Aruna menutup pintu pagar rumah lalu segera masuk. Mengabaikan figur Agas yang sudah berlalu setelah mengantarkannya pulang. Ia tak mengucap pamit karena Aruna mendiamkannya sedari tadi di sekolah.
Begitu masuk, dia disuguhi sosok wanita yang paling ia sayangi sedang menyiapkan makan siang. Yang tersenyum bahagia begitu menemukan wajah lelah putri satu-satunya ini.
"Anak Mama sudah pulang, gimana hari pertama sekolahnya?" tanya Rania sambil berjalan menghampiri Aruna.
Aruna ikut berjalan mendekat, lalu memeluk Rania. Gerakan tiba-tiba yang membuat Rania kebingungan. "Eh kenapa?"
Aruna diam sejenak sebelum akhirnya menggelengkan kepalanya. Ia melepaskan pelukan lalu menarik kedua sudut bibirnya membentuk senyum tipis, "Gak papa. Runa bersih-bersih dulu ya, Ma." ujarnya lalu berlari kecil menuju kamar.
Rania mengerutkan keningnya sambil menggaruk kepalanya bingung.
Sepuluh menit, Aruna kembali turun. Kali ini yang ia temukan adalah dua sosok tersayangnya. Sedang duduk menunggu Aruna yang pamit membersihkan diri tadi.
"Tumben banget Papa udah pulang," ujarnya.
Daniar segera membalas, "Pengen aja pulang, bosen di kantor terus. Gak ada hal yang menarik. Kalau di rumah kan, Papa bisa lihat dua bidadari cantik sepuasnya."
Aruna tertawa kecil, sedikit tersipu dengan guyonan dari sang Ayah. Sedangkan Rania menggelengkan kepalanya heran, sudah bosan dengan guyonan tersebut.
"Gimana hari pertama kembali ke sekolahnya, sayang?" tanya Daniar mencomot sembarang topik sembari menunggu Rania menyajikan makanannya.
Aruna berpikir sebentar, "Not bad."
"Tadi jadi berangkat bareng Agasnya?"
Aruna mengangguk saja menanggapinya. Dahi Daniar berkerut bingung, ia menatap istrinya meminta kejelasan. Sedangkan yang ditanyai mengendikan bahunya tak tahu.
Daniar menghela napas panjang, dia menatap putrinya yang sedang menikmati makan siangnya dalam diam.
"Runa, kenapa? Ada masalah di sekolah? Tell me, siapa tahu Papa bisa bantu?" ujar Daniar sambil menatap Aruna teduh.
Aruna merapatkan bibirnya, tanpa menatap sang ayah, ia menggeleng pelan. Daniar tatap putrinya penuh tanya, bisa ia lihat tangan Aruna mencengkeram kuat sendok dan garpunya. Seperti menyalurkan emosinya lewat hal tersebut. Dengan sigap, Daniar menggapai tangan Aruna dan mengusap punggung tangannya pelan-pelan. Menyalurkan rasa hangat, agar Aruna tidak merasa terintimidasi olehnya.
Diperlakukan seperti itu, malah membuat Aruna makin mencengkeram sendok garpunya kuat. Ia mulai terisak pelan.
"Hey? what's wrong with you, honey?" Daniar kepanikan saat mendengar putri satu-satunya itu menangis. "Papa sama Mama ada salah sama kamu? Hm?"
Susah payah Aruna menjawab, "Enggak."
"Terus kenapa?" Daniar kembali bertanya. Kemudian ia tatap sang istri yang malah diam seribu bahasa. "Ran, tanyain dong ini anakmu. Kok kamu malah diem aja sih?"
Rania menatap suaminya tajam, "Kamu bertanya diwaktu yang salah, Mas." Kemudian dia beranjak lalu duduk di samping Aruna. Diraihnya tubuh Aruna yang sedang memanas itu kepelukannya. "Runa, sini sayang. Gak papa, keluarin aja dulu semuanya." ujar Rania lembut. Ia usap rambut Aruna yang baru saja dicuci tadi pagi itu, ia salurkan rasa tenang kepada anaknya.
Tangis Aruna pecah saat diperlakukan seperti itu. Ia salurkan rasa kesal dan amarahnya yang dipendam sejak di sekolah.
Kesal karena semua perkataan dan perbuatan mereka tidak ada salahnya. Kesal karena dirinya, beberapa kali orang yang dia sayangi harus memasang badan menghadapi segala cacian itu.
Aruna teramat kesal karena dirinya yang hanya bisa menyebabkan masalah dan tidak pernah berbuat benar. Semua yang dilakukannya selalu salah, salah dan salah. Terus saja begitu.
![](https://img.wattpad.com/cover/307501144-288-k85624.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Three or Nothing
Teen FictionSemua orang juga tahu, di mana ada Agatha pasti ada Aruna dan Agas dibelakangnya. Di mana ada Aruna, pasti ada Agas dan Agatha disampingnya. Begitulah mereka, selalu bersama-sama di manapun mereka berada. Ketiganya mengukir kisah SMA sebagai siswa...