“Karena sebentar lagi akan diadakan Ujian Akhir Semester, maka dari itu sesuai usul dari Organisasi Siswa Intra Sekolah dan beberapa persetujuan dari Kepala Sekolah, Guru dan Staff, sebelum ujian akan diadakan perlombaan antar kelas ...,” jelas seorang Guru di depan kelas.
“... Saya harap kalian dapat mempersiapkan diri dengan baik untuk setiap cabang permainan olahraga dan lainnya. Silakan segera mendaftarkan diri setelah wali kelas membagikan daftar siswa yang diminta mengikuti perlombaan.”
“Sejak kapan perlombaan antar kelas diadakan sebelum ujian?”
“Kenapa peserta ditentukan wali kelas? Bagaimana jika siswa yang dipilih tidak berbakat?”
“Perlombaannya akan digelar kapan?”
Satu kelas mulai dibuat riuh karena peraturan baru yang sedikit tak masuk akal di sekolahnya, sang Guru akhirnya meninggikan suaranya untuk membuat mereka diam, “Perlombaan akan dilaksanakan besok, jika ingin berlatih maka kalian diberikan waktu satu hari. Wali kelas tak sembarang memilih kalian, jadi yakinkan diri kalian dan percaya diri.”
“... Daripada membuat keributan, lebih baik komunikasikan perlombaan ini dengan wali kelas. Informasi terkait daftar perlombaan juga akan segera dikirim. Sekian pelajaran dan informasi dari saya,” pamitnya.
Reno tetap tak bergeming dari tempatnya, bahkan hingga Gurunya telah meninggalkan ruang kelas. Pasti ulah Chandra. Kepalanya menoleh ke samping, menatap ke teman sebangkunya setelah sekian lama.
“Apa yang kau dan temanmu rencanakan?”
Chandra telah menduga respon Reno sebelumnya, dan pemuda itu hanya mengangkat bahunya, “Bu Guru baru saja mengatakan pada kita semua untuk percaya diri. Jika kau yakin dengan kemampuanmu, maka kau takkan tumbang semudah itu, benar?”
“Kau terlihat tak dapat dipercaya,” sanggah Reno. Teman sebangkunya itu memang terlihat mencurigakan, Reno tak mampu membaca ekspresi wajahnya sama sekali.
“Ayolah, kau bahkan mempercayai semua orang begitu saja, tanpa menelisik lebih jauh bahwa salah satunya ... mungkin mengkhianatimu sedari awal. Oh iya, aku akan memanfaatkan keadaan. Jika kau mau membantuku, aku akan memberikan timbal balik yang sama dalam perlombaan.”
Reno diam, kembali menatap ke depan tanpa merespon Chandra yang semakin gencar mengajaknya berbicara, “Semua orang menganggap ini perlombaan biasa, takkan ada yang curiga. Satu kelas satu tim, bukankah begitu konsepnya?” bujuk Chandra.
“Kau ini sebenarnya mata-mata kerajaan Bloomhaven, kah? Mengapa kerajaanmu dengan mudah tunduk begitu saja kepada mereka? Harga dirimu jadi terbuang sia-sia.” Dipikirnya itu cukup membuat Chandra marah, namun tak ada tanda-tanda kemarahannya.
“Baiklah, kita sepakat!” sahut Chandra.
ᕙ(⇀‸↼‶)ᕗ
“Reno?”
“Siapa?”
“Ini aku, Adelya. Kau sudah membaca peraturan lomba peragaan busana? Kudengar kau terpilih menjadi model pria dan pasangan yang ingin ditentukan bebas dari kelas manapun, maukah kau menjadi pasanganku?” ajak Adelya.
“Chandra merajuk karena tak terpilih lomba lain selain dari cabang olahraga, jadi pasangannya saja. Aku masih harus mempersiapkan lomba lain,” tolak Reno secara halus.
Sejak kedatangan Adelya yang tak disadarinya, tatapan Chandra sedikit berbeda pada gadis itu. Pun, Reno mendapat sedikit gambaran dari masa lalu terkait keduanya. Dan yang mengherankan, jika Chandra dan Adelya pernah memiliki hubungan, mengapa kini keduanya terlihat asing?
KAMU SEDANG MEMBACA
Bonjour, Prince! [Lee Know]
أدب الهواة[End] Terlahir sebagai seorang anak dari Raja dan Ratu mungkin terdengar menyenangkan bagi sebagian orang. Lagipula, siapa yang tak suka terlahir di keluarga yang kaya raya, dan di istana yang megah? Ya, ada. Sang anak itu sendiri. Disaat ia memilik...