Bab 31

115 8 0
                                    

"Nyooo... ini ulah lo, kan, yang ngisiin pulsa gue sejuta? Lo sinting apa gimana, sih? Pulsa sejuta buat apaan, Anjeng? Mau nyiram tanaman Shopee sehari tujuh kali biar kayak orang tawaf? Gue emang miskin, Nyo, tapi bisa, nggak, sih, nggak memperlakukan gue kayak orang minta-minta? Gue heran banget sumpah sama orang-orang ini. Kenapa mereka suka banget menghambur-hamburkan uang untuk gue? Kek, apakah wajah gue mirip kotak amal yang butuh disantuni seperti fakir miskin? Bangsat! Nggak lo, nggak Andrew, nggak semua, kenapa saat melihat gue kayak melihat badan amal? Gue emang miskin ya, Tuhan, tapi gue masih bisa ngeprovide kebutuhan gue. Gue aja bisa membayar uang UKT gue, ya kali untuk urusan pulsa aja gue nggak mampu. Lo kenapa diam aja, sih, Nyo? Lo seneng, ya, melihat gue ngomel-ngomel nggak jelas untuk santunan anak piatu dari lo ini? Capek banget tahu, nggak, teriak-teriak sampe urat-urat nonjol. Udah tahu hari ini kita balik ke Brussels, tapi ada aja kelakuan rakyat yang nggak ditanggung pasal 34."

Neo tersenyum melihat Pakin meracau tidak jelas di atas kursi roda sambil mengutak-atik ponselnya. Ia berjalan mendekati Pakin, menangkupkan kedua tangan ke sepasang rahangnya, membuat Pakin mendengak, lantas membubuhkan kecupan singkat di dahinya. Saat Pakin memutar bola mata lalu menepis tangannya, senyum Neo semakin lebar, memperlihatkan lesung pipitnya yang menggemaskan.

"Oh, boy, it's barely morning, and we've got a ringside view of the young lovebirds in action. How about some sympathy for the single folks here?" seru Andrew di meja makannya. "I'm about to hit the road. I really need some energy, but guess what I stumble upon? My kid, right in front of me, locking lips with their sweetheart, mere inches from my view. Ah, the joys of early mornings!"

Neo tergelak, meninggalkan Pakin yang merengut butuh penjelasan, dan mengambil tempat duduk untuk mendapatkan sarapan.

"What's my youngster been spouting off to you? How on earth do they keep the conversation flowing like a river?" Andrew berbisik penasaran, menyenggol lengan Neo untuk mendapatkan atensi. Ia harus tahu formula yang dimiliki Neo supaya pemuda pucat berambut keriting itu bisa ngobrol panjang lebar pula dengannya. Tidak enak sama sekali rasanya ketika ia ingin ngobrol banyak dengan anaknya, tapi hanya ditanggapi oleh diam dan diam.

"Pakin said he loves me so bad. He swears he'd go nuts without me!"

"Why the marathon of words for a simple 'I love you'? Spill it!"

"You've got to believe me, Sir, your child's got this one-of-a-kind love lingo, and I'm absolutely lovestruck by it."

"Aku bisa mendengarkan kalian kalau kalian mau tahu." Pakin mendengus, membuat Andrew dan Neo terkikik geli. Ia mendorong kursi rodanya mendekati meja makan, dan melihat menu sarapan — yang lagi-lagi — dalam porsi lewah di sana. Andrew dan obsesinya mengenyangkan perut Pakin benar-benar mengerikan. "And, is it really necessary to buy me a million worth of credit, for God's sake? I can handle my own phone credit. I'm not someone who asks for things."

"Who's calling you a beggar, Kin? I just want to make sure you always have enough credit to reply to my calls or messages. You've been silent to my calls all last month, and I can't help but worry about what might be happening to you."

"Why don't you realize that I'm just being lazy and not responding to your messages? It's as simple as that, right? You don't have to splurge so much on credit just for me."

Neo mengacak-acak rambut Pakin dengan gemas, kemudian tersenyum semakin lebar. "Iya, Sayang, lain kali aku izin dulu kalau mau ngisiin pulsa kamu."

"Anjing, Neo. Kenapa... pake sayang-sayangan, sih? Aku kamuan juga lagi."

"Habis lo nyerocos terus dari tadi, sih. Lo pikir mental gue kuat ngelihat bibir merah lo kalau lagi ngomel-ngomel? Nggak kuat banget, anjeeeng. Dah pengin gue telanjangi lo di sini, tapi nanti gue dideportasi bokap lo."

RengatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang