27.Penyesalan Mendalam

15 4 0
                                    

⚠️⚠️ Visualisasi hanya berlaku di cerita ini. Jangan pernah dibawa ke dunia nyata !!!

Jangan lupa vote 🤗🤗🤗

Dan tinggalkan komentar juga yaa🤗🤗🤗

Biar aku makin semangat ngetiknya 😅😅😅

Nggak maksa sih, terserah kalian aja. Aku nggak bakalan maksa lagi. Sesuai kesadaran dan kemauan masing-masing aja

Happy Reading 💚💚💚

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Ale tersenyum ketika melihat berita yang dia kirimkan beberapa hari lalu kini sudah tersebar luas di layar Televisi. Bahkan kasus tentang pembunuhan Arin dan sang mama pun sudah terbongkar juga, tapi Ale sengaja untuk tidak mempublikasikannya. Biarkan pihak keluarga saja yang mengetahui soal hal ini. Ternyata dugaannya selama ini benar, kakaknya itu meninggal bukan karena bunuh diri tetapi karena ada seseorang yang membunuhnya, begitupun dengan kematian mamanya. Dan itu adalah rencana Hendra dan Ghita yang bekerja sama. Beruntung Ale sudah berhasil mendapatkan semua buktinya, jadi mereka sama sekali tidak bisa mengelak lagi.

Ale mendengar suara pintu terbuka dan mendapati sang papa di sana. Tian masuk ke dalam dan menghampiri putrinya itu. Renal yang memang sedang menjaga Ale sendirian karena Jevian yang sedang berada di kampus langsung berdiri dari posisinya.

"Ca, Om, saya permisi dulu ya. Kalian bisa ngobrol berdua dulu." Seakan peka dengan situasinya, Renal memilih untuk keluar dari sana. Meninggalkan Tian dan Ale yang harus berbicara berdua.

"Kamu bagaimana ?? Papa udah dengar semuanya dan papa langsung terbang ke sini waktu tau kamu luka." Pertanyaan itu lolos dari bibir sang papa, membuat Ale sedikit terkejut dengan perubahan sang papa yang semakin kesini semakin menunjukkan perhatiannya pada dirinya.

"Ale enggak apa-apa. Ada Jevian sama Renal yang nemenin Ale di sini. Kondisiku juga udah makin membaik kok pa." Balas Ale. Ketika Tian akan duduk di kursi yang ada di samping Ale, Ale langsung menarik sang papa dan memeluk sang papa erat.

"Gini dulu ya pa, Ale kangen sama papa." Ucap Ale yang semakin menenggelamkan wajahnya di dada sang papa. Tian yang juga merasa rindu dengan putrinya itu hanya membiarkan Ale memeluk tubuhnya dan dirinya mulai memberikan usapan lembut di punggung Ale.

"Dek, sudah ya." Panggilan dari Tian itu membuat Ale mendongakkan kepalanya. Jika Tian sudah memanggil dirinya seperti itu, berarti ucapan selanjutnya tidak ingin dibantah sama sekali meskipun ucapannya nanti cenderung lebih lembut dalam menyampaikannya.

"Semua tujuanmu sudah terwujud. Orang yang bunuh kakak kamu juga sudah mulai dijatuhi hukuman. Sekarang papa minta kamu nikmati kebahagiaan kamu dengan Jevian dan Kenzo. Hidup bahagia seperti kebanyakan keluarga. Untuk urusan perusahaan biar papa dulu yang urus. Kamu hanya perlu menikmati hidup kamu sebagai seorang istri dan seorang ibu. Lakukan apa yang mau kamu lakukan selama ini dengan bebas." Lanjut Tian sambil mengusap pelan surai hitam Ale.

"Tapi aku mau bantuin papa buat urus perusahaan." Ucap Ale.

"Biar Jevian yang bantu papa ya, kamu cukup menjadi istri dan ibu yang baik. Anggap ini sebagai ganti kebebasan kamu dulu yang pernah papa dan kakek renggut." Jawaban Tian itu membuat Ale terlihat sedikit murung, tapi Tian akhirnya memberikan solusi lain agar putrinya itu bisa kembali tersenyum.

"Oke oke, Jevian yang akan bantuin papa sepenuhnya. Kamu kalau mau bantu-bantu di perusahaan, silahkan. Papa enggak akan larang. Tapi kamu harus lebih utamakan peranmu sebagai seorang istri buat Jevian dan seorang ibu untuk Kenzo." Penjelasan dari Tian itu sukses membuat Ale kembali tersenyum lebar. Ale kembali memeluk sang papa erat seperti sebelumnya. Menikmati kehangatan yang sang papa kembali berikan setelah sekian lama.

Gemelli (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang