17 | Tolong Aku...

6 5 1
                                    

“Sudah kubilang, aku tidak bersalah!”

Bugh!

“Lebih baik katakan sejujurnya apa yang kau lakukan di sini, sebelum kami menggunakan kekuatan untuk menghukum kau.” Air mata Luna kembali mengalir membasahi pipinya yang mulai di penuhi memar.

“Aku bisa saja meminta Reno bernegosiasi dengan Ayahnya jika kau mau menyembuhkannya, tapi ... Itu mungkin menyakitimu.”

Kini Luna mengerti maksud dari perkataan Justin sebelumnya, jika takdir yang di dapat Rhison sangat di tentang oleh keluarganya. Keberadaan Luna di benci, terlebih dengan tanda di pergelangan tangan yang di terimanya.

“Reno, lekaslah sembuh, tolong selamatkan aku dari orang-orang menyeramkan di sini, aku takut, tolong bantu aku keluar dari tempat ini, tolong ... Apa aku bisa menyembuhkanmu meski tak dapat menemuimu?” batin Luna ketakutan.

“Aku ke sini di mintai oleh Pengawal Pangeran Rhison, mengapa kalian tidak meminta pernyataan darinya?” usul Luna, harapannya kini hanya Justin.

Aldric menahan beberapa pelayan yang hendak memanggil Justin, “Jangan panggil dia, pengawal itu tak memiliki waktu untuk mengurusi penyusup sepertimu. Bawa dia masuk ke penjara bawah tanah.”

“... Dan jangan harap hukumanmu sampai di sini saja,” lanjut Aldric yang kemudian pergi meninggalkan Luna bersama beberapa prajurit yang mulai menyeretnya pergi.

“Aku bukan penyusup, percayalah. Tolong, jangan sakiti aku,” rintih Luna menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Meskipun percuma saja karena para pria yang menyeretnya hanya diam tak mengatakan apapun.

Di lain tempat, Reynard terlihat menatap Leon dengan penuh amarah, “Mengapa Kakak mengadukannya pada Ayah? Dia jadi di siksa! Kakak jahat! Bukankah belum ada bukti kuat jika dia penjahat? Hukuman itu tak setimpal untuknya, bagaimana jika Kak Rhison marah pada semua orang?”

“Pangeran, tapi dia mencurigakan.”

“Jangan mencoba melawanku! Aku tak mau di kawal oleh pria yang tak bisa berpikir adil sepertimu! Nona Emma, maukah kau menemaniku ke ruang bawah tanah? Kau akan aman, aku takkan menghukum orang yang tak bersalah,” pinta Reynard kepada wanita yang menjadi pelayannya.

“Bukankah lebih baik bersama pengawalmu?” Raut wajah Reynard kembali marah, membuat pelayan itu akhirnya mengikuti keinginannya. Leon berusaha menjalankan tugasnya kembali, namun sepertinya Reynard menyadarinya.

“Berhenti mengikutiku! Atau aku akan membuatmu di hukum juga seperti gadis tak bersalah itu!” Seorang anak berusia delapan tahun itu benar-benar membuat Leon terdiam kaku. Mungkin, ini kali pertama ia melihat Reynard semarah itu.

Setelah Leon tak lagi melihat keberadaannya, Reynard menatap Emma, “Nona, bukankah mereka terlalu jahat? Kak Luna tak berbuat apapun, bahkan mereka tak ingin memanggil Kak Justin untuk pembuktian.“

“... Kejahatan terhadap wanita seperti ini harus di minimalisir lagi. Tak adil rasanya jika pria yang merasa berkuasa bisa sesuka hati menyakiti wanita. Meski fisik wanita lebih lemah, pria seharusnya bersikap lebih lembut. Benar, 'kan?” Pelayan muda itu mengangguk pelan, merasa terkesan dengan tutur kata Reynard.

“Pangeran, sepertinya penjara bawah tanah di jaga sangat ketat. Ada banyak prajurit yang berjaga.” Reynard ikut menatap apa yang di lihat Emma, dan ternyata benar. Bahkan mereka berjaga di depan tangga yang menghubungkan ke ruang bawah tanah.

“Tapi, Nona, di sana gelap. Kak Luna pasti ketakutan. Belum lagi dengan lukanya, apa ada tabib yang menolongnya? Atau, Ayah membiarkan luka Kak Luna begitu saja?” Emma terlihat bingung, belum pernah sekalipun ia melanggar aturan kerajaan.

“Lebih baik kita membesuk Kakakmu, siapa yang tahu jika sebenarnya Pangeran Rhison telah sadar. Kita bisa memberitahu Pengawal Justin juga perihal wanita itu, apa kau mau?” usul Emma. Cukup lama Reynard terdiam ragu, namun akhirnya Rey menyetujuinya.

“Baiklah, ayo. Jika Kak Leon bisa mengadukan Kak Luna pada Ayahanda Raja, aku juga bisa mengadukannya pada Kakakku! Dia pasti belum menghadapi kemarahan Kak Rhison secara langsung,” gerutu Reynard.

ᕙ⁠(⁠⇀⁠‸⁠↼⁠‶⁠)⁠ᕗ

Di ruangan dengan lampu temaram, Luna memeluk kakinya sendiri dan menyembunyikan wajahnya. Air mata kembali mengalir menyalurkan kesedihan yang tak kunjung mereda. Tempat ini terlalu menyeramkan.

“Aku ingin pulang, seseorang tolong bantu aku,” lirihnya sembari terisak.

Dengan mata yang sembab, Luna teringat dengan seorang anak kecil yang bertemu dengannya tadi, “Adik dari Reno. Bukankah dia anak dari Raja juga? Dia pasti berkuasa juga, apa dia tak bisa membantuku keluar dari tempat ini?” Lalu kembali tertunduk lesu.

“Lebih baik aku mati saja sekarang. Pada akhirnya, Jay bahkan tak membutuhkanku di sini. Reno, ah bukan! Rhison pasti tak ingin mengenaliku, dan keberadaan aku di sini hanya akan di benci semua orang.”

“... Tapi, tak ada tali atau pisau kah di sini?” Luna menelusuri setiap sudut penjara kecil ini. Hingga tatapannya tertuju pada pisau lipat berkarat di salah satu sudut ruangan.

Luna kembali ke tempat sebelumnya ia duduk, kemudian menyingkap lengan bajunya untuk menatap tanda di pergelangan tangan. Dengan keputusan yang belum sepenuhnya bulat, Luna mencoba menggores lengannya tepat di atas tanda tersebut.

“Apa yang kau lakukan?!” Luna tersentak kaget, pergelangannya yang mengeluarkan darah diabaikannya karena kedatangan Justin beserta Reynard di sampingnya.

“Kau dari mana saja? Apa kau mencoba menjebakku di sini?” Luna merasa marah, namun tak dapat mengeluarkan amarahnya lagi, yang dapat dikeluarkan oleh gadis itu hanya tangisan lagi.

“Nona, jangan sedih! Kami akan menolongmu. Ayo keluar. Aku akan memastikanmu aman jika bersamaku.” Suara Reynard menyapa telinganya. Namun, Luna masih enggan beranjak meski pintu telah di buka oleh Justin.

“Lebih baik kita mengunjungi Pangeran Rhison, setidaknya kau sedikit aman di sana, karena tak ada yang berani mengusik Rhison sekalipun ia tengah sakit. Ayo.” Justin mengulurkan tangannya, yang mau tak mau di terima oleh Luna.

“Oh, ya, berterima kasihlah pada Pangeran kecil itu, karena yang menyelamatkanmu adalah Pangeran Reynard, bukan aku.” Mendengar itu Luna tersenyum kecil menatap Reynard yang ikut tersenyum juga.

“Terima kasih, Pangeran.”

Reynard masih tersenyum, tangannya yang masih mungil menggenggam tangan Luna, “Sebagai imbalannya, maukah kau berteman denganku? Kupikir Ayah takkan semudah itu melepaskanmu, jadi aku akan menemanimu!” Luna hanya mengangguk mengiyakan.

“Astaga, gempa bumi? Sepertinya prediksinya tak mengatakan ada gempa bumi?” ujar Luna panik seraya memeluk Reynard yang hampir terjatuh. Justin pun mencoba membawa Luna serta Reynard ke tempat terbuka yang luas.

“Apa kita harus ke tempat terbuka?”

“Tentu saja! Kau mau kita semua tertimpa bangunan? Kita harus menyelamatkan diri dulu. Tapi, apa kau mengkhawatirkan Rhison? Jika begitu, silahkan, aku akan melindungi Adiknya,” sahut Luna hendak pergi lagi. Namun, Justin menahannya.

“Tunggu, ini bukan gempa bumi. Melainkan amarah dari Pangeran Rhison. Lebih baik kita menghampirinya sebelum terjadi sesuatu yang lebih kacau.” Justin lantas bergegas pergi, di susul Luna yang tak terlalu paham beserta Reynard.

“Sudah aku peringatkan, tapi tidak ada yang percaya sih,” gerutu Reynard.

ᕙ⁠(⁠⇀⁠‸⁠↼⁠‶⁠)⁠ᕗ

@fluffyxno
Have a nice day!

Bonjour, Prince! [Lee Know]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang