Bab 25

141 14 2
                                    

"I think it's enough, Kin." Drake mencoba memutus ciuman Pakin yang menuntut. Ia tertawa kecil ketika pria itu menggeleng, dan kembali merebut bibirnya dalam ciuman panjang. Ia memang sangat menyukai ciuman, dan pagutan mulut Pakin tidak bisa dimungkiri adalah jawaranya. Drake sampai terheran sendiri, dapat kemampuan berciuman hebat dari mana Pakin? Kenapa pemuda yang jika dilihat dari luar tampak tidak keru-keruan dengan rambut keriting itu, justru mampu membuat kewarasannya dipertanyakan hanya dengan dicium seintim ini? Sejak Pakin menumpang di apartemennya, sudah tidak terhitung berapa kali mereka ciuman yang berujung dalam persetubuhan panjang dan panas. Drake sangat menggemarinya, karena ternyata Pakin benar-benar partner sanggama yang sama-sama kelaparan setiap malam. "Hei. Setelah acara lo nanti, lo akan mendapatkan semuanya." Drake benar-benar kewalahan.

Pakin mendengus, lantas menjauh untuk menyulut sebatang rokok. Sekarang pukul sepuluh. Pukul dua belas dia harus sudah ada di gedung teater untuk melakukan geladi resik, dan pukul tujuh malam adalah puncak dari pertunjukan monolognya. Jujur, Pakin sangat tidak sabar. Sejak ia menghubungi Nanon dan Captain subuh-subuh, Pakin menghabiskan waktu di gedung teater untuk berlatih — sepanjang hari, di sepanjang minggu ini. Bahkan ia sendiri yang menggambar konsep untuk penataan panggung, dan Captain yang takjub dengan tema yang dibawakan Pakin, dibuat semakin tidak berkutik ketika Pakin menunjukkan gagasannya tentang penampilan nanti. Sejak ia berlatih, para anggota teater sudah disihir oleh pertunjukannya. Cerita yang dibawakan Pakin kali ini tidak dimungkiri bahkan melonjak tinggi melebihi seluruh ekspektasi mereka. Bahkan diam-diam air mata Nanon merembes sewaktu melihat Pakin bermonolog. Itu adalah drama paling pilu, dan paling menimbulkan kekosongan dalam dada.

"Lo kelihatan semangat banget hari ini."

"Jelas. Pada akhirnya gue bisa kembali pentas di atas panggung dan merebut atensi dari para penonton. Gue nggak sabar. Lo jangan sampai ketinggalan penampilan gue atau lo akan menyesal nggak melihat artis hebat ini menunjukkan aksinya."

Drake tertawa gemas. Ia mengambil gitar dan memeluknya ketika memutuskan untuk bermain. Pakin terlihat nyaman di kursi gaming di depan meja kerjanya.

"Nggak merasa grogi sama sekali emangnya? Gue jadi penasaran, para artis tuh kalau mau tampil bisa merasakan gugup juga, nggak, sih?"

"Ya pasti, lah. Bahkan jika lo merupakan artis dengan jam kerja tinggi, nervous itu bakal tetap ada saat akan bertatap muka langsung dengan para penonton. Hanya saja, kebahagiaan gue mengalahkan ketakutan gue. Ini adalah mahakarya gue, Drake, dan gue ingin memberikan yang sempurna kepada para penonton."

"Mungkin nggak sesempurna itu juga, kali, ya. Kalau-kalau lo lupa, nilai sepuluh itu hanya milik Tuhan."

Pakin tertawa senang, mengembuskan asap rokoknya dengan riang. "Lo salah, Drake. Penampilan gue kali ini akan menggeser eksistensi Tuhan karena gue akan merebut nilai sepuluh itu dari kekuasannya. Gue nggak akan membiarkan para penonton keluar gedung dengan membawa kekecewaan selain decak kagum kepada gue. Sudah saatnya gue bersinar menggantikan Nanon. Penampilan Mark Pakin yang sekarang bahkan nggak ada yang bisa dicela selain hanya bisa dipuja."

Drake terdiam sementara jemarinya memetik pelan senar gitar, menciptakan nada alunan pelan yang sedikit sendu. "Apa yang akan lo pentaskan nanti, Kin?"

"Nggak surprise, dong, kalau lo gue kasih tahu sekarang. Lo, Neo, Luna, dan seluruh sahabat gue sudah gue pesankan tempat duduk paling strategis yang bisa melihat penampilan gue dengan jelas. Jadi kalian nggak usah khawatir nggak bisa melihat gue. Pastikan lo mengabadikan pertunjukan gue dan mengunggahnya di akun sosmed lo agar dunia semakin tahu bahwa ada artis hebat kelahiran Bogor di GMM." Tawa Pakin membahana.

"Gue jadi takut kalau kayak gini caranya."

"Takut bagaimananya?"

"Lo sepercaya diri ini, hampir-hampir mendekati keangkuhan, kalau nanti mendapatkan kesalahan, lo akan merasakan kekecewaan hebat. Sebagai manusia nggak ada yang namanya luput dari kesalahan, kan? Gue hanya nggak ingin lo dikecewakan oleh ekspektasi lo sendiri."

RengatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang