31 | Gengsi

3 4 1
                                    

“Ibu dari anak ini, yang tak lain istri Pengawal Justin meninggal dunia saat melahirkan, meski dengan bantuan Dokter dan teknologi canggih. Justin tahu lebih dulu, tapi dia tetap memilih untuk mengabdikan diri padamu, Tuan. Mungkin saja dia sudah memiliki firasat saat itu,” jelas Mia, pelayannya.

“... Dan dia hanya sanggup menemani bayi Jeo hingga lima Minggu setelah kelahirannya,” lanjut wanita itu.

Rhison kembali menundukkan kepalanya untuk menahan rasa sedihnya. Memori di ingatannya kembali terputar pada kejadian kemarin lusa, saat pertarungan melawan Mrs. Witch, bahkan sebelum semuanya terjadi, Justin melakukan hal di luar perintahnya.

“Pangeran, biarkan saya yang menghadapi Putri Luna, lebih baik anda tunggu di sini,” pinta Justin kala itu. Sebagai balasan, Rhison menolak tegas dan ingin menghadapi Luna seorang diri.

“Ini hubunganku, biarkan aku yang menenangkannya langsung,” balas Rhison. Dan Justin ikut bersikukuh, meski kekhawatiran dalam pikirannya tak diungkapkan secara gamblang.

“Ada banyak tipu daya Mrs. Witch, bahkan Luna-mu bisa saja ikut menipumu. Ini demi kebaikanmu, Tuan, maafkan aku.” Saat itulah, tubuh Rhison terhempas ke dimensi lain oleh kekuatan Justin. Dimensi tak berujung yang hanya ada warna abu-abu.

“Astaga, dia mengurungku?!” Rhison mengeluarkan segala cara agar dapat keluar dari dimensi yang sama sekali tak diketahuinya. Justin belum pernah mengatakan apapun soal dimensi ini.

Bahkan saat dirinya mengeluarkan seluruh tenaga agar keluar dari dimensi itu, Rhison sama sekali tak menyangka jika Justin akan menggantikan dirinya untuk di korbankan oleh Mrs. Witch. Pun, saat itu Rhison tahu bahwa dirinya terlambat menyelamatkan Justin karena Mrs. Witch telah menyerap semua energi dan kekuatannya.

Meski, satu hal yang disyukurinya, bahwa jantung milik Luna-nya gagal untuk dicuri dan hanya meninggalkan luka goresan panjang yang dalam.

Ratu Orianthie mengelus bahunya, membuat Rhison tersadar dari lamunannya dan kemudian menatapnya. Wanita itu mengatakan, “Apa kau bersedia mengangkat anak ini menjadi anakmu?” Dan Rhison dengan tegas mengangguk.

“Dia tak bisa menghormatiku sebagai majikan, melainkan sebagai Ayahnya sendiri. Aku ... akan bertanggung jawab penuh atas kehidupannya, Yang Mulia,” jawab Rhison.

Ratu Orianthie tersenyum dan kembali membalas, “Keputusan yang bijak, nak. Sekarang, giliran Luna-mu yang membutuhkan perhatian lebih, ayo, gendong Jeo dan perkenalkan dia pada Ibunya.”

“Baik Ibunda. Saya permisi.” Dengan perlahan, Rhison mengangkat tubuh mungil bayi 'Jeo' dan menggendong, kemudian pamit pergi untuk meninggalkan Orianthie. Wanita itu pun hanya memantau langkah Rhison yang diikuti beberapa orang, hingga tak lagi terlihat.

“Tidakkah seharusnya Pangeran meminta pelayan lain untuk membawa bayinya? Beliau terlihat kaku,” komentar seorang pelayan yang bertugas mengikuti Orianthie.

“Saya membiarkannya untuk menggendongnya sendiri, dia harus belajar menjadi seorang Ayah tanpa menggunakan kekuasaan, agar bayi Jeo dapat mengenal Ayah keduanya dengan baik,” jawab Orianthie.

Sementara di sisi lain, Luna terus memandangi bayi laki-laki mungil yang dibiarkan tidur di sampingnya. Beberapa menit berlalu dan gadis itu masih enggan menatap Rhison.

“Aku masih memiliki kesalahan padamu?” celetuk Rhison kembali mengajak Luna untuk berbicara. Melihat kekasihnya yang masih enggan mengeluarkan suara, Rhison kembali berbicara, “Jika kau masih ingin diam, aku akan menyuruh Nona Mia untuk merawat Jeo. Terserah apa pun yang ingin kau lakukan, aku akan berziarah ke makam Kak Justin.”

Bonjour, Prince! [Lee Know]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang