menyantap materi-materi kampret, membuat makanan-makanan itu beberapa ada yang terbengkalai. Untung siang tadi Neo membelikannya nasi goreng. Hanya saja, pedas yang menyengat dari sesajian tersebut, tampaknya menyumbang rasa perih yang kini diderita Pakin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rengat
General FictionJika cinta adalah anomali, Mark Pakin siap menjadi edan untuk menyembah sosok Neo Trai--berhala erotis bernama sahabat yang ia cintai sebagaimana pemujaan Rahwana kepad Dewi Sita