“Kau tau? Kulihat ada perundungan lagi, oleh pelaku dan korban yang sama. Aku heran, bagaimana bisa luka ditubuh Reno hilang sekejap dalam satu malam saja?” celetuk seorang pemuda yang baru saja kembali duduk berkumpul bersama temannya.
“Benarkah? Menurutmu, bagaimana hal itu bisa terjadi? Bukankah itu tidak masuk akal, jika bekas lukanya saja tidak ada?” sahut temannya yang duduk tepat di seberangnya.
“Kau benar, aku pun sama bingungnya.”
“Maaf. Tapi, apakah Reno Ardelino yang kalian maksud adalah siswa kelas XI-3 yang selalu terlihat menyendiri itu?” timpal seorang siswa dari meja lain yang tak sengaja mendengar obrolan dua lelaki itu.
“Wah, kau mengenalnya juga?”
“Tentu aku mengenalnya. Omong-omong, terima kasih atas infomasinya, ya,” seru pemuda tadi seraya pergi meninggalkan kedua pemuda tadi.
ᕙ(⇀‸↼‶)ᕗ
“Reno.”
Seseorang yang merasa dirinya dipanggil itupun menolehkan kepalanya pelan seraya meringis menahan sakit. Sedangkan gadis yang memanggilnya tak langsung mengutarakan maksudnya, namun lebih dulu mengecek keadaan tubuh pemuda itu yang penuh dengan luka.
“Lihat, 'kan, sudah kubilang dari awal, lebih baik kau lawan mereka! Memangnya kau tak menyayangi dirimu sendiri, ya? Tak ada satu orangpun yang menyukai rasa sakit. Sedangkan kau? Sulit sekali rasanya bagiku memberitahumu untuk menghindari hal-hal yang dapat menyakitimu,” oceh gadis itu, tanpa mempedulikan reaksi lawan jenis didepannya yang nampak datar sedari tadi.
“Lantas, apa kau tak merasa lelah dengan cibiran gadis-gadis itu, melihatmu yang terus mencoba mendekati laki-laki aneh sepertiku?” ucap Reno membalikkan keadaan, mungkin sedikit memperingati bahwa yang merasakan hal yang sama bukanlah hanya dirinya.
“Astaga, kau ini! Aku sedang membicarakanmu, bodoh! Mengapa kau seolah memutar balikkan fakta! Sudahlah, lebih baik aku antar kau ke ruang kesehatan untuk mengobati lukamu sebelum terkena infeksi nantinya!” gerutu si gadis.
“Tak perlu, aku harus pergi ke kelas sebelum jam pelajaran dimulai, besok pagi lukanya akan segera sembuh, kau tak perlu se-khawatir itu,” lirih Reno dengan sedikit susah payah, mengingat sudut bibirnya yang luka membuatnya sedikit susah berbicara.
“Terserah kau saja. Ayo, kubantu kau berjalan.”
Reno hanya diam mengikuti semua perlakuan gadis itu padanya. Satu-satunya gadis yang selalu menolongnya dan tak sungkan atau merasa malu jika berada dengannya. Baru beberapa melangkah, sudut matanya tak sengaja menangkap seorang lelaki yang memperhatikannya dari kejauhan dengan tatapan yang tak mampu dimengertinya.
“Maafkan aku.”
Dari gerakan mulutnya yang sedikit dimengerti olehnya, Reno hanya menghela nafas dan mulai memfokuskan pandangannya ke depan. Ia pun sama bingungnya, tak tahu harus bagaimana merespon orang tersebut.
Dan untungnya, gadis tadi membuka suara, memecah keheningan dan mengalihkan pikiran Reno dari siswa tadi, “Omong-omong, beberapa siswa terlihat membicarakanmu di kantin tadi, katanya mereka melihat lukamu hilang begitu saja tanpa bekas luka sedikitpun hanya dalam satu malam.”
“Lantas?”
Gadis itu mengerang menahan kesal dengan kepolosan atau mungkin sikap acuh tak acuh Reno dengan respon orang-orang terhadapnya, “Astaga, kau tak mengerti? Kau bisa jadi bahan cibiran lagi karena tingkahmu yang membuat salah paham orang lain,” sungut si gadis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bonjour, Prince! [Lee Know]
Fanfiction[End] Terlahir sebagai seorang anak dari Raja dan Ratu mungkin terdengar menyenangkan bagi sebagian orang. Lagipula, siapa yang tak suka terlahir di keluarga yang kaya raya, dan di istana yang megah? Ya, ada. Sang anak itu sendiri. Disaat ia memilik...