DUAPULUH SATU

2.8K 147 11
                                    

Vote dan tandai jika ada typo!

~Happy Reading~

Seorang gadis dan anak kecil hanya menunduk sambil memainkan jarinya, menghindar tatapan tajam bak elang dari seorang pemuda siapa lagi jika bukan Embun dan Abizar.

Mereka hanya diam disaat dimarahi oleh Bintang tentang aksi mereka mencuri pisang milik tetangga. Sedangkan Nio dan Brian menahan tawa melihat keduanya diam tak mampu berbicara apapun.

"Mencuri itu baik apa Enggak?" tanya Bintang dingin, Embun dan Abizar menggeleng takut.

"Jawab," ujar Bintang penuh penekanan.

Embun mengerucutkan bibirnya. "Enggak Abin."

"Doca," tambah Abizar.

Bintang menyeringai kecil. "Terus kenapa mencuri?"

"Maaf Abin Embun salah," ujarnya cemberut.

El tersenyum gemas tanpa gadis itu ketahui.

"Jangan malahin tatak cantip, Izal yang calah Izal yang ajak tatak culi picangna." Tumpah sudah air mata Abizar, dengan sesegukan Abizar berbicara sesekali mengusap ingus yang tiba-tiba keluar.

Embun yang tadinya takut kini melotot melihat Abizar menangis karena Abangnya sendiri. Ia berkacak pinggang sambil menatap tajam kearah Bintang.

"Abinn nakal! Bikin Abizar nangis, nanti Embun aduin Bunda biar Abin dimarahin terus dihukum," pekiknya marah.

Bukannya takut Bintang malah terkekeh pelan melihat gadis itu yang memarahinya, hey bukan dia yang akan dihukum justru gadis itu lah yang akan dihukum jika orang tua mereka mengetahui kalau keduanya mencuri.

"Lucu," batin Bintang.

"Ihhh Abin hueee Embun kesell tauu," ujar Embun dengan menarik telinga Bintang, pemuda itu sampai meringis pelan.

"Sshh jangan ditarik lepasin ya sakit," pinta Bintang dengan lembut, sambil mencoba melepaskan tarikan itu dari telinganya.

Namun Embun menggeleng, ia harus memberi pelajaran sahabatnya ini terlebih dahulu. Abizar sendiri melotot bukan karena marah namun girang, dengan mengusap kasar air matanya bocah itu justru menyemangati kakak cantiknya.

"Iya tatak talik teluc Aban nakal cama kita," ujar Abizar menyemangati Embun.

El melihat itu langsung turun tangan. "Heyy lepasin ya kasian itu telinganya merah nanti kalo lepas gimana gak kasian hey," ujar El lembut berusaha tak menyinggung perasaan gadis itu.

Embun seketika terdiam melihat telinga sahabatnya yang memang benar memerah. Ia melepas tarikannya dan menusap-ngusap telinga Bintang pelan dengan mata yang berkaca-kaca.

"Maapin Embun ya Abin...Embun nakal..tarik-tarik telinganya," gumam Embun lirih.

Bintang tersenyum mendengarnya, heyy ini hanya seperti digigit semut baginya, tadi dirinya hanya bersandiwara mana mungkin seorang Bintang kesakitan saat ditarik telinganya sedangkan ia sendiri pernah hampir tertembak bahkan dipukuli sang Ayah sampai hampir pingsan karena diuji kekuatannya yang membuat dirinya jadi seperti sekarang.

Bintang mengelus pucuk kepala sahabatnya itu. "Gapapa kok tapi inget ya lain kali jangan mencuri, mencuri itu gak baik dosa, mau dimarahin Allah hmm? Kalo mau apa-apa minta ke aku atau El ok," ujar Bintang lembut.

"Kamu juga jangan nakal nanti Bunda marah," ujar Bintang kepada adiknya, Abizar mengangguk pelan.

"Iya in aja deh dali pada ngamuk," batin Abizar.

SYAKIRA (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang