HAPPY READING!!!
___
Kantin
"Bawa tu cowo ke rumah sakit! Gua tanggung biayanya!" titah Eza kepada siswa di sana, suaranya santai namun tajam, seperti pisau yang siap memotong. Matanya menatap tajam, tidak ada tanda-tanda keraguan atau kebingungannya.
Beberapa siswa yang semula terdiam, langsung bergerak cepat. Mereka mengangkat tubuh lemas korban amukan Delano itu, membawa dengan hati-hati ke luar ruang kelas.
"Eh, lo serius? Itu kan Delano, yang baru aja ngamuk kayak gitu!" tanya salah satu siswa dengan ragu, masih tak percaya dengan keputusan Eza. Namun, Eza hanya meliriknya sekilas, lalu kembali menatap layar ponselnya, seolah tak peduli dengan pertanyaan itu.
"Lo mau ngelawan gua? Atau mau nonton dia mati di sini?" jawab Eza datar, tanpa emosi. "Gua gak mau ada drama lebih di sekolah ini. Lo semua ngerti?"
Beberapa siswa hanya mengangguk cepat dan melanjutkan tugas mereka.
Sementara itu, di pojok ruang kelas, Erlan yang tengah asyik makan siang terhenti. Ia melirik kejadian itu dengan wajah kesal, menatap piring makanannya yang kini tertinggal begitu saja.
"Ngerepotin ajaa, ck!!!" keluh Erlan dengan suara keras, tidak bisa menahan rasa kesalnya. "Gue lagi makan enak, eh malah ada keributan begini. Gue kira hari ini bakal santai..."
Erlan bangkit dari tempat duduknya dan mengusap tangan yang masih dipenuhi sisa makanan.
Alya dan Athena berdiri di sudut ruang kelas, menyaksikan dengan wajah pucat saat Delano melancarkan amukannya, lebih tepatnya hanya Alya. Sedangkan Athena menatap iba siswa yang menjadi korban Delano. Pemandangan itu membuat darah mereka berdegup kencang, tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.
Alya menahan napas, matanya terbelalak melihat tubuh korban yang tergeletak di lantai. "Gila... gue ngeliat secara langsung, serem banget?" tanyanya, hampir tak percaya.
___
Athena melangkah gontai di koridor sekolah yang sepi, hampir tak ada suara selain langkah sepatu yang menapak di lantai. Tiba-tiba, tanpa ada peringatan, sebuah tangan kuat menarik pergelangan tangannya, membuat jantungnya berdebar kencang.
"Lepasin!!" suara Athena terdengar lebih lemah dari yang ia inginkan, namun tangannya tetap terperangkap dalam genggaman Delano yang tak bisa ia lawan. Ia berontak, mencoba menarik tangannya, namun Delano tak menghiraukannya, tetap menariknya dengan paksa menuju suatu tempat yang tak ia ketahui.
Delano, dengan ekspresi wajah dingin dan tajam, hanya melangkah, memimpin Athena tanpa ampun. Langkah kakinya pasti, tubuhnya tegap, dan aura yang keluar dari dirinya membuat siapa pun yang berada di dekatnya merasa terpojok.
"Kenapa lo begini, Delano?" Athena mencoba bertanya, namun suaranya serasa tercekat. Ia merasa ada yang salah, sangat salah. Tapi entah kenapa, setiap gerakan Delano membuatnya merasa lebih tertarik, meskipun ia ingin sekali menjauh.
Mereka tiba di rooftop, dan Delano melepaskan genggaman tangannya. Athena memandang pergelangan tangannya yang sedikit memerah, merasa sakit, tetapi ada yang lebih mengganggu: detak jantungnya yang tak bisa ia kendalikan. Dia merasakan ketegangan di udara, seolah ada semacam magnet yang menarik mereka lebih dekat.
Delano memandang Athena dengan tatapan yang lebih dalam dari sekadar sekilas. Ia menatap matanya yang bulat dan indah, yang menurutnya menenangkan, seolah ada sesuatu yang bisa ia rasakan dari tatapan itu, sesuatu yang jauh lebih dalam dari sekadar keinginan biasa.

KAMU SEDANG MEMBACA
DELTHA
Teen FictionDelano Axtar Tartarus Andreaz Seorang laki-laki keturunan Andreaz, seorang pewaris tunggal, tampan, dan dingin. Sebagai seorang dengan julukan Tartarus itu memang benar. Kejam, dingin, dan tidak mengenal belas kasih ketika ada yang mengusiknya. San...