11 | Luna Kaira Larasati

6 5 2
                                    

“Reno, kau belum mengatakan alasan yang sebenarnya padaku, mengapa kau memilihku untuk lomba peragaan busana?” tanya Luna menghampiri Reno yang tengah merapikan barang-barangnya.

Perlombaan benar-benar telah berakhir hingga senja, Reno menyadari bahwa beberapa prajurit dari kerajaannya telah gugur. Ini memang menyebalkan, dan kini Reno merasa bahwa hidupnya tak akan bisa lepas dari segala pertumpahan darah.

Belum sempat menjawab pertanyaan Reno, suara pedang tajam menyapa indera telinganya yang ternyata hampir menggores leher mulusnya. Melihat Reno yang masih diam, Luna menatap Ervin, sang pelaku seraya berujar, “Hei, mana sopan santunmu? Ini tidak lucu.”

Dan setelahnya Luna meringis melihat tangannya karena mencoba menyingkirkan pedang itu dari hadapan Reno, “Ah, sakit! Itu pedang sungguhan? Kau gila , ya?” pekik Luna seraya mencoba menahan darah yang mengalir.

“Cerewet sekali, kau!”

Emosi Luna mereda sepenuhnya, seluruh tubuhnya bergetar ketakutan karena pedang itu berada di depan lehernya, dirinya hanya berharap pada Reno untuk menolongnya. Pemuda itu berjalan menghampiri Ervin dengan hati-hati.

“Kau memiliki kekuasaan di sekolah ini? Atau, kau hanya memanipulasi para petinggi? Oh, iya, selain dari itu ternyata kau tak bisa memanipulasi orang untuk mengalahkanku, benar? Perang tetap perang, pemenang ditentukan di akhir,” bisik Reno.

“Sialan!”

Dengan kemarahan yang semakin meningkat, pedang yang berada dalam genggaman Ervin dihunuskan tepat di atas dada Reno, dan membuat darah mengalir deras. Beberapa siswa bergerombol menghampiri dan menjauhkan Reno dari hadapan Ervin.

“Kau sudah melewati batas, Sam.”

Jay melakukan kekuatan telekinesisnya untuk merampas paksa pedang milik Ervin,  lalu menghampiri Reno yang telah dibawa ke Unit Kesehatan. Seperti biasa, raut wajah Reno masih datar menatap beberapa siswa-siswi yang mengobati lukanya.

“Lukanya cukup dalam, lebih baik dibawa ke rumah sakit agar lukanya dapat menutup sempurna. Kami hanya mampu membersihkan lukanya agar tak infeksi.”

“Kecuali Pangeran telah menemukan pasangan abadi yang telah ditentukan Yang Maha Kuasa, dia bisa menyelamatkan Pangeran tanpa merepotkan tugas manipulator di masa depan,” bisik James dibelakangnya.

“Bukankah pasangan dari lomba peragaan busana ... Tuan, tolong tetap diam di ranjangmu!” seru Jay mencoba menghentikan pergerakan Reno, namun Reno sama sekali tak mempedulikannya.

“Aku baik-baik saja.”

“Manusia bebal, kau harus diobati! Di masa depan kau akan mendapatkan luka yang lebih parah daripada ini. Lebih baik kau diam, aku akan memanggil seseorang yang bisa menangani masalah ini.” Itu suara Raihan dengan segala kalimat kurang sopannya.

Beberapa saat kemudian Reno kembali turun dari ranjang, dan menulikan pendengaran dari Jay yang terlalu khawatir dengan keadaannya. Namun, sebelum ia keluar dari ruangan itu, Raihan kembali datang dengan seorang gadis.

“Reno, kau baik-baik saja?”

“Cepat sembuhkan dia!” tuntut Raihan.

“Sudah kubilang aku hanya manusia biasa, aku juga bukan seorang Dokter, bagaimana bisa tangan biasa ini menyembuhkannya?” protes Luna, lama-kelamaan gadis itu menjadi kesal lantaran Raihan yang memaksanya.

“Kau hanya perlu memegang lukanya lalu mengucapkan kalimat Avec la permission du tout-puissant, je te guéris, mon âme sœur,” sela Jay. Setelahnya keadaan hening selama beberapa menit, menunggu Luna mengucapkan kalimat yang disebutkan Jay dengan benar.

Ini sedikit tidak masuk akal, Luna tak mengerti dengan apa yang dipikirkan semua orang di sini. Meski begitu, ia tetap mencoba melakukannya, setidaknya Luna tetap berusaha membantu menyembuhkan luka Reno.

Dan hal yang terjadi selanjutnya begitu mengejutkan Luna, luka itu menutup sempurna dengan meninggalkan bekas dan tersisa bercak darah di kulit dan baju Reno. Sesuai harapan mereka.

Berbeda dalam sudut pandang Reno yang terlihat sangat kesal. Rupanya, lomba tersebut bukan sekedar peragaan busana. Meski keputusan Reno sedikitnya tak salah karena tak memilih kandidat wanita pilihan Ayahnya.

Tanpa mengucapkan apapun, Reno meninggalkan ruangan dengan muka yang tertekuk kesal, tak peduli dengan semua orang disana yang tertunduk dengan rasa bersalah. Bahkan dalam langkahnya pun Reno terus menggerutu, “Mengapa usia semuda ini terus di tuntut untuk mendapat jodoh?”

“Aku sudah berhasil mempertahankan martabat Moonhaven, mengapa tak bisa membiarkanku menghabiskan waktu lajang dengan nyaman? Ayahanda, aku tau kau mendengarkanku selama ini!”

Semuanya percuma

ᕙ⁠(⁠⇀⁠‸⁠↼⁠‶⁠)⁠ᕗ

Setelah kejadian itu, Luna tak berani mendekati Reno yang terus sensitif padanya. Namun, untuk Reno, bayang-bayang Luna sulit untuk ia hilangkan, “Kenapa keterikatannya harus terjadi secepat ini?” gerutu Reno, lagi.

Found a soulmate, huh?tanya Chandra menopang dagunya di atas meja dan kembali mengganggun Reno. Pemuda itu tak membiarkannya diam, dan terus memancing Reno untuk berbicara dengannya. (Menemukan belahan jiwa, ya?)

“Kau seperti wanita yang akan mendapatkan menstruasi,” ejek Chandra. Lihat, 'kan, Chandra terus memancing emosi Reno yang hanya ingin diam tenggelam dalam pemikirannya.

“Berhenti membicarakan wanita! Jika saja temanmu itu tak menusukku terlalu dalam, aku tak akan mendapatkan kemalangan ini!” Putra sulung Raja Lorraine itu ternyata tak berubah, mengeluarkan kata-kata kasar terkait hal yang ditentangnya.

Reno pun tak sadar, Luna berada satu kelas dengannya, mendengar semua ucapannya. Meski sadar posisi, bagaimanapun Luna tetaplah manusia yang memiliki perasaan, ”Seburuk itukah aku hanya karena mengobati lukamu? Dasar tak punya hati,” monolog Luna.

Kembali dalam sudut pandang Reno, Chandra menjadi sedikit serius setelah melihat kekesalan Reno. Pemuda itu berbisik, “Kau tak berpikir bagaimana respon Ayahmu? Dia lebih dulu tak suka dengan hal ini. Setidaknya kau jangan menjadi jahat dengan menyakiti hati wanita lainnya karena Ayahmu akan lebih dulu memisahkan kalian.”

“Begitu, kah?”

Katakan Reno gila. Karena setelah Chandra mengucapkan kalimat tersebut, Reno tak lagi menggerutu dan tak menolak kehadiran Luna. Karena tentu saja, Luna tak semudah itu menjauhi Reno.

“Aku sudah mencoba berbuat baik padamu, kau tak lagi diganggu oleh siswa itu. Sekarang, apa salahku? Sebelumnya juga sudah aku peringatkan padamu, bahwa mereka bagian dari Bloomhaven, 'kan?” pungkas Reno.

“Setelah menghinaku, kau mencari perhatianku? Berhentilah berbuat bodoh, aku tak ingin mengganggu kehidupanmu,” ketus Luna.

“Kau menyukaiku?”

“Apa-apaan?” Luna menyanggah kalimat itu dengan cepat karena tak terima.

Sedangkan Reno masih dengan sikap santainya menyahuti, “Chandra mengatakan padaku, jika wanita yang sedang jatuh cinta selalu berusaha menghindari pujaan hatinya, dan justru berteman biasa dengan laki-laki yang tak disukainya.”

Luna menatap Reno dengan tatapan tak percaya, “Kau benar-benar mempercayai ucapan pria itu? Tak tahukah kau, bahwa dia sedang frustasi mencari kekasihnya? Dia berkata begitu jelas karena kekasihnya menghindarinya,” ucapnya.

“Ucapanmu masuk akal ... Lantas kenapa kau menghindariku? Padahal kau selalu mengusikku sebelumnya,” timpal Reno. Sebegitu penasarannya kah ia?

Sedikit gugup, namun Luna berusaha yakin dengan apa yang akan ia ucapkan, “Aku hanya mencari zona aman, aku tak bodoh bahwa aku sedang diawasi sejak kejadian itu, jadi tolong menjauh dariku.”

“Kau berlebihan, mereka takkan menyakitimu.”

ᕙ⁠(⁠⇀⁠‸⁠↼⁠‶⁠)⁠ᕗ

Bonjour, Prince! [Lee Know]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang