19 | Bukan Lembaran Baru

3 4 1
                                    

“Bukankah sudah aku peringatkan untuk tidak bertindak gegabah? Aku sudah memberimu tempat tinggal dengan fasilitas yang lengkap, hidupmu pun nyaman, aku selalu memastikanmu aman. Tapi, kau ... menyepelekan semua itu? Sungguh?”

Sam merasa sangat marah, namun ia tetap harus menahan diri untuk tidak menyakiti gadisnya, dan mengacaukan kerajaan Moonhaven. Reine sendiri tak mampu berkata-kata, pun gadis itu tahu bahwa Sam takkan berani menyakitinya. Awalnya.

Karena beberapa saat setelahnya, bahkan di saat tempat yang dipijak Sam telah ramai, pemuda itu menusuk perut Reine dengan pedangnya, membuat gadis itu terduduk lemas. Semua orang di sana hendak menyerang Sam, namun tak bisa, seolah-olah ada sesuatu yang menahan mereka.

Dan itu, Rhison. Dia datang dengan cahaya berpendar yang senantiasa menemaninya di kala suasana hatinya benar-benar buruk. Semua orang di sana terdiam kaku ketakutan, terkecuali Sam dan Reine.

“Aku hanya ingin gadisku. Apa perlu kita saling meregang nyawa untuk hal yang sama? Bahkan di gerbang pembatas pun kau nyaris meraup semua oksigenku. Sebegitu cintanya kah kau pada Reine? Lalu, bagaimana dengan gadis biasa itu?” ujar Sam sedikit tenang.

“Dasar cerewet. Seharusnya kau melakukan itu sedari awal! Apa kekuatanmu itu setara dengan gadis? Itu terlalu lamban,” ejek Rhison yang kemudian mengumpulkan cahaya berpendar miliknya ke sekitar tangan. Lalu di lemparnya ke arah Sam.

Seolah tak ada apa pun yang terjadi, itu hanya seperti angin yang menerpa tubuh. Namun, rupanya Sam ambruk ke lantai hingga mulutnya memuntahkan darah. Dan Rhison kembali berbicara, “Jujur, aku hanya menyimpan kekuatan itu. Karena, itu dapat membuat aliran darahmu terhenti dan kau akan mati sebelum kau harus membunuhku.”

“... Apa salah seorang dari kalian mau menjadi kelinci percobaan untuk kekuatanku ini?” lanjut Rhison pada para prajurit di belakangnya. Mereka masih terpaku tak mampu bergerak, bahkan tak menjawab ucapan Rhison.

Rhison akhirnya mendekati Sam yang masih terbaring dan berbisik, “Bukankah menyenangkan, meregang nyawa bersama gadismu yang sangat kau cintai itu? Dia masih diam membeku, menunggumu, ....”

Di tariknya Reine mendekat kepada Sam, tubuhnya masih tak bergeming, membiarkan keduanya saling bertatapan. Lalu, menghilang begitu saja. Rhison tak mempedulikannya dan membiarkan Sam melakukan teleportasi seorang diri.

Rhison pun menggendong Reine lalu pergi dari sana, menjauhkan diri dari para prajurit yang sebentar lagi akan tersadar dari keterpakuan mereka karena ulah Rhison dengan kekuatannya yang jarang ditunjukkan.

ᕙ⁠(⁠⇀⁠‸⁠↼⁠‶⁠)⁠ᕗ

“Tabib telah mengobatimu, istirahatlah agar lekas pulih. Maaf karena meninggalkanmu, tapi aku harus pergi untuk mengikuti akademi.” Sepertinya Reine merasa terpesona, belakangan ini Rhison jarang sekali bersikap lembut seperti sekarang.

“... Kau sungguh bahagia dengan pernikahan ini?” bisik Rhison tepat di telinga Reine. Cara bicaranya kembali berubah, membuat gadis yang berstatus istrinya itu tersadar.

“Y-ya, aku bahagia.”

Pembohong. Rhison menangkap jelas pupil mata Reine yang bergetar. Seharusnya telah jelas bahwa apa yang selama ini dilakukan Rhison membuat pertahanan gadis itu goyah. Namun, Rhison membiarkannya.

“Lekaslah pulih, kau harus sehat untuk dapat menghasilkan keturunan yang sehat juga, benar, sayang?” Reine mengangguk, membiarkan Rhison mengelus kepala dan mencium dahinya.

“Jangan terlalu percaya diri, ini hanya untuk bukti dokumentasi agar Justin mempercayaiku bahwa aku adalah suami yang baik seperti yang diharapkan Raja Lorraine,” bisik Rhison, kemudian sang suami pun benar-benar meninggalkannya.

Selalu seperti itu.

Reine teringat kejadian yang terjadi beberapa hari yang lalu setelah pernikahannya, dan insiden yang terjadi antara Sam dan Rhison yang tak dapat di mengerti olehnya. Rhison sungguh berbeda, dan cukup menyeramkan.

Splash!

“Aw!” Reine menjerit kencang, Rhison dengan aura gelap dan seramnya masih terus memainkan sabuk di tangannya. Sepertinya masih belum ada kepuasan dalam hatinya.

“Berhenti membuatku terlihat seperti antagonis! Kau harus membuat teriakan itu terdengar seksi, bukankah sudah kubilang berulang kali?!” Melihat Rhison yang selalu temperamen membuat Reine tak mampu melawan.

Splash!

“Akh!”

Rhison melempar sabuk kulitnya, dan ikut berbaring di samping Reine, memeluk tubuh kurusnya setelah menarik selimut tebalnya, “Cukup untuk hari ini, tidurlah. Hari yang berat akan terjadi lagi.”

Reine masih tak mengerti, mengapa dirinya harus terus mengikut ide gila Rhison. Di tinggalkan seseorang yang bahkan belum sepenuhnya ia cintai membuat Rhison segila itu, lalu disatukan dengan orang gila seperti Sam.

“Kabar Luna bagaimana, ya? Pasti Rhison belum mendapat izin keluar dari Mont Saint-Michel untuk menyusulnya,” gumam Reine.

Reine bangkit dari kasurnya. Berbaring selama beberapa hari membuatnya sangat bosan. Untuk itu, Reine ingin pergi keluar dari kamarnya selagi energinya mulai pulih, “Pelayan? Di mana Nona Mia? Panggil dia, aku ingin berjalan-jalan.”

“Tapi, Yang Mulia, anda belum diizinkan keluar dari ruangan oleh Pangeran Rhison, jika anda melawannya, beliau pasti akan marah besar,” tolak seorang pelayan.

“Kemarahan Rhison urusanku, kau hanya perlu panggilkan Nona Mia untuk menemaniku,” perintah Reine, yang akhirnya terpaksa dituruti oleh pelayan tadi.

Setidaknya Reine dapat menyenangkan dirinya sendiri di tempat mengerikan ini. Pelayan bernama Mia itu pun tak terlalu banyak membantahnya, dan itu membuat suasana hati Reine semakin senang.

“Nona Reine, kau ... berani membantahku lagi, rupanya,” celetuk seorang lelaki dengan suara yang sangat dikenalnya. Tidak salah lagi, orang itu Rhison Adhelard Lorraine.

“Apa lagi masalahmu, Tuan muda Lorraine?” Dibalik raut wajah marahnya, Rhison tersenyum miring dengan tanggapan Reine. Dengan segera, ia menarik lengan cantiknya dengan kasar, membuat pelayan tadi panik.

“Yang Mulia, tolong jangan sakiti Putri Reine lagi, ini kesalahanku karena membiarkannya keluar, silakan hukum aku asalkan Putri Reine tak lagi terluka,” sela Mia sembari bersimpuh di depan kaki Rhison.

Rhison merengut kesal dengan tingkah laku pelayan muda itu. Lelaki itu berjongkok di depan Mia yang masih bersimpuh, “Kau tahu? Aku terkesan dengan sikapmu, tapi aku ... hanya menginginkan Reine dan hukuman untuknya.”

Usaha pelayan itu sia-sia, Reine kembali di tarik paksa oleh Rhison. Beberapa pelayan yang melihatnya di sepanjang jalan pun tak mampu berbuat banyak untuk menolong Reine, terlebih melihat perubahan Rhison yang terlihat semakin menyeramkan.

“Di mana Raja Lorraine? Mengapa beliau hanya diam membiarkan semua ini terjadi? Mendiang Raja Lyon pasti marah atas apa yang telah terjadi pada Putrinya.”

Bruk!

“Berapa kali kukatakan untuk jangan membantahku? Kau ada dalam perlindunganku, seharusnya kau diam! Apa kau lebih suka hukuman ini daripada diam dan tak berulah? Benalu!” Suara Rhison terdengar hingga keluar ruangan, membuat pelayan di luar ikut ketakutan.

“Perlindungan ini terasa sama dengan hukuman, apa bedanya?” tanya Reine. Selanjutnya, Rhison benar-benar meluapkan amarahnya. Suara-suara yang menjadi santapan tiap hari para pelayan yang tak mampu berbuat apa-apa.

ᕙ⁠(⁠⇀⁠‸⁠↼⁠‶⁠)⁠ᕗ

@fluffyxno
Have a nice day!

Bonjour, Prince! [Lee Know]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang