Bab 17

170 16 0
                                    

"Oma barusan ngirim ayam ungkep buatmu, Kin. Dimakan sama Neo, ya? Nanti kamu tinggal goreng saja, jadi kamu nggak boros-boros uang hanya untuk membeli KFC."

Mendengar hal tersebut, mata Pakin membulat sempurna. Ia tertawa girang. Selama ini harga dirinya memang tidak pernah lebih mahal dari sekadar makanan-makanan saja. Memang murahan si keriwil ini.

"Oma memang the best. Nanti kalau paketannya sudah sampai, Pakin hubungin Oma."

"Kamu jangan lupa istirahat, Pakin. Tubuhmu itu jangan terlalu diforsir. Kalau kamu jatuh sakit, bisa habis pikiran Oma. Kamu hari ini sudah sarapan, kan? Jangan karena Oma menyunat anggaranmu kuliah kamu jadi alfa memberi hak-hak tubuhmu dengan makanan."

"Aman, Oma. Tadi Pakin sudah sarapan bubur ayam dekat kampus. Oma nggak usah khawatir sama kesehatan Pakin. Kuliah Pakin lancar, mungkin Pakin disibukkan sama tugas-tugas kampus, tapi sejauh ini bisa Pakin handle, Oma. Dan karena Pakin bukan anak organisasi, jadi waktu luang Pakin lebih banyak dari yang lain. Oma tenang saja. Yang harusnya khawatir di sini Pakin, bukan, sih? Oma nggak lupa minum obat, kan? Jangan banyak bergadang lho, Oma, nanti darah tinggi Oma kambuh."

Perempuan sepuh di seberang telepon itu tertawa. Dan itu menghangatkan perut Pakin. Ia yang baru saja menyelesaikan mata kuliahnya hari ini, memutuskan untuk berisitrahat di taman kampus ketika perempuan kesayangannya telepon.

"Kamu kalau khawatir sama Oma, ya sering-sering telepon Oma, dong, Sayang. Masa harus Oma yang selalu telepon, sih. Katanya kamu nggak punya kesibukan, tapi buktinya mana, Kin? Jangankan pulang, telepon saja hampir-hampir nggak pernah."

"Ya ampun Oma merajuk banget kayak remaja."

"Oh, jadi Oma harus jadi remaja dulu, nih, ceritanya biar bisa protes ke cucunya sendiri yang nggak mau pulang ke Bogor? Ini kamu kayak melupakan dan menelantarkan Oma, lho. Kalau fisik Oma kuat, mah, Oma bakal kunjungi kamu setiap hari di Jakarta. Kalau bisa masakin kamu."

"Ih, nggak gitu Oma maksud Pakin. Okay, iya, Pakin salah karena kelihatannya lupa sama Oma, tapi jujur enggak Oma. Cucu sinting mana, sih, yang bisa melupakan omanya sendiri? Apalagi kalau Omanya cantik banget. Pakin sih lebih takut kalau kelamaan Pakin di Jakarta, ada duda berondong yang ngelirik Oma."

"Dasar kamu, Kin. Suka banget ngegodain eyangnya sendiri."

Pakin tergelak. "Gimana kabar Oma?"

"Akan selalu baik-baik saja, Nak. Dan setiap mendengar suaramu, kebaikan itu lebih-lebih rasanya." Suara embusan napas besar terdengar. "Sampai sekarang rasanya bahkan untuk jutaan ampunan dan permintaan maaf Oma nggak—"

Tahu ke mana arah pembicaraan dari eyang utinya, Pakin langsung menyela omongan Oma, "Oma, kita sudah membicarkan ini dari dulu-dulu, dari sebelum kita bermigrasi ke tempat sekarang. Jadi biarin itu menjadi cerita lama. Tutup semua di situ. Pakin nggak lagi ingin mendengar Oma jatuh sakit karena kepikiran masa lalu. Namanya saja masa lalu, Oma. Letaknya nggak pernah ada di depan. Benar memang saat itu Oma salah, tapi sekarang Oma sudah menebus kesalahan itu semua, bahkan melebihi apa yang pernah Pakin harapkan. Pakin sayang banget sama Oma, jangan biarkan Oma menderita dengan menanggung rasa bersalah seumur hidup. Kehadiran Oma sekarang sudah cukup menghapus dosa-dosa di masa lalu."

"Apakah itu artinya sama dengan kamu, Kin? Apakah itu artinya kamu telah menghapus dosa-dosa yang nggak seharusnya kamu tanggung selama ini, Nak?"

Pakin terdiam, menggigit bibir.

Desahan napas payah Oma terdengar lagi. "Kalau bisa Oma memutar waktu, Oma benar-benar ingin membunuh masa muda Oma sehingga kamu nggak perlu menanggung beban sedemikian ini, Kin. Terserah Pakin mau ngomong bagaimana, tapi ada kewajiban di diri Oma yang mengharuskan Oma meminta maaf kepadamu setiap hari, di sisa umur Oma. Mungkin jatuhnya terdengar sedikit egois, karena permintaan maaf Oma nggak luput dari keinginan Oma menghapus rasa bersalah itu. Tapi apa pun yang telah Oma berikan dan korbankan padamu rasa-rasanya nggak pernah sepadan dengan neraka yang kamu jalani, Kin."

RengatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang