Bab 6

1K 33 1
                                    

Jika kalian sampai di bab ini tapi belum baca ulang bab 1 - 5 better kalian reread kos bab 1 - 5 beda banget selain hanya tokoh-tokohnya saja. dan itu sambung menyambung dengan alur di bab 6 sampai tamat. terima kasih. selamat membaca


"Kenapa wajah lo bonyok? Habis diseruduk banteng mana lo, Fourth?" Pakin mengeluarkan tanya begitu mobil van yang ia naiki bersama rombongan mapala GMM Collage sampai di pos perizinan Gunung Arujuno –Welirang.

Fourth Nattawat, mahasiswa DKV tingkat dua, hanya berdecih seraya memutar bola mata. "Lucu banget lo, Bang. Makasih, deh. Kita naik kereta bareng dari kemarin sore, dan bisa-bisanya lo baru nanyain kabar gue. Cukup tahu aja sih gue sama tabiat lo, Bang."

Pakin tertawa lepas. Ia beristirahat bersama belasan anggota pendakian lainnya sementara Ohm mengurusi simaksi anggota yang ia bawa. Sebenarnya kasihan juga membiarkan Ohm mengurusi keperluan sendiri. Tapi melihat ada Neo Trai yang gabung membantunya, menarik kembali keinginan Pakin mengulurkan pertolongan.

"Biasa, Bang. Menang balapan tapi musuhnya nggak terima dikalahkan sama bocil ini. Jadi deh, dia dihajar rame-rame pas lagi di Petra." Winny, teman seujurusan Fourth, menjawab pertanyaan sang kating. Ia menerima pemberian nasi kotak dari seorang porter dan, bersama yang lain, menyantap menu nasi rames tersebut sebelum acara pendakian dimulai. "Gue sebenarnya udah khawatir, Bang. Malam itu rencananya gue mau nemenin dia kerja. Tapi tai lah, adik lo keras kepalanya kayak apa. Bisa-bisa dia kabur kalau gue atau Satang nemein dia."

"Sok jagoan lo, Cil," salak Pakin, menggigit gemas ayam bakar yang bumbunya begitu menendang.

"Please, deh, kalian. Gue nggak sekecil yang kalian kira." Fourth mengambil sayuran yang Pakin pinggirkan di bungkus nasinya. "Dan gue bisa berdiri di atas kaki gue. Cuma luka kecil kayak gini, gue nggak bakal mati dengan mudah. Gue udah pernah mendapatkan yang lebih buruk dari ini, omong-omong."

Ada sesuatu yang sepertinya tercebur dalam cawan kekhawatiran ketika sang adik tingkat mengudarakan kalimat barusan. Pakin melarikan pandangan pada seniman cilik tersebut—sebenarnya tidak cilik seperti yang Fourth aklamasikan, tapi di antara jajaran teman-temannya, tinggi tubuh Fourth yang tidak mampu mengejar mereka, membuat para kawan sering meledeknya kecil. Ia mengenal Fourth ketika sang adik tingkat meminta pertolongan di hari pertama dia mengikut ospek kampus. Cowok tersebut melupakan name tag yang merupakan hal wajib dibawa ketika ospek. Dan Pakin yang saat itu tengah sibuk mengantre fotocopy di seberang kampus, membantunya begitu saja.

Sebenarnya Pakin tidak begitu mengenal Fourth. Laki-laki itu memang ceria jika berada di lingkungan yang ia kenal. Tapi di luar itu, Pakin bahkan menyangsikan diri bahwa ia tidak ingin berurusan dengan Fourth. Karena percayalah, Fourth Nattawat ketika dalam mode diam adalah musibah. Diamnya begitu mengerikan. Diamnya menguarkan aura mencekam. Mata cokelatnya akan menatap tajam, dan hunusan dari pandangan itu mampu menggetarkan keberanian siapa pun yang menatap.

Pakin tidak tahu apa yang sebenarnya disembunyikan di balik cokelat matanya yang berair laksana embun pukul setengah lima pagi. Tapi rupa-rupa apa pun yang matanya pancarkan, selalu mampu membuat Pakin memiliki keinginan untuk merengkuhnya dalam dekapan perlindungan. Pakin sangat yakin, seperti kata Fourth barusan, ada luka entah apa yang membuat pemuda tersebut begitu menakutkan.

"Lo baru keluar dari rumah sakit minggu lalu, Fourth. Apakah nggak bahaya kalau lo ikut pendakian ini?" Satang bertanya. Seperti Winny, Satang satu rumpun dengan Fourth. Ketiga pemuda itu sering mengusili kenyamanan Pakin menikmati kampus tahun ketiganya. Mereka bisa datang ke kos-kosan pemuda berambut keriting tersebut tanpa pemberitahuan, dan nginep di sana bahkan sampai berminggu-minggu. Membuat persediaan sabun dan samponya sering habis sebelum waktunya. Emang anak setan.

RengatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang