“Sam? Kau ... Hey, Sialan! Tahukah kau—” Luna yang baru saja berteriak itu lantas di bekap oleh lelaki di depannya yang melotot terkejut sekaligus memperingatinya.
“Jangan sebut nama asliku jika sedang di duniamu! Tak tahukah kau bahwa itu membahayakan Negeriku? Bahkan Reno juga bisa terseret untuk kasus ini,” ucap Ervin yang terdengar mengancam.
“Seberapa berbahayanya sih.”
Ervin tak menanggapi dan kemudian menarik lembut tangan Luna untuk mencari tempat peristirahatan. Setelah keduanya dapat duduk di tempat yang cukup sepi, Ervin terlihat membisikkan kata-kata.
“Aku tidak tahu, aku ragu. Aku hanya ingin mencintai Reno, apa menurutmu menjadi pasangannya adalah suatu hal yang mustahil meski kami memiliki tanda yang suci ini?” tanya Luna. Ervin yang ingin sabar lama-kelamaan jengah dengan tingkahnya.
“Ayo kita makan siang, aku lapar.”
Keduanya kembali berpindah tempat, di sebuah tempat makan yang cukup mewah. Ervin memang terlihat seperti orang kelaparan, berbeda dengan Luna yang menatapnya heran, “Kau memiliki uang dari mana makan sebanyak itu? Uangku hanya cukup untuk diriku sendiri,” tutur Luna.
“Aku ini seorang Pangeran, santai saja. Cepat makan makananmu, akan aku traktir kau untuk hari ini dan beberapa hari ke depan. Tanpa imbalan,” balas Ervin sembari sibuk dengan makanannya.
Luna memutar bola matanya, padahal niat terselubung lelaki itu sudah terlihat jelas, “Tanpa imbalan konon. Baiklah, akan aku peras isi dompetmu, my Prince,” ejek Luna.
“Sesuka hatimu saja.”
“Omong-omong, setelah ini kita akan ke mana?” tanya Luna melirik Ervin.
ᕙ(⇀‸↼‶)ᕗ
Luna menatap gedung di depannya dengan ragu, “Kau ... serius? Aku saja belum pernah ke sini, bagaimana denganmu? Memangnya Mall ada di Negerimu? Aku juga tak nyaman dengan baju yang kau berikan!” celetuk Luna.
“Lagipula, bagaimana bisa kau tinggal di hutan terpencil seperti itu? Tentu saja di sana tak ada hiburan apa pun,” gumam Ervin.
“Apa kau bilang?”
“Tidak. Kita takkan mempermalukan diri sendiri di sini, aku bisa beradaptasi dengan baik. Untuk soal baju, karena Jihan menyukainya, dia sangat suka gaun.” Jawaban Ervin sudah cukup, Luna yang mulai jengah akhirnya menarik Ervin masuk.
“Pertama-tama ...,” ucap Ervin menggantung kalimatnya.
“Aku ingin membeli sesuatu untuk Reno! Ya? Dia tak pernah bersenang-senang karena Ayahnya, jadi aku ingin menyenangkan hatinya. Kau sudah janji akan mentraktirku, bukan?” Ervin hanya mengangguk, tak tahu harus berkata apa.
Keduanya ingin menjalankan hubungan dengan mulus, namun ternyata tidak semudah itu, terlebih keduanya memang tak pernah dekat secara pribadi satu sama lain. Pun, pembahasan seseorang di masa lalu yang membuat keduanya semakin canggung.
“Oh, ya, bagaimana kau memberikan hadiahmu padanya? Karena sulit bagi Reno untuk keluar lagi dari Negeri itu,” ucap Ervin seraya memperhatikan tingkah laku Luna.
“Jika aku tidak bisa bertemu dengannya, akan aku simpan ini untuk jodohku yang sesungguhnya. Lagipula, aku pun tak bisa menemuinya, 'kan?” balas Luna. Terlihat gurat sedih yang samar di raut wajahnya, namun Luna menutupinya dengan sesuatu yang di belinya untuk Reno.
“Giliranmu, sekarang kita akan ke mana?” Luna yang telah selesai dengan belanjaannya menatap Ervin yang sedikit melamun dan membuyarkan lamunannya.
“Ah, ya, yang paling utama tentu gaun cantik. Apa kau memiliki rekomendasi gaun cantik? Atau warna yang cantik untuk gaun yang ingin kubeli?” Sembari keduanya melangkah beriringan, Luna berpikir sejenak kemudian mengangguk.
“Kita lihat saja dulu.”
Beberapa jam berlalu dan Luna serta Ervin rupanya masih merasa nyaman berada di gedung itu. Hingga akhirnya keduanya keluar dari sana sembari tertawa pelan, “Terima kasih, ya,” ucap Luna dan Ervin bersamaan lalu kembali terkekeh.
“Hari ini kau sudah sangat membantuku, Jihan pasti senang karena aku membelikannya sesuatu yang sulit di dapat di sana. Oh, ya, apa kau mau pulang ke rumah?” tawar Ervin. Tak langsung menjawab, Luna menatap langit di atasnya yang hampir gelap.
“Sudah hampir senja, aku pasti akan di hukum jika ketahuan pulang larut malam. Perjalanan ke desaku juga jauh. Menurutmu kita harus bagaimana?” Ervin menatap Luna sebal atas jawabannya yang tak sesuai ekspektasi.
Akhirnya di tariknya pelan lengan Luna lalu menghentikan sebuah taksi. Luna sedikit panik dan berkata, “Kita akan ke mana? Kau takkan mengkhianatiku, 'kan? Kumohon.” Merasa Luna takkan menghentikan mulutnya, Ervin pun membekapnya.
“Lebih baik kita menginap di hotel untuk malam ini. Jangan khawatir, kita takkan satu kamar, dan kau tak perlu mengeluarkan biaya apapun.” Akhirnya Luna diam tanpa perlu di bekap lagi, memandangi Ervin yang diam memandang jalan raya.
“Jihan sangat beruntung di cintai olehmu,” ujar Luna dengan tenang, menarik perhatian Ervin. Namun, tak lama kemudian Ervin kembali menatap jalanan.
“Kalau saja semudah itu membuatnya menyadari kehadiranku. Reno pun, bukankah kalian sering bertengkar? Kau selalu merundungnya, penampilanmu pun tak anggun seperti sekarang,” sahut Ervin.
“Apa aku tak cocok menjadi gadis yang anggun dan feminin? Aku ... ah, tunggu! Aku itu merundungnya karena orang suruhanmu! Mereka menyuruhku membuat Reno depresi, namun ... yang terjadi malah sebaliknya.” Ervin kembali membekap Luna yang tak bisa mengontrol suaranya.
“Ya, karena dia itu membuatku khawatir setengah mati, kau tahu? Jihan itu sudah sangat jatuh hati padanya, dan itu membuatku marah sampai pertengkaran besar terjadi di antara kami,” tukasnya mengabaikan tatapan kesal dari Luna.
“Lalu, jika sekarang masih seperti itu, bukankah lebih baik kita yang menjalani hubungan dengan serius? Agar semuanya tidak sia-sia, nasib kita pun sama.” Luna ada benarnya, namun Ervin terlihat ragu untuk menjawab ucapannya.
“Ah, sudah sampai ya. Ayo, Luna. Terima kasih, Pak.” Setelah keluar dari taksi, Luna hanya diam memandangi tingkah laku Ervin, bahkan dengan tangannya yang masih tergenggam satu sama lain.
“Kau takkan meninggalkanku sendirian di hotel ini, 'kan?” Luna berdiri di depan kamar hotel yang telah di pesannya, menatap Ervin yang belum terlihat akan masuk ke kamar hotel lainnya.
“Aku hanya memastikanmu masuk, kau jangan berpikir aku sejahat itu. Ya, terkecuali kau mengganggu kehidupan gadisku, maka nyawamu taruhannya,” cibir Ervin, kemudian Luna pun masuk setelah menatapnya dengan tatapan jengah.
Luna berbaring di atas kasur, menatap langit-langit kamar sembari membiarkan pikirannya melayang memikirkan Reno, “Reno, Rhison, bagaimana aku harus memanggilmu? Kau membuatku pusing dengan nama yang berbeda itu. Seharusnya kau bersamaku, aku merindukanmu.”
“Kalau boleh egois, aku ingin kita tinggal di satu Negara yang sama, di satu daerah yang sama agar aku bisa melihatmu kapan saja, meski aku tak dapat memilikimu. Bukan seperti sekarang, kau bahkan tinggal di Negeri yang tak bisa aku kunjungi begitu saja,” lanjut Luna.
Tak berbeda jauh dengan Luna, Ervin pun terlihat memikirkan Jihan sembari menunggu terlelap, “Aku berusaha berubah seperti katamu, aku berusaha menjadi orang baik seperti yang kau mau. Aku ... bahkan tak mengenal diriku hari ini, apa kau akan menyukaiku?” monolog Ervin.
“Maaf, aku tak bisa menjadi seperti Reno.”
ᕙ(⇀‸↼‶)ᕗ
@fluffyxno
Have a nice day!
KAMU SEDANG MEMBACA
Bonjour, Prince! [Lee Know]
Fanfic[End] Terlahir sebagai seorang anak dari Raja dan Ratu mungkin terdengar menyenangkan bagi sebagian orang. Lagipula, siapa yang tak suka terlahir di keluarga yang kaya raya, dan di istana yang megah? Ya, ada. Sang anak itu sendiri. Disaat ia memilik...