“Hentikan saja, kau tak berbakat dalam merundung orang lain. Kau pikir aku tertekan? Merasa ingin bunuh diri? Ayolah, kau yang terlihat depresi disini.”
Emosi Luna benar-benar ada dipuncak saat ini, semua benda disekitarnya dilempar ke arah Reno yang sedari tadi menjadi pelampiasan emosinya, ia bahkan berteriak dan mencaci-maki Reno, “Kau yang harusnya berhenti! Kenapa semua orang harus melibatkan aku? Kalian semua dan Negeri khayalan itu sialan! Pembawa sial!”
Mulut Reno hanya diam, berbeda dengan tangannya yang mulai terulur untuk memeluk dan mengelus punggung Luna guna memberikan sedikit ketenangan hingga gadis itu benar-benar terdiam.
Luna yang kini berada di lorong kelas tengah menepuk-nepuk seraya berjalan kala pikirannya kembali teringat kejadian beberapa saat yang lalu, “Ayolah, Lun, kejadian itu beberapa jam yang lalu, sekarang sudah siang dan kau masih memikirkan itu? Gila.”
Setelahnya, ia melihat Reno yang tengah berbicara bersama Jihan dengan sedikit tawa kecil, bersama seragam yang baru saja diambil dari loker milik Reno. Langkah kakinya terus mendekat ke arah Reno, tanpa peduli apa yang akan terjadi.
“Pakai saja punyaku dan kembalikan kapan-kapan. Bajunya lebih baik tetap disimpan di loker agar tidak membuat kesal orang lain.”
Reno mengangguk-anggukkan kepala, telinganya mulai jengah dengan segala ocehan Jihan, “Baiklah, cerewet. Lebih baik kau—” Pemuda itu terdiam setelah menutup pintu lokernya tanpa melanjutkan kembali ucapannya.
Bruk!
Tatapan datarnya ditujukan pada siswa baru dengan satu temannya. Kedua pelaku yang baru saja melakukan kerusuhan dengan menarik tubuh Jihan dan membanting punggung gadis itu ke loker.
“Bisakah kau berhenti mengganggu hidupku? Apa masalahmu hingga mencari masalah dengan gadis yang tak bersalah?” Chandra, sedikit takluk tatkala menatap wajah Reno yang selalu membuatnya merasa deja vu pada gadisnya.
“Dasar budak cinta, kalau kau mencintainya lebih baik kau pergi ke tempatmu, bukannya menggila dan mendadak menjadi bodoh di sini,” ucap siswa lain yang datang bersama Chandra sebelumnya. Entahlah, Reno familiar namun tak mengenalinya.
Chandra tersadar akan lamunannya dan hendak mengajak temannya pergi, karena rencana awal hanya ingin memisahkan Reno dengan gadis itu. Namun ternyata temannya yang bernama Ervin David itu berubah pikiran.
“Ayo cepat pergi, aku akan menggeret gadis ini,” ajak Chandra, raut wajahnya mulai sedikit panik melihat emosi yang membendung dalam diri Ervin. Siswa-siswi lain tak berniat menolong Reno, bahkan hingga kini lehernya mulai dicekik oleh Ervin.
“Ervin, jangan melewati batas! Hentikan!”
Telinganya seolah menjadi tuli, pikirannya hanya dipenuhi oleh Reno, “Kau tak memiliki kuasa apapun disini, tak ada yang mampu membunuhku hanya untuk membelamu,” bisik Ervin.
Reno yang kesulitan bernapas masih dan dengan wajah datarnya tiba-tiba terpikirkan satu hal, “Sam Harrison Cartier, jadi ... nama samaranmu Ervin David? Kau sama bodohnya denganku, yang membiarkan teman sejatimu menyakiti cinta sejatimu,” ucap Reno kala cekikkannya mulai longgar.
“Bu Guru! Tolong aku! Ada perundungan disini, seorang siswa hampir mati dicekik!” teriak Jihan memanfaatkan keadaan, Chandra ikut panik dan menatapnya sebal. Namun itu tak lama karena ia bergegas duduk di kursinya.
Masa bodoh dengan Sam dan Rhison
ᕙ(⇀‸↼‶)ᕗ
Ervin—atau Sam—tertawa puas setelah keluar dari ruang BK, atau Bimbingan Konseling. Menatap Reno yang masih senantiasa mempertahankan wajah datarnya, “Bagaimana perasaanmu, bung? Bukankah sudah kubilang, kau tak ada kuasa apapun, takkan ada yang membelamu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Bonjour, Prince! [Lee Know]
Fanfiction[End] Terlahir sebagai seorang anak dari Raja dan Ratu mungkin terdengar menyenangkan bagi sebagian orang. Lagipula, siapa yang tak suka terlahir di keluarga yang kaya raya, dan di istana yang megah? Ya, ada. Sang anak itu sendiri. Disaat ia memilik...