32 | Aradhana [Epilog]

5 3 1
                                    

Hari ini Rhison mengambil cuti untuk mengasuh Jeo seharian penuh. Bocah itu sudah lancar berjalan, dan tak bisa diam. Rhison yang hanya memantau pun ikut di buat pusing dengan tingkahnya. Sekaligus di buat nostalgia dengan masa lalunya.

Rhison kecil berlarian ke sana-kemari, sekalipun tempat itu ramai di penuhi orang-orang sibuk, Justin yang masih remaja kala itu kebingungan dan merasa bersalah atas tingkah Rhison kecil, hingga akhirnya ia menabrak Ayahnya sendiri, Raja Lorraine.

“Pangeran, apa yang kau lakukan? Tidakkah kau lihat orang-orang di sini sibuk? Jangan mengganggu mereka,” tegur Aldric.

Rhison kecil terdiam beberapa detik sembari menatap Ayahnya dengan tatapan yang mengintimidasi, setelahnya bocah itu menjulurkan lidahnya dan kembali berlari pergi menemui salah seorang pelayan.

“Nona Mia!”

Pelayan itu menunduk hormat lalu berbalik menyapa Rhison kecil, “Hai, Pangeran. Ada yang bisa kubantu untukmu?” Dan ia mengangguk dengan antusias.

“Aku ingin makan krep yang manis dengan yogurt!” pinta Rhison kecil, namun respon dari Justin membuat Rhison merengut kesal. Lelaki itu tak menyetujuinya.

“Pangeran, sedari kemarin camilanmu makanan manis, kau harus menguranginya mulai dari hari ini dan kau sudah berjanji untuk itu,” sahut Justin seraya menghentikan pergerakan Mia yang ingin pergi mengikuti permintaan Rhison kecil.

“Tapi, kan ... aku lapar! Aku ingin makan sesuatu, aku ingin yogurt,” rengek Rhison kecil mengusahakan semua kemampuannya agar Justin mau mengikuti permintaannya. Namun, lelaki itu rupanya tetap tegas.

“Ayo, hari ini jadwal kau mengikuti akademi, latihan berkuda sambil memanah, dan ... kau diperintah untuk mencoba babyfoot atau sepak bola meja oleh Yang Mulia Raja. Jika kau protes lagi, kau akan di hukum dengan berlatih parkour,” tegas Justin.

“Nona Mia, tolong siapkan sarapan kesukaan Pangeran.” Setelah Mia mengangguk, Justin pun mengajak Rhison yang masih kesal untuk segera pergi. Rhison kecil tak mampu melawan lagi setelah mendengar hukuman yang akan di dapatnya jika bocah kecil itu melawan.

Meski, untuk anak-anak, pasti akan ada keringanan untuk latihannya. Namun, tetap saja Rhison akan ketakutan jika harus mencobanya. Itu menakutkan tau!

Rhison selesai dengan lamunannya dan segera menghampiri Jeo yang hampir hilang dari pantauannya. Meski dengan tingkat kesopanan yang masih di jaga, anak lelaki itu rupanya menyelinap masuk ke dapur istana.

“Jeo, apa yang ingin kau lakukan di sini?” tegur Rhison sedikit mengejutkannya. Bocah itu terkekeh pelan melihat sang Ayah yang memergokinya.

“Ayah, aku ingin mencoba memasak seperti mereka, bolehkah?” pinta Jeo dengan pelan dan halus. Tata caranya beretika sungguh menurun dari kedua orang tuanya. Rhison jadi merindukan Justin, semua tingkah Jeo selalu mengingatkannya pada mendiang.

Seorang kepala koki menghampiri mereka lalu menunduk hormat, “Maaf, Yang Mulia, jika anda tak keberatan, saya bisa mengajarinya cara memasak dan memperhatikannya agar tak terluka,” ujar koki itu.

“Ya! Ayolah, Ayah. Izinkan aku memasak, aku ingin membuat makanan untuk Ibu Luna!” seru Jeo kegirangan.

Rhison mengernyitkan dahi dengan ucapan Jeo, lalu ia membalas, “Lakukan sesukamu, asal jangan mengacaukan pekerjaan mereka. Dan lagi, kau hanya perlu memanggilnya 'Ibu', tak perlu menyebutkan namanya.”

Jeo hanya tersenyum lalu berjalan mengajak sang kepala koki untuk mulai memasak, sembari berkata pelan, “Padahal aku 'kan mengikutinya, kenapa aku jadi dimarahi?”

Bonjour, Prince! [Lee Know]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang