16. Lari dari Masalah

189 32 0
                                    

Daniar tidak menyangka, sikap acuhnya selama ini sebegitu berpengaruh terhadap mental sang anak. Padahal, yang dipikirkan Aruna sama sekali tidak benar.

Daniar dan Rania sepakat tidak membahas masalah tersebut, takut-takut Aruna tertekan dengan turunnya nilai Aruna selama satu semester. Daniar dan Rania memilih diam, berharap Aruna juga tidak begitu memikirkan nilai-nilai yang hanya terukur dengan angka itu.

Tapi ternyata, semua itu hanya membebani putri tersayangnya.

Jantung Daniar serasa berhenti berdetak ketika mendengar Aruna takut kepadanya. Perkataan Aruna begitu menghantui isi pikirannya saat ini.

Hal itulah yang membuat Daniar terus menginjak pedal gas dan membuat mobil yang ia kendarai melaju dengan kecepatan tinggi. Membelah jalanan kota yang lenggang karena malam sudah larut.

Arya yang duduk di kursi penumpang nyaris memuntahkan isi perutnya karena aksi Daniar yang membuat kepalanya berputar.

"Dan udah Dan! uhuk uhuk!" Arya begitu ribut berteriak minta berhenti.

Daniar tidak mendengarkan. Ia seolah tuli. Sampai pada saat sebuah mobil yang sedari tadi membuntutinya langsung menghadang.

Kesadaran Daniar kembali begitu mobil tersebut berada tepat didepannya. Ia dengan cepat menginjak rem.

Arya dengan dramatis menjerit ketakutan. Teriakan Arya begitu memekakan telinga.

Untung saja, Daniar sadar.

Kalau tidak, bisa-bisa keduanya malah berakhir mengenaskan karena kecelakaan.

Ragas keluar dari mobil. Raut wajahnya memerah padam. Arya yang melihatnya ikut merasa marah. Ia dengan buru-buru keluar dari mobil.

Lantas langsung menarik kedua kerah kemeja Ragas gemas. "LO GOBLOK APA GIMANA GAS? LO MAU BIKIN GUE SAMA DANIAR MATI HAH?" Emosi Arya meletup-letup.

Daniar yang melihat keributan itu ikut keluar mobil. Hendak memisahkan pertengkaran itu.

"Gue gak ada urusan sama Lo!" bentak Ragas tak suka. Ia segera melepaskan diri dari cengkraman Arya.

Arya berteriak kesal. Ia tak menyangka kekuatan Ragas bisa sekuat itu. Arya bahkan hampir menyentuh aspal saat laki-laki itu membanting tubuhnya.

Daniar lari tergopoh-gopoh dan menahan Arya yang hendak menyerang Ragas kembali.

"Jangan kaya anak kecil deh Lo berdua!" bentak Daniar sama kesalnya.

Ragas tertawa dibuatnya, ia memalingkan wajahnya. Rahangnya mengeras, "Jangan kaya anak kecil kata Lo? Lo harusnya mikir sialan!"

Ragas kembali maju, menarik kedua kerah baju Daniar. Lalu berteriak didepan wajahnya langsung.

"Lo yang kaya anak kecil! Kalau Lo gak bisa pegang tanggung jawab segede ini, waktu itu jangan berani-beraninya Lo deketin Rania lagi, bajingan!" Ragas menumpahkan segala kekesalannya atas kebodohan yang dilakukan Daniar.

"Dasar Ayah sama suami gak bertanggung jawab Lo! Lo tinggalin mereka berdua rapuh sendirian! Tanpa dukungan dan pelukan Lo! Lo pikir Lo keren hah kabur-kaburan gini? Mikir anjing!"

Satu pukulan lolos menerpa pipi kanan Daniar. Sudut bibirnya bahkan sampai berdarah akibat kencangnya pukulan Ragas yang ia simpan selama bertahun-tahun lamanya.

Seingat Arya, Ragas terakhir menggunakan pukulannya itu saat menghajar orang yang menabrak istri pertamanya sampai meninggal.

Arya tidak ingin memisahkan atau sekedar menolong Daniar. Ia cukup puas dan setuju dengan Ragas.

Setelah puas menghajar Daniar sampai babak belur, Ragas menghela napas panjang.

"Kalau gak inget Rania sama Aruna, udah gue bikin mati Lo, setan!" bentaknya lalu segera membantu Daniar untuk berdiri. Lantas memeluk suami dari sahabat terdekatnya itu erat.

"Sadar, Dan." bisiknya.

Daniar sudah menangis sedari tadi. Ia bisa saja melawan Ragas. Tapi rasanya untuk bersuara lagi pun, ia tak mampu. Yang keluar dari mulutnya hanya isakan-isakan penuh penyesalan.

"Gue ngerasa gagal jadi Ayah, Gas." keluh Daniar pelan, nyaris tak terdengar.

Ragas menghela napas berat, "Bukan Lo doang, Dan. Bahkan, gue udah gagal jadi Ayah buat kedua anak gue."



•333•




Agatha duduk termenung di balkon kamar Aruna. Aruna baru saja tidur, setelah diberi obat penenang oleh bundanya.

Agatha begitu shock melihat sahabat tersayangnya begitu rapuh. Ia merasa gagal menjadi orang terdekat Aruna.

Angin malam begitu menusuk kulit. Tetapi Agatha tak kunjung masuk walaupun seruan khawatir Agas tak berhenti menyuruhnya masuk.

Kesal tak diberi respon, Agas akhirnya mendekati Agatha.

"Ta, dingin. Lo mau sakit juga kaya Aruna, heh?" ujar Agas.

Agatha tatap wajah kusut Agas. Tak jauh berbeda dengannya.

"Lo mau ninggalin gue juga, Ta? Cukup Aruna aja, Lo jangan." ucap Agas sendu sebagai bentuk keputusasaannya malam itu.

Agatha tahu, bukan hanya Aruna yang kesakitan disini. Semua orang disekitarnya pun merasakan hal itu.

Ia tarik tubuh Agas yang sudah lemas itu kedalam pelukannya. Agas balas memeluk. Keduanya saling menguatkan. Diantara dinginnya malam dan hembusan angin yang kencang. Dibawah bintang-bintang yang bersinar begitu terang, seolah tidak mengerti, ada hati yang patah bersamaan jiwa yang rapuh malam itu.

•To Be Continued•

•To Be Continued•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Three or NothingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang