31. Minta Maaf?

172 34 0
                                    

Aruna segera mendekat, hendak merebut ponselnya dari tangan Agatha.

"Balikin hp gue!"

"Enggak! Sebelum Lo jelasin maksud dari pesan Kalingga sama kita berdua." ujar Agatha tegas. Ia menatap Aruna tajam. "Maksudnya apa ini, Na?"

Aruna menutup matanya frustasi. Bingung harus menjelaskan darimana.

Awalnya, Aruna coba-coba. Mengajukan beberapa dokumen pendaftaran dan mengikuti beberapa tes bersama Kalingga. Menggantikan posisi Agatha yang kosong waktu itu.

Aruna cukup tergiur dengan beasiswa itu. Apalagi kesempatannya terbuka lebar-lebar. Aruna diam karena tidak ingin menebar kabar sebelum resmi diterima. Harga diri taruhannya.

Aruna menghela napas panjang, "Iya. Apa yang kalian pikirkan tentang gue bener. Gue ambil beasiswa itu, sama Kalingga."

Agatha mencoba mengatur napasnya yang memburu. Entah kenapa, rasanya ia marah sekali.

"Kenapa gak bilang?" tanya Agas yang masih bisa mengatur emosinya.

"Karena hasilnya belum pasti. Gue gak mau banyak omong diawal, Gas." Aruna menatap Agas sendu. Mencoba meraih kepercayaan Agas padanya yang sudah tenggelam begitu dalam. "Gue mohon kalian berdua buat ngertiin gue."

Aruna menunduk, ia terlihat begitu putus asa.

Agas menghela napas, "Jelasin. Kita berdua dengerin."

"Ya itu di awal gue udah jelasin kan, Gas." keluh Aruna.

Agatha mendecih, "Apa yang gue sama Agas pikirin boleh jadi gak sama. Jelasin atau gue kasih tau kabar ini ke Mama sekarang juga, Na."

"Gue gak bisa dan gak mau!" Aruna menatap kedua sahabatnya itu nyalang. "Cukup gue yang mengerti diri gue sendiri. Karena, mau sepanjang lebar apapun gue ngejelasin ke kalian, kalian gak bakalan ngerti."

Agatha mengumpat kesal, "Benci banget gue kalau Lo udah gini! Benci banget tau gak!" serunya keras. Ia menatap Aruna nyalang, "Gak usah ngerasa paling tersakiti deh Lo! Disini yang harusnya ngerasa sakit itu ya gue, Agas, Mama, Papa dan semua orang yang bakalan Lo tinggalin, Runa! Kurang apa sih kita semua sama Lo? Kok Lo bisa setega ini sama kita?"

Agatha berdecak, "Jangan sama gue deh. Sama Mama sama Papa tuh! Sama dua orang yang paling sayang sama Lo! Sama dua orang yang selalu siap banting tulang cuma buat Lo itu. Kok Lo bisa sih rahasiain sama mereka? Ini bukan hal kecil loh!"

"Lo gak akan bisa ngerti!"

Agas menyahut dengan emosi, "Gue bisa ngerti! Kita bisa Aruna! Asal Lo bilang!"

Aruna berdecak kesal. Air matanya sudah keluar dari tadi. Entah kenapa ia bisa merasa se gelisah itu saat ini.

"Diem deh Lo berdua! Orang paling beruntung sedunia yang gak pernah kesangkut masalah kaya Lo mah gak bakalan ngerti, Ta!"

"Ya seenggaknya Lo bilang dong, Na! Lo tau gak inti permasalahannya dimana?" teriak Agatha murka. Ia tatap Aruna yang juga menatapnya nyalang. Air mata di pelupuk mata keduanya tak membuat emosi keduanya mereda.

"Iya nanti gue bilang! Kalau gue udah lolos! Gue pasti bilang kok!" kata Aruna. "Kadang ya Ta, semua orang gak perlu tau prosesnya. Cukup diri sendiri aja yang tau! Gue bukan orang sombong yang suka share pengalamannya ini itu kaya Lo!"

Agatha tertawa hambar. Perkataan Aruna cukup membuatnya terdiam. Tega sekali.

"Terus? Mana? Sekarang Lo udah bilang belum? Gue baca tadi tuh pesannya udah dari kemarin malam. Pas Lo udah lolos dan tinggal berangkat ini lo bilang gak sama kita-kita? Sama Mama? Sama Papa?" tanya Agatha berturut-turut.

Three or NothingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang