Bab 19 🔞

599 21 1
                                    


Pakin tidak pernah mendapatkan kejutan di sepanjang kehidupannya. Apalagi ketika ia masih tinggal bersama Bunda dalam lingkungan kemiskinan struktural yang paling mencekik iman dan takwa, kejutan hanyalah nama lain dari sepiring nasi berteman telur mata sapi; mustahil. Ia tidak pernah benar-benar tahu bagaimana kaget diberi sambutan yang tidak ia duga. Untuk acara ulang tahun sebagai contoh. Bukannya mendapatkan kado-kado menghangatkan hati, yang ada justru sebaliknya. Acara ulang tahun pertama Pakin yang Bunda rayakan berujung malapetaka. Pakin bahkan sampai memuntahkan bayam kocok sebagai menu sarapan dan makan siangnya, saking hebatnya trauma yang Bunda beri yang tidak mampu Pakin ampu dalam tubuh kecil itu, dan sialnya sampai sekarang, perayaan ulang tahun itu menjelma hantu yang ketika Pakin sibuk mengerjakan laprak, ia menggibah dengan hantu-hantu lain di sepetak kos-kosan Pakin.

Pada perayaan pesta kelulusannya pun, momen kejutan yang diam-diam kehadirannya Pakin damba agaria memiliki—paling tidak—satu momentum penting dalam sejarah—tidak menghampiri Pakin. Lagi dan lagi di pesta kelulusan itu berubah menjadi bencana alam. Pakin datang ke sekolah telat tiga jam dari pengumuman, sebab Pakin harus mengurus Bunda yang teler setelah melakukan persanggamaan kesekian malam itu dengan orang yang ke sekian pula. Pakin ingin Bunda hadir ke acara kelulusan, maka tidak ada jalan lain selain menyeret tubuh Bunda yang limbung ke kamar mandi, dan membersihkannya. Keinginan untuk mendapat kejutan saat menggandeng tangan Bunda masih berdegab di dada Pakin, sampai ternyata sekolah sudah hampir tutup, dan beruntungnya wali kelas Pakin masih di ruangan, sehingga Pakin bisa mengambil ijazah kelulusan. Momentum kejutan pun terlewat begitu saja dari hidup Pakin.

Tidak ada yang berarti, tidak ada yang berharga. Hari-hari Pakin setelahnya berubah dari neraka menjadi superneraka—Pakin tidak mampu mencari definisi yang tepat pada saat itu. Ini sudah bulan ketiga Bunda tidak beranjak dari kos-kosan. Biasanya Bunda berangkat kerja pagi-pagi, dan pulang ketika petang menjelang. Tapi Pakin tidak tahu apa yang terjadi, tiba-tiba saja dalam suatu hari, Bunda tidak lagi berangkat bekerja. Bunda tidak lagi mendapatkan gaji. Bayam kocok itu memang tidak lagi menyambangi, tapi sebagai gantinya, Pakin dipaksa sarapan air gula yang membuat perutnya selalu kembung. Suara lantang Bunda yang setiap hari terdengar ketika Pakin mempersiapkan diri untuk sekolah memang tidak lagi bersuara, tapi sebagai gantinya, kos-kosan mereka benar-benar telah menjadi rumah bordil. Tamu-tamu Bunda datang silih berganti, suara perkawinan itu terdengar tanpa henti. Ketika Pakin membaca buku, ketika Pakin makan malam, ketika Pakin mengerjakan PR sekolah, bahkan ketika Pakin turut tidur di samping Bunda, suara-suara desahan Bunda dan para lelaki membuat Pakin muntah hampir setiap saat.

Hidupnya tidak pernah memiliki warna lain selain gelap seperti jelaga. Jadi ketika pintu hotel tempat ia akan debut menjadi lonte itu terbuka, Pakin heran bukan kepalang ketika tiba-tiba saja jantungnya merenyut hebat. Degupnya bertalu sampai memekakkan telinga. Darahnya seperti dipompa dengan hidrolik kecepatan tinggi, mengalir deras yang kemudian meledak-ledak ke seluruh tubuh, menjadikan putih kulitnya merebakkan warna merah. Jika ini definisi yang didapat dari efek kejutan, maka Pakin bersumpah, malam itu adalah kali pertama Tuhan menjatuhkan momentum yang Pakin sepuh dari kecil.

Mas Force ada di sana, mengenakan kemeja garis-garis yang sama seperti pertemuannya dengan Pakin tadi siang di kansas untuk membicarakan Perempuan Pukul Empat Pagi, dengan kacamata bulat berframe hitam yang sama pula, dengan celana kain berwarna krem yang masihlah sama.

Pakin membuka mulut, tapi karena tidak tahu harus ngomong apa, ia pun akhirnya terdiam, lantas menelan ludah dalam-dalam.

"Sudah sampai? Tadinya mau saya barengin ke sini, atau kalau perlu saya jemput. Tapi ternyata saya masih ada keperluan di kampus jadi saya nggak punya banyak waktu."

Man, kenapa orang itu ngomongnya kayak mereka akan berdiskusi masalah sastra? Masalahnya Mas Force menghadapi Pakin seperti orang biasa saja gitu. Tidak yang ada indikasi bahwa mereka akan nganu-nganuan, dengan Pakin sebagai lonte freshgraduate yang tidak mendapat ilmu apa-apa dari germonya—Drake sialan.

RengatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang