Bab 24 🔞🔞🔞

361 10 0
                                    

Bunyi petikan gitar terdengar, kawin dengan suara ukulele, detik berikutnya merdu vokal Richard membawakan Tiga Pagi memeluk ratusan penonton konser. Keriuhan menyambut lagu bermelodi kalem tersebut. Lautan manusia memantulkan bait-baitnya untuk bernyanyi bareng.

Dalam diam

Ada luka

Yang tertawa riang

Wangi melati menyuruk hidung Pakin ketika Luna menyandarkan tubuh di dadanya, sementara ia sibuk mengabadikan Fletch yang tengah menyihir para pentonton menggunakan ponsel pintar. Pakin tersenyum melihat gadis ini, lantas menggeleng-geleng gemas. Pakin tidak pernah mengira bahwa perempuan seindependen dia bisa semanja sekarang. Selama seminggu utuh Luna meneror Pakin untuk menemaninya menonton konser di Kemayoran. Tentu saja Pakin menolak. Selain karena ia tidak pernah bisa mempersilakan Luna, perang dinginnya dengan Neo adalah segala sesuatu yang jelas bermuara pada tidak. Tapi Pakin lupa bahwa Luna adalah perempuan gigih. Tiada hari tanpa pesan-pesannya berisi permohonan. Pakin berkali-kali meminta Luna untuk mengajak Neo, tapi Neo yang memiliki jadwal di kampus saat hari konser itu diadakan, membuat Luna bersiteguh membujuk Pakin. Dan Pakin yang sudah tidak mampu lagi memberikan penolakan, ditambah luka benjut di wajahnya telah pulih, akhirnya menerima ajakan Luna.

Ternyata keputusannya tidaklah buruk. Pikirannya sedikit fresh saat ikut bernyanyi bareng, atau melonjak dan menggerakkan tubuh. Berada dalam kepungan orang-orang berenergi positif kelihatannya membawakan pengaruh baik.

Ribuan cahaya

Hilangkan gelap

Menatapmu

Tak kuasa

Ku terserap

Sebelah tangan Pakin melingkari perut Luna, lalu ia menyeret tubuh gadis itu melekat. Ia tumpukan kepalanya di atas kepala Luna, dan aroma sampo buah-buahan menginvasi kepalanya. Gema tepuk tangan merebak seakan-akan meladakkan langit sore ketika Fletch merampungkan lagunya. Luna meloncat-loncat heboh dalam pelukan Pakin.

"Aduh, sorry, Kin, lo jadi harus megangin gue gini daripada nikmatin konsernya," Luna berbisik di telinganya.

Pakin tersenyum, mengusap perut Luna lembut, lalu berujar, "It's okay. Gue suka, kok. Lonjak-lonjak sesuka lo, gue jagain. Gue menikmati konsernya. Nggak usah merasa bersalah."

Lagu berikutnya Sadajiwa dialunkan, dan Arena Jiexpo seperti bergetar ketika para penonton berseru gegap gempita. Pakin ikut merasakan ambience para penggemar. Kendati ia tidak begitu mengenal band-band indie, Fletch mungkin sedikit pengecualian. Nanon yang merupakan fanboy dari sang vokalis, sering memainkan musik-musiknya ketika ia dulu berlatih teater.

Luna yang semakin aktif ketika malam menginjak, membuat Pakin benar-benar kewalahan. Ia lantas memeluk perut Luna dari belakang dengan kedua lengan, dan menumpukan wajah di pundaknya yang ramping. Perempuan itu tertawa kecil, memberikan Pakin ciuman karena laki-lakinya manis sekali malam ini. Pakin menyambut ciuman Luna dengan senang, sebelum kembali mengikuti konser sampai rampung pukul sepuluh malam.

"That was incredible insane. Gue suka banget sama mereka sejak album Konotasi. Oke, mungkin gue fomo, ya, karena suka saat Tiga Pagi viral, but after I looked further, Laraku Pilumu, Angin Hujan, sampai Blue Dawn tuh enak banget. Their music genre is totally undoubtly my fucking taste. Setelah Sheila On 7, mungkin ini kali pertama gue bisa sejatuh itu sama band."

Pakin tertawa mendengar keantusiasan Luna bercerita sementara ia sibuk mengemudi mobil menuju apartemen perempuan ini.

"Being a fomo is nothing to be ashamed of, kok, Lun, tenang aja. Malah bagus buat artisnya gue rasa, sebab penjualan tiket mereka turut didongkrak oleh partisipan para fomo. Apa yang kita suka, kan, nggak serta merta disukai banyak orang. Jangankan selera musik, selera menu nasi padang aja banyak yang berbeda. Sedangkan kalau nggak ada para pendengar, pemusik hanya akan menjadi peracau sendirian."

RengatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang