19. Nightmare

215 43 3
                                    

Tidur Luna terusik karena merasakan tubuh Agatha yang berada di pelukannya bergetar hebat. Ia segera panik begitu menyadari anaknya terisak.

"Ata? Ata sayang, bangun nak, ini Mami." ujar Luna. Ia segera menyadarkan Agatha dari tidurnya. Luna pikir, Agatha bermimpi buruk sampai menangis tersedu-sedu seperti ini.

Luna menyeka keringat di dahi Agatha yang bercucuran. Sambil terus memanggil-manggil anaknya yang terjebak di alam mimpi.

"Ata? Istighfar sayang, ini Mami. Ayo bangun," kata Luna khawatir.

Arya yang juga tengah tertidur pulas di sofa kamar tamu dikediaman Dranupati  terbangun, segera ia hampiri istri dan putri tersayangnya tersebut
"Ata bangun, sayang?"

"Enggak, Mas. Kayaknya Ata mimpi buruk." kata Luna yang masih kepanikan.

Arya segera menarik tubuh Agatha ke pelukannya, "Gak usah takut sayang, ini Papi." ujarnya sambil mengusap punggung Agatha lembut.

Dalam sekejap, mata Agatha terbuka. Sinar matahari langsung saja menyerang matanya. Agatha masih mengatur napasnya saat Luna sudah bisa bernafas lega karena Agatha sudah bisa membuka mata.

Diam-diam Agatha merasa lega, rupanya apa yang dia lihat dan rasakan tadi, hanyalah sebuah bunga tidur.

"Nightmare?" tanya Arya pelan. Agatha mengangguk pelan. Luna segera meraih segelas air diatas nakas. Dan memberikannya pada Agatha. Menyuruhnya minum air dulu agar tenang.

"Ata mimpi apa sampai kaya gitu?" tanya Luna khawatir.

"Runa, Mi."

Luna menghela napas, "Gak usah terlalu dipikirin, Ta. Runa udah gak papa kok, dia gak terlalu parah juga. Kamu mah, apa-apa dipikirin sampe jadi sakit kaya gini. Mami gak suka ah." rajuk Luna.

Arya menatap Luna, "Udah jangan dimarahin dulu anaknya. Kamu mending bawain sarapan buat Ata."

Luna melirik jam dinding yang dipajang diatas televisi.

"Sarapan apa, ini udah jam tiga sore." keluh Luna walaupun tak lama bangkit dan keluar dari kamar.

Arya bisa merasakan pelukan Agatha mengerat. Arya mengelus punggung Agatha lembut, berusaha menyalurkan ketenangan untuk putri tersayangnya ini.

"Ada apa, hm? Ada yang perlu Papi denger?"

"Just an ordinary nightmare, Pi." jawab Agatha pelan, sangat pelan.

Arya menganggukkan kepalanya mengerti. "Ada yang Ata mau, mungkin?"

Agatha diam sebentar, sedikit berpikir. "Ata boleh ketemu Runa, Pi? Ata pengen banget ngobrol sama Runa."

Arya sekali lagi mengangguk, "Boleh dong. Runa udah baikan dari tadi pagi. Dia bahkan ngotot mau pergi sekolah, tapi begitu dia tau kamu juga sakit jadi deh gak ngotot lagi." ujar Arya.

Memang benar, kondisi Aruna sudah lebih baik dari kemarin malam. Dan yang buruk malah terjadi pada Agatha. Saat tengah berpelukan dengan Agas, Agas malah merasa tubuh Agatha mulai terkulai lemas. Ia tak sadarkan diri seharian.

Tidak memilih untuk pulang, Arya malah meminta disiapkan kamar tidur saja untuk Agatha, Luna dan dirinya. Karena Arya berpikir, mungkin saat sadar nanti, kedua gadis ini perlu berbicara satu sama lain. Arya merasa, ada sesuatu hal yang perlu diselesaikan diantara mereka.

"Mau jalan sendiri atau--"

"Mau digendong," potong Agatha cepat.

Arya terkikik, "Padahal udah mau punya KTP, tapi masih suka aja digendong."

Three or NothingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang