22 | Henry dan Leon

4 5 1
                                    

Sedikit kilas balik mengenai kedatangan Henry di Moonhaven yang sangat menarik perhatian Leon, kala itu Leon berada di belakang Reynard yang sangat penasaran apa yang terjadi pada kerumunan.

Kala itu, Theresa, Lucie, dan Orianthie pun ikut berkumpul. Rupanya, kedatangan Rhison yang penuh luka. Namun di sana, perhatian Leon tertarik pada seseorang yang berada di dekat Justin dalam keadaan tidak sadar.

“Henry,” gumam Leon. Reynard mendengar dengan samar, karena itu ia menoleh ke arahnya lalu memperhatikan bahwa pengawalnya itu menatap seorang lelaki yang sebaya dengan Rhison.

“Kakak kenal orang yang pingsan itu?” tanya Reynard. Leon yang masih terkejut hanya mengangguk pelan, pandangannya tak teralihkan sedikitpun dari Henry yang mulai di periksa tabib.

“Siapa dia? Selama ini aku belum pernah melihatnya ada di sekitar Moonhaven, apa itu teman Kakak dari dunia luar? Menurut Kak Leon, memang boleh membawa seseorang dari luar ke Negeri kita?” oceh Reynard.

Leon menjawab, “Dia Adikku. Kau ingat seseorang yang selalu aku bicarakan saat berdua denganmu, Pangeran? Dialah orangnya, Adikku yang lebih dulu kabur saat beranjak remaja seorang diri, dia juga yang menjadi panutan bagi Pangeran Rhison untuk kabur.”

“Dia sedikit mirip denganmu, Kak.” Leon hanya menjawab seadanya karena tatapannya teralihkan pada Henry yang mulai dipindahkan ke suatu ruangan. Tubuhnya tak beranjak sedikit pun karena Reynard yang masih memperhatikan Kakaknya.

Tak lama Orianthie menghampiri keduanya, “Sebentar lagi Pangeran Rhison juga akan dipindahkan ke kamarnya, Pangeran Reynard biar aku yang menjaganya. Kau pergilah dan temui Adikmu,” ucap wanita itu pada Leon.

Mendengar kalimat tersebut dari sang Ratu membuat Leon senang, meskipun kekhawatiran masih ada, “Benarkah itu, Yang Mulia? Apa tidak apa-apa bagi saya untuk membiarkan Pangeran Reynard?”

“Aku serius, silakan pergi.”

Leon membungkukkan badannya tanda hormat, “Terima kasih Yang Mulia, saya akan pergi membesuk Adik saya. Saya akan kembali tak lama lagi. Pangeran, saya pamit pergi, tidak apa-apa, 'kan?” ucapnya.

Reynard yang tak menyimak obrolan keduanya menatap Leon tak rela, terlihat  dari bibirnya yang cemberut dan raut wajah lucunya. Namun sebelum Reynard protes, Orianthie berkata, “Leon sudah sangat merindukan Henry, jadi biarkan saja, ya?”

Reynard masih mempertahankan ekspresi tak terimanya, meski ucapan yang terlontar tak selaras, “Tapi, kau harus kembali menemaniku lagi, ya? Kak Leon telah berjanji untuk tidak membuatku merasa kesepian.”

“Baik, Pangeran, saya janji akan segera kembali menjalankan tugas. Terima kasih Yang Mulia, terima kasih Pangeran.” Lalu Leon pun pergi menuju ruangan yang akan ditempati oleh Henry untuk sementara.

Luka Henry memang tak seberapa parah seperti Rhison, hanya kehabisan energi akibat kecurangan Bloomhaven yang ingin ikut pulang ke Mont Saint-Michel. Meski begitu, Leon dengan rutin membesuk Henry tanpa melupakan tugasnya sebagai pengawal anak bungsu dari Raja Lorraine.

Keesokan harinya, Henry dapat membuka matanya. Meski saling merindukan satu sama lain, Henry masih tak mampu bergerak banyak dan harus terus mengisi energinya. Leon pun sedari tadi membantu pelayan merawat Henry sementara Reynard tetap diam di kamar itu.

“Aku belum pernah melihatmu sebelumnya. Tapi, kurasa aku tahu siapa dirimu. Mukamu sedikit mirip dengan Rhison, apa kau Adiknya? Jauh sebelum aku pergi dari sini, Rhison itu anak tunggal,” celetuk Henry dengan suara yang cukup pelan.

Sedangkan Reynard sedikit meninggikan suaranya, “Dan sekarang Kak Rhison bukan anak tunggal lagi karena ada aku! Lagi pula kau harusnya memiliki sopan santun terhadap aku dan Kakakku! Memangnya kau siapa?”

Henry tertawa kecil mendengar ucapannya, “Aku adalah teman kecil Rhison, kami berada di satu akademi yang sama, dan sangat dekat. Aku dapat belajar di sana untuk melatih diriku, karena aku hampir saja dijadikan kesatria. Tapi, karena satu dan lain hal aku memutuskan untuk pergi,” balas Henry.

“Dan kini mengapa kau memutuskan untuk pulang?” tanya Reynard semakin penasaran.

“Agar Kakakmu pulang. Mengajaknya kembali ke Mont Saint-Michel itu sangat sulit, terlebih dia menganggap aktivitasnya di Negara luar itu suatu kewajiban. Tch, kewajiban apanya, tanggung jawabnya di sini saja dia tinggalkan.” Sepertinya Henry dan Reynard mulai dekat, bahkan anak itu tertawa kecil.

Reynard mencoba menaiki kasur yang ditiduri Henry dan mendekatkan diri pada pemuda itu lalu berkata, “Aku tak ingat sepenuhnya wajah Kakakku, dia pergi saat aku sudah tak bayi lagi, padahal aku sangat ingin bermain dengannya. Belum lagi Ibunda terus saja membahasnya.”

“... Ibunda Theresa yang biasa menemaniku pun melupakanku, pikirannya sedikit terganggu karena kepergian kak Rhison. Apa ya, namanya, itu ... stres! Benar!” lanjut Reynard.

“Itu wajar bagi perasaan Ibu yang kehilangan anaknya, lagi pula masih ada Ratu Lucie dan Ratu Anthie. Kak Leon! Tolong diam di sini, temani aju bersama Pangeran Rey.” Henry menegur Leon yang baru kembali, Kakaknya itu tak bisa diam.

“Aku hanya memastikan kau dapat mengisi energi dengan baik dan cepat,” jawabnya kemudian duduk di sekitar ranjang.

“Kak ... Aku merindukan Ayah dan Ibu. Jika kau di sini menjadi pengawal Pangeran, siapa yang menjaga mereka? Pasti usia mereka sudah sangat renta dan perlu penjagaan ekstra,” celetuknya pada Leon.

Sang Kakak yang di tanya terlihat ragu untuk menjawab, raut wajahnya tak cukup di pahami oleh Henry. Pun, karen Leon bukanlah orang yang ekspresif. Akhirnya Henry kembali menegurnya, “Kak, mengapa kau diam? Di mana mereka? Mereka baik-baik saja, 'kan?”

“Mereka ... telah pergi meninggalkan kita, Henry. Itu cukup lama, setelah tahun ketiga kami merayakan ulang tahunmu tanpamu, Tuhan mengambil orang tua kita ke pelukannya. Tak lama kemudian aku di panggil Ratu Anthie untuk merawat Pangeran Rey yang masih bayi,” jelas Leon.

Henry tak lagi berkata-kata, air matanya yang mengalir deras cukup untuk menjelaskan apa isi hatinya. Penyesalan mulai hadir dalam benaknya. Henry benar-benar menutup diri setelah melarikan diri dari Mont Saint-Michel, hingga sangat sulit untuk Leon mengabarinya.

“Lalu setelah ini aku harus tinggal di mana? Aku ... tak punya tempat, aku hanya memilikimu, Kak. Setelah bertahun-tahun rumah orang tua kita pasti telah hancur ...,” lirih Henry yang masih merasa sedih.

“Aku akan meminta Ayahanda Raja untuk menjadikan kamar ini milikmu. Belajar memaafkan masa lalu, karena kini aku tetap akan menjadi kesatria di bawah kepemimpinan aku.” Henry mengernyitkan dahi mendengar satu suara di pikirannya.

“Apa Rhison telah sadar?” Hanya gelengan kepala yang di dapatkannya. Namun, Henry yakin itu Rhison. Mulai dari suaranya, cara bicaranya, dan kandidat yang menjadi penerus Raja Lorraine hanya Rhison.

“Bagaimana Rhison bisa melakukan telepati denganku?” batin Henry.

Lamunannya dibuyarkan oleh ucapan Leon, “Lekaslah sembuh, aku akan mengusahakan agar kau dapat memiliki tempat tinggal lagi di sini. Setelah kau benar-benar pulih nanti, mari kunjungi makam orang tua kita.”

“Baik, Kak. Maafkan—”

“Cukup, itu bukan kesalahanmu sepenuhnya. Dan kau seharusnya meminta maaf pada orang tua kita nanti dan bukan padaku. Istirahatlah, hari ini waktunya Pangeran Rey tidur siang, aku akan kembali lagi.” Leon pun mulai mengangkat tubuh Reynard yang mulai terlelap.

“Baiklah.”

ᕙ⁠(⁠⇀⁠‸⁠↼⁠‶⁠)⁠ᕗ

@fluffyxno
Have a nice day!

Bonjour, Prince! [Lee Know]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang