13. Tempat Bersandar

22 10 1
                                    

⚠️⚠️ Visualisasi hanya berlaku di cerita ini. Jangan pernah dibawa ke dunia nyata !!!

Jangan lupa vote 🤗🤗🤗

Dan tinggalkan komentar juga yaa🤗🤗🤗

Biar aku makin semangat ngetiknya 😅😅😅

Nggak maksa sih, terserah kalian aja. Aku nggak bakalan maksa lagi. Sesuai kesadaran dan kemauan masing-masing aja

Happy Reading 💚💚💚

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Ale menatap tajam ke arah Hendra yang kini sedang berusaha menjauhkan pisau yang berada di leher Ale. Ale tersenyum miring melihat usaha Hendra yang begitu keras untuk menjauhkan pisau tersebut. Ale terkekeh kemudian mengubah kembali wajahnya menjadi datar.

"Kenapa ?? Takut ?? Lo takut kalau gue bakalan mati karena pisau ini ??" Tanya Ale dingin.

"Gue udah peringatin lo sebelumnya, jangan pernah nyentuh mama atau lo akan lihat diri gue yang sebenarnya. Tapi ternyata lo penasaran sama diri gue yang sebenarnya. Jadi jangan salahin gue kalau lo akan melihat sisi gue yang lain." Desis Ale dengan mata memerah berkilat amarah. Hendra tertawa sarkas dengan tangan yang ditarik berlawanan dengan tarikan tangan Ale agar pisau tersebut tetap jauh dari leher Ale.

"Haha gue kira lo akan tunduk dan akan nurutin semua permintaan gue kalau mama lo yang gue jadiin ancaman. Ternyata gue salah." Ucap Hendra menertawakan dirinya sendiri.

"Bunuh aja gue !! Lakuin apa yang udah bawahan lo lakuin ke gue !! Biar sekalian lukanya !! Biar sekalian aja gue mati !! Tapi jangan pernah lo sentuh mama gue !!" Ancam Ale yang sukses membuat Hendra melepaskan pisaunya dan membuangnya jauh dari Ale. Hendra tertawa sarkas kemudian menyunggar rambutnya ke belakang.

"Kali ini gue emang enggak bisa dapetin lo, tapi lain waktu gue akan pastiin lo akan jadi milik gue !!" Peringat Hendra kemudian berbalik pergi dari sana.

Setelah memastikan Hendra benar-benar pergi dari sana, Ale bergegas lari menuju ke lantai dua. Dia menuju ke kamar milik sang mama, membuka kuncinya dan langsung mencari keberadaan sang mama. Ale bahkan mengabaikan Jevian yang berdiri di dekat tangga. Setelah menemukan keberadaan sang mama yang kini tengah meringkuk sambil menangis, Ale berjongkok untuk menyejajarkan dirinya dengan sang mama. Jevian yang berniat menghampiri Ale dengan sang mama langsung dihalangi oleh Renal.

"Jangan dulu. Kita enggak tau apa yang akan terjadi kalau lo samperin Caca sekarang. Kita cukup nunggu aja." Ucap Renal yang mau tidak mau dituruti oleh Jevian.

Ale mengusap tangan sang mama yang kini masih menelungkupkan kepalanya di lipatan kakinya. Sang mama mendongak dengan wajah yang dipenuhi oleh air mata. Baru saja Ale akan memeluk sang mama, tapi dia langsung didorong oleh mamanya sendiri sampai jatuh terduduk.

"Pergi !! Kamu bukan Arin !! Kamu, kenapa kamu bunuh kakakmu sendiri ?? Dia saudara kembarmu sendiri El. Dia salah apa sama kamu ??!!" Bentak sang mama sambil bangkit berdiri. Ale menggeleng, tidak membenarkan ucapan sang mama.

"Ma, mama kok ngomong gitu ?? Aku sayang ma sama kak Arin. Enggak mungkin aku bunuh kembaran aku sendiri ma." Ucapan Ale itu justru semakin membuat sang mama marah besar.

Sang mama berjalan menuju ke meja rias, membuang semua barang yang ada di sana dan membuat semuanya berserakan di lantai. Bahkan beberapa tempat kosmetik ada yang pecah menjadi berkeping-keping. Ale memekik ketika menyadari jika sang mama kini meraih sebuah vas bunga kemudian membantingnya ke lantai dan mengambil salah satu bagian yang pecah tersebut. Dengan cepat, Ale berdiri dan menghampiri sang mama kemudian mencoba merebut pecahan vas itu dari tangan mamanya.

Gemelli (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang