EMPATPULUH TUJUH

1.7K 87 8
                                    

Vote dan tandai jika typo!

~Happy Reading~

Semua yang ada didalam ruangan itu terdiam, terkejut atas penuturan El. Termasuk kedua orangtuanya.

El menatap semua dengan sendu, ia hanya ingin mengatakan itu. Terlalu lelah baginya menyimpan semuanya terlalu lama.

"Sayang," ucap Naya terkejut.

El tersenyum menatap sang Mama. "Gapapa El cuma pengen bilang itu aja gak lebih Ma."

El beralih menatap Bintang, ia terkekeh pelan walau berusaha menahan rasa sakit dikepalanya. "Gue mau ngomong sama lo."

Bintang yang sejak tadi terdiam pun mendekat kesisi ranjang sang sahabat.

"Jaga dia ya, jaga perempuan yang gue cintai, jangan pernah sakiti dia," ucap El menahan sesak didadanya saat mengatakan itu.

Naya kembali terisak dipelukan sang suami.

"Gue cinta sama dia, selama ini gue cuma bisa mencintai dia dalam diam, karena gue tau gue cuma sahabat dan kita pun berbeda," pinta El dengan suara serak.

Bintang memejamkan matanya saat El mengatakan itu seolah meresakan rasa sakit yang dialami sahabatnya.

"gue serahin dia ke lo, gue pun tau kalo lo juga cinta ke dia kan." El menjeda ucapannya.

"Cintai dia, jangan sakiti dia, gue percayain sama lo." El tersenyum yang justru membuat yang lain sesak.

Bintang menatap sahabatnya lama. Jujur, ia memang mencintai Embun namun bukan ini yang ia mau, ia pun tak menyangka jika ia dan El mencintai gadis yang sama.

Selama ini ia berusaha bersikap layaknya sahabat namun ternyata El mengetahuinya harusnya dari awal ia sadar jika pemuda itu sangatlah peka.

"Kita jaga bersama," putus Bintang dengan tatapan sendunya.

El terkekeh pelan sesekali meringis saat kepalanya berdenyut nyeri. "Gue gak akan bisa miliki dia, tuhan kita beda asal lo lupa."

Brian dkk terdiam dengan air mata yang terus menetes, tak menyangka atas penuturan El, namun mereka hanya bisa mendengarkan tanpa berani berbicara.

El beralih menatap sang Mama dengan tatapan sendunya. "Ma."

Naya menatap sang putra dengan tatapan sedihnya. "Iya sayang."

El mengulas senyumnya. "Makasih ya Ma...Mama orang terhebat yang El punya. Makasih atas semua yang Mama kasih ke El." El menjeda ucapannya, tenggorokannya tercekat saat mengatakan itu, ia memejamkan matanya sebentar lalu kembali terbuka.

Ele menatap sang mama sendu. "El sayang Mama...jaga diri baik-baik ya Ma..izinin El pergi ya..El cape Mah
..kepala El sakit." El meringis, kepalanya kembali berdenyut sakit.

Naya menggigit bibirnya kembali menahan isakan yang hendak keluar dari bibirnya. Athur memejamkan matanya tak sanggup menatap sang putra. Dadanya sangat sesak saat putranya mengatakan kata demi kata yang menyakitkan baginya.

Naya menggeleng. "Jangan sayang kamu gak boleh kemana-mana kamu harus sembuh ok."

El tersenyum dengan tangan yang mengepal erat menyalurkan rasa sakit dikepalnya.

"Maaf Ma..mungkin ini memang udah waktunya El pergi."

El beralih menatap Bintang kembali tak kuat rasanya saat mengatakan itu lebih lama kepada sang Mama.

"Bisa bantu gue," pinta El dengan tatapan memohon.

Bintang mengangguk sendu. "Iya."

El tersenyum lalu meminta Bintang untuk membantunya menulis sesuatu di kertas.

Air matanya jatuh saat kata demi kata terucap, rasa sesak kembali ia rasakan. Berat rasanya untuk melakukan ini semua. Tapi ini memang yang harus ia lakukan karena baginya apapun akan ia lakukan demi gadis yang ia cintai.

Naya kembali terisak sampai isakan itu terdengar lirih, Athur sebagai seorang suami berusaha menguatakan istrinya walau dirinya sendiri pun sangat sedih.

Brian dkk tak mampu menahan rasa sakitnya, Rose pun hanya mampu terduduk disofa.

Setelah beberapa waktu, surat yang ditulis Bintang atas permintaan El pun selesai.

El tersenyum dengan sedikit ringisan. "Thanks."

Bintang mengangguk samar dengan mata yang tetap menatap surat itu.

El beralih menatap dokter yang ada diujung ruangan, seolah mengerti akan tatapan itu sang dokter pun mendekat.

"Dok jika saya pergi nanti tolong berikan mata saya kepada Embun, saya rela pergi asal dia sembuh." El mengatakan itu dengan nada bergetar dan manahan rasa sesak dihatinya.

Air matanya kembali menetes, tak sanggup rasanya meninggalkan gadis itu, sejak dulu hingga detik ini mereka selalu bersama. Tak terbayang jika nanti Embun sadar dan mengetahu semuanya.

Naya menatap kaget sang putra, ia kembali terisak setelah tadi berhenti. Brian dkk pun sama, mereka kaget mendengar penuturan El.

"Sayang jangan tinggalin Mama."

El memejamkan matanya guna menghalau rasa sakit dikepalanya yang kian hebat.

"Arghhh."

Ia mengerang dengan memukul kepalanya, Naya dan lainnya panik saat akan memegang El, Dokter mengintruksi mereka untuk keluar.

"Mohon tunggu diluar Pak Bu." setelah itu sang Perawat masuk.

Saat semua kalut dan menangis terdengar suara langkah kaki yang tergesa-gesa.

"Nayaa," pekik Yuma dari kejauhan sambil berlari bersama sang suami dan orang tua Bintang.

Naya menoleh lalu memeluk sahabatnya dan memangis hebat dipelukan Yuma.

Ceklek

Atensi mereka teralihkan ke Dokter yang keluar dari ruangan sang putra. Naya dan lainnya langsung mendekat.

"Dok gimana keadaan putra saya hikss," ucap Naya dengan menangis.

Sang Dokter terdiam sebentar lalu menghela nafas sebelum akhirnya menjelaskan. "Maaf Pak Bu, kami sudah berusaha semaksimal mungkin tapi Tuhan berkehendak lain."

Mereka langsung masuk kedalam ruangan itu kembali dan tangis histeris pecah kala melihat wajah tampan milik Elvano memucat, El pergi dengan membawa cinta dan pengorbanan besar untuk gadis yang ia cintai.

Meninggalkan semua kenangan dan momen indah yang pernah dilewatinya dengan teman kecilnya yang diam-diam dicintainya. Menyisakan duka dan luka dihati para sahabat terutama orang tuanya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
TBC

Vote dan komen yah!

See you next chapter🍒

SYAKIRA (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang