Sekian

517 55 64
                                    

- 𝘔𝘖𝘔 : 𝘋𝘖𝘕'𝘛 𝘓𝘌𝘈𝘝𝘌 𝘔𝘌 -

Sowon memicingkan kedua matanya, pandangannya memburam karena jarak. Padahal, sebelum terkena penyakit seganas itu, Sowon memiliki mata jernih, sehingga untuk melihat dari jarak jauh pun masih jelas-jelas saja. Semuanya dimulai sejak satu pekan yang lalu, setelah ia mengalami keadaan yang benar-benar buruk.

"Eunbi yang pakai baju merah.

"Oh? Sungguh?"

"Ya, kemarin dia memilih baju itu."

Bisikan dari Kang Seulgi membuat Sowon menerima harapan untuk mengenali Eunbi, sebab dari jajaran anak-anak di atas panggung sana hanya ada satu murid yang menggunakan pakaian berwarna mencolok. Mereka akan tampil bernyanyi di sana.

"Apa itu tidak berlebihan?" tanya Sowon. "Dia sendirian memakai baju yang berwarna mencolok?"

"Tidak apa-apa, aku sudah bicara dengan Ibu Guru Wendy," jawab Seulgi. "Ini, sebelum tampil Eunbi berfoto terlebih dahulu, yah walau dia tidak tersenyum tapi foto ini berhasil tertangkap dengan sempurna."

"Cantik."

"Di sini lebih jelas, kah?" tanya Seulgi. "Rambutnya diikat dua, sengaja karena katanya biar tidak mengganggu pentasnya."

Sowon tersenyum haru, meskipun sudah dekat ternyata dia masih tak bisa melihat dengan jelas. Benar-benar buram. Sebelah tangan Sowon terangkat gemetaran, ia menggenggam Seulgi saat lagu dinyalakan. Paduan suara anak-anak itu menyatu dengan sempurna, membuat para tamu undangan yang datang merasakan sentuhannya. Mereka terketuk hatinya, tak sedikit yang menitihkan air mata karena makna lagu yang dibawakan serta suara mereka yang terdengar indah.

Dikarenakan hanya bisa mengundang dua orang tua saja ke acara, maka Seulgi yang ditunjuk menemani Sowon ke acara kelulusan Hwang Eunbi. Eunbi dekat dengan Seulgi mulai sejak ibunya benar-benar lemah tidak berdaya di rumah sakit.

"Nanti Eunbi memakai gaun yang kamu belikan," ujar Seulgi. "Dia bilang kalau dia menyukainya, tapi dia tidak mau difoto dengan gaun itu katanya."

"Sungguh?"

Seulgi mengangguk mantap. "Dia akan bermain piano mendampingi temannya, Seungkwan."

Air mata Sowon lagi-lagi terjatuh, dia merasa sangat tersentuh mendengar kalau Eunbi akan memakai pakaian itu dan bermain piano di atas panggung. Mengingatkan Sowon pada peristiwa masa lalu saat dia masih TK, saat itu dia ingin sekali menampilkan permainan pianonya kepada kedua orang tuanya, tetapi sangat disayangkan dia harus gagal tampil saat Sang ibu dikabarkan masuk rumah sakit.

"Eunbi mewakili mimpi Neneknya," gumam Sowon. "Aku tahu dia tidak suka gaun itu, makanya dia tidak mau berfoto, aku juga tahu dia tidak suka bermain piano, tapi setelah pentas ini dia tak perlu melanjutkan les piano lagi, dia bebas memilih kegiatan tambahannya."

"Begitu rupanya."

Bagian Eunbi bermain piano hanya berselang beberapa acara saja, bocah itu benar-benar naik lagi ke panggung dengan gaun yang anggun. Eunbi berjalan bergandengan tangan dengan rekannya, yakni Seungkwan. Dua bocah itu membungkuk kepada para penonton, sebelum pada akhirnya menempati posisi masing-masing.

Indahnya alunan nada dari permainan piano Eunbi, mengiringi suara khas milik Seungkwan. Lagi-lagi para penonton dibuat tersentuh hatinya oleh pertunjukkan di atas panggung sana. Eunbi berhasil menyelesaikan lagunya, membuat seluruh tamu undangan bertepuk tangan bangga. Bukan hanya Eunbi yang datang tanpa ayah, ada murid lain juga, bahkan ada yang datang dengan tanpa kedua orang tuanya, tanpa ibu pun ada. Jadi Eunbi merasa lebih bersyukur, ibunya masih ada di antara jajaran penonton menyaksikan penampilannya.

MOMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang