04 | Benang Kusut

8 6 2
                                    

Dalam perjalanan pulang sehabis sekolah kali ini Reno tak bersama Jay, karena satu dan lain hal yang membuat Jay tak bisa bersamanya. Dan disuatu tempat, ia diperlihatkan dengan satu kejadian.

"Luna?"

Karena salah satu dari mereka adalah Luna, membuat Reno terdorong untuk menolongnya. Ia menarik lengan gadis itu dengan cepat sebelum pria didepannya melakukan sesuatu yang tak terduga.

Jelas hal itu membuat pria setengah baya di depannya murka pada Reno, "Jangan kau ikut campur urusan orang lain! Apa maumu kemari!" sentak pria itu. Reno dengan wajah datarnya hanya mengangkat bahu.

"Kau ayah yang bodoh, tak ada sama sekali orang tua yang mengajarkan kekerasan pada anaknya sendiri kecuali orang tua itu tak berniat memiliki anak, dan jika semuanya terlanjur terjadi, kau yang harus dihukum, bukan anakmu yang menjadi korban dan membuat mentalnya menderita seumur hidup," jelas pemuda itu.

Luna yang sedang menyimak ucapan Reno itupun sedikit terkejut. Ia tak mengira Reno mengetahui bahwa pria itu Ayahnya, bahkan teman-temannya pun hanya mengira pria itu hanyalah pamannya.

Dan yang lebih mengejutkan lagi, Ayahnya justru diam membatu. Luna tau sekali ayahnya bukanlah tipikal orang yang gampang ditaklukan, beliau dengan mudahnya membalikkan perkataan orang lain.

Dan karena pria itu terus terdiam, Reno melanjutkan ucapannya, "Jika kau tak suka pada anakmu sendiri, biarkan hidupnya tenang dan terus bertanggung jawab atas hidupnya selama ia belum sepenuhnya dewasa. Kuharap kau tak lebih kekanakan dari anak kecil yang berebut mainan."

Pria setengah baya berstatus Ayah dari Luna itu benar-benar berhasil ditaklukan oleh seorang Reno Ardelino, sepertinya untuk hari ini. Luna masih terpaku dan bahkan ia tak bisa merespon apapun dengan yang pria itu lakukan padanya sekarang.

Bagaimana bisa seorang lelaki biasa seperti dia mampu membuat ayahku terdiam membisu? Batin gadis itu, menatap kepergian Reno yang semakin tak terlihat oleh netranya.

ᕙ⁠(⁠⇀⁠‸⁠↼⁠‶⁠)⁠ᕗ

"Hai!"

Reno menatap datar gadis disampingnya dan melanjutkan langkahnya, meninggalkan gadis itu karena netranya yang menangkap kehadiran Jihan, "Jihan!" seru Reno, yang tak ditanggapi oleh gadis itu.

Rupanya dia masih marah?

Reno merasa tak ingin diam, ia terus mengikut langkah gadis di depannya hingga ia tersadar dan memarahinya, "Apa lagi yang kau mau? Mengapa kau terus mengikutiku?" tanya Jihan dengan nada emosi.

"Aku tak mengikutimu, aku hanya mencari jejak seorang gadis yang selama ini menemaniku, yang bisa menerimaku disaat orang lain berusaha mengucilkanku. Dan sepertinya aku tak dapat menemukannya," ucapnya pelan.

"Berhenti berbasa-basi! Aku tak suka sikapmu saat ini!"

Dengan wajah tenang, Reno menatap wajah gadis itu sembari berkata, "Lalu apa yang harus kulakukan jika aku hanya diam pun kau tak peduli lagi? Apa kau membenciku sama seperti semua orang, sekarang?"

"Lalu untuk apa aku terus berteman denganmu jika kau telah memiliki gadis yang layak kau sayangi! Kau ingin aku dan dia bermasalah karena kau masih berhubungan denganku?!" gertak Jihan, yang tanpa sadar ia telah mengeluarkan isi hati yang seharusnya ia sembunyikan.

"Jadi, kau lebih percaya mereka daripada diriku sendiri, ya? Terserah. Lagipula aku bukan tipikal orang yang rela berlutut demi mempertahankan seseorang, jika kau tak ingin berhubungan lagi denganku, maka kuputuskan aku akan pergi dari hidupmu," ucapnya sebagai akhir dari dialog keduanya.

"Reno! Tunggu!"

Reno langsung menghentikan langkahnya tanpa membalikkan badan, menunggu ucapan dari Jihan yang dijeda. Sedangkan gadis itu sedikit terkejut dengan cahaya berpendar berwarna cokelat gelap yang menguar ditubuh Reno.

"Aku... tak suka dengan rumor dari orang lain, jika gadis yang kau benci justru mampu memilikimu. Aku yang hanya ingin berteman denganmu saja sulit membuatmu menerima kehadiranku," lirih Jihan dengan malu-malu.

"Terserah dengan semua opinimu itu, jika hal sekecil itu mampu merusak pertemanan lebih baik aku pergi dari tempat yang tidak aku kenali ini." Kiranya gadis itu, ada sedikit kemungkinan dari Minho menerimanya kembali. Namun ternyata, tidak?

"Sekarang aku hanya berusaha meluruskan semuanya! Kenapa kini kau... benar-benar marah padaku? Perasaan wanita begitu sensitif, harusnya kau tahu itu karena ibumu pun wanita," ujar Jihan yang belum menyerah.

"Jangan pernah kau bawa nama Ibuku! Kau yang sedari awal memancing emosiku dan sekarang kau mencoba membalikkan fakta dengan menyebutkan Ibuku dalam opinimu?" Tubuh gadis itu bergetar karena terkejut dengan suara Reno yang semakin meninggi.

"M-maaf, aku tak bermaksud. Dan maaf, kuharap kau hati-hati karena cahaya itu muncul lagi." Gadis itu belum beranjak dari tempatnya berdiri, padahal sebelumnya Reno kira setelah mengatakan hal itu Jihan akan pergi begitu saja dengan perasaannya yang sedikit kecewa.

"Aku harap kau sedang tak bersandiwara agar terlihat seperti korban yang baru saja aku sakiti disini. Dan perlu kau ingat bahwa disini aku tak hidup dengan bergantung padamu, jadi jika sekiranya kau membutuhkanku, silakan datang dengan langkah kakimu sendiri."

Hal yang diucapkan Reno seketika membuat Jihan tersentuh dan mengangkat pandangannya, melirik tubuh tegap yang kini mulai melangkah menjauhi dirinya. Hanya Ibunya yang mampu membuat Reno tak bisa menahan emosi, dan selain dari itu semua, Minho memanglah sebaik itu. Aku pasti bisa!

"Pangeran Rhison...."

Suara itu. Suara seorang wanita yang sudah lama tak didengarnya. Namun, yang membuatnya bingung ialah bagaimana bisa wanita tersebut mampu menembus pembatas yang ia buat? Reno telah susah payah menggunakan kekuatannya agar tak ada siapapun dari kerajaan yang mampu mengajaknya telepati.

Dan bagaimanapun juga, Reno tetaplah merindukan suara itu. Hatinya begitu tersentuh dengan suaranya, hingga membuatnya terburu-buru pergi ke tempat yang biasa ia datangi. Kerinduan itu membuatnya sedikit menghancurkan benteng yang telah dirinya sendiri buat.

"Aku tau bahwa kau mendengar suaraku, Pangeran."

"Ibu Anthie?" sahutnya. Jauh di Negeri Mont Saint-Michel sana, Ratu Orianthie tersenyum sendu mendengar suara lembut Reno yang diturunkan dari Ibunya. Pangeran kecil itu rupanya telah beranjak remaja.

"Iya, nak, ini Ibu. Aku mendengar kabarmu melalui Dokter Bryan dan Pengawal Jay yang mengatakan bahwa kau terluka parah, apakah kini kau baik-baik saja?" tanya Ratu Orianthie dengan intonasi pelan, jaga-jaga jika suasana hati Minho akan berubah dengan cepat.

"Aku... baik. Bagaimana dengan ibuku?"

"Maafkan saya yang tak bisa terus terang padamu, kupikir kamu akan gegabah jika mengetahui bagaimana keadaan Ratu Theresa sekarang. Disini aku hanya bisa mendoakanmu dari jauh agar kau bisa hidup dengan nyaman disana dan dapat segera pulang," ucapnya.

"Maafkan aku, Ibu. Aku masih takut menghadapi kemarahan Ayahanda Raja karena telah pergi sejauh ini, ditambah dengan adat yang tak mampu untuk aku sanggupi karena tak ada alasan yang pasti untukku melakukan hal itu."

"Pangeran Rhison, kau...." Sepertinya, terhenti? Reno memutuskan telepatinya begitu saja. Entah apa alasannya, namun hal itu membuat Ratu Orianthie merasa bersalah karena ia justru menyinggung hal-hal sensitif bagi pemuda itu.

ᕙ⁠(⁠⇀⁠‸⁠↼⁠‶⁠)⁠ᕗ

Bonjour, Prince! [Lee Know]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang