"Jino menderita Tumor ganas, kata dokter, umurnya gak lama lagi. Penyakitnya baru ketahuan pas penyakitnya udah menyebar ke seluruh tubuh, dan dokter bilang, dia bisa bertahan sampai detik ini aja itu merupakan mukjizat."
Jeffrey terdiam mendengar penjelasan dari Jay, ia menatap langit-langit apartemen pria itu.
"Jino bilang, dia pengen jadi Dokter."
Hening.
Setelah Jeffrey mengucapkan kalimat tersebut tidak ada lagi yang diucapkan oleh Jay beberapa saat lamanya, hingga Jeffrey kembali membuka obrolan.
"Ada luka di kakinya, jalannya pincang. Ibu panti masih menyiksa Jino meskipun udah tahu kalau dia sakit?"
Jay mengangguk, tidak tahu harus merespon seperti apa lagi. Jika sudah membahas tentang Jino, ia juga pasti akan bersedih. Dia adalah bocah kecil dengan harapan yang besar, selalu menggumamkan bahwa ia akan sembuh, tapi di waktu yang bersamaan juga selalu mengingatkan orang-orang bahwa Tuhan bisa memanggilnya kapan saja.
Jay akan lemah jika telah menyangkut Jino, tapi tidak ada yang bisa ia lakukan selain memberikan kasih sayang lebih kepada Jino.
"Ayah ibunya kenapa?" tanya Jeffrey.
"Meninggal karena kecelakaan."
Jeffrey terdiam.
"Gue akan bawa Jino buat tinggal bareng gue."
"JEFF!"
"APA?!"
Jeffrey menatap Jay tajam. "Lo mau wanita sialan itu memperlakukan Jino dengan tidak bermoral? Lo tau gak sih kalau Jino itu sering diganggu anak-anak kaya pas dia lagi jualan? Dan setelah tahu hal ini bisa-bisanya Lo gak melakukan apapun? Bukan cuma buat Jino, tapi buat anak-anak yang lain.
Kalau Lo gak mampu rawat dia di rumah sakit, gue yang akan bawa dia ke sana." Jeffrey bangkit dari duduknya diikuti Jay.
"Jeff—"
"Apa?!" Jeffrey menatap kesal pria itu.
"Gue ikut. Gue ikut sama Lo. Oke, kita laporin Ibu panti itu ke polisi."
★★★
Keduanya saling bertatapan tajam di ruang tamu, jelas sekali pandangan ibu panti yang menatap tak suka pada Jeffrey.
"Kenapa kamu ke sini lagi?"
Jeffrey menghela napas kesal dengan pertanyaan dari wanita tua ini. Ia menatap ke luar di mana anak-anak panti tengah bermain di sana, sedikit senyuman tipis terpatri di wajahnya ketika melihat Jino tengah menjadi kiper bermain bola.
Jeffrey berdecak. "Saya mau ajak Jino jalan-jalan, itupun kalau Ibu mengijinkan."
Ibu Panti mengernyit. "Ada apa kamu mau bawa Jino jalan-jalan? Pengen bawa dia kabur kayak kamu, iya?!" tuduhnya.
Jeffrey merotasikan bola matanya kesal, sedikit menyesal karena Jay tidak ikut dengannya. Dan sekarang ia harus menghadapi wanita tua ini sendirian. Jujur saya, Jeffrey tidak tahu cara bernegosiasi, ia adalah orang yang lebih suka bertindak langsung. Karena itu, Jeffrey segera mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompetnya dan menyodorkannya kepada Ibu Panti.
"Saya janji gak sampai malam, cuma jalan-jalan," ujar Jeffrey.
Tampak berpikir sejenak, akhirnya tangan wanita tua itu mengambil uang yang disodorkan oleh Jeffrey tersebut.
"Saya gak tahu kamu mau apain anak itu, tapi ingat, kembalikan dia siang ini karena dia harus berjualan," ujar Ibu Panti.
"Bukannya uang yang saya berikan kepada anda itu lebih dari cukup untuk Jino berhenti jualan sehari?" Jeffrey menatapnya tak suka.
"Ini rumah saya, aturan saya. Siapa yang tinggal di sini harus ikut cara saya hidup, kamu gak berhak mengatakan itu kepada saya!"
★★★
"Kak Jeff, kita mau kemana?"
Jeffrey menoleh ke samping di mana seorang anak kecil tampak duduk dengan tenang, matanya berbinar melihat jalan raya yang menyuguhkan gedung-gedung pencakar langit.
Jeffrey mengalihkan perhatiannya ke arah kaki Jino.
"Kaki kamu masih sakit?"
"Kakak tahu dari mana kaki Jino sakit?" tanya bocah itu dengan polosnya.
Sedetik kemudian ia memasang ekspresi marah. "Pasti Lili yang bilang sama Kakak kan? Cuma dia yang ngeliat pas Jino dipukul sama Ibu Panti. Dasar Lili, emang gak bisa jaga rahasia!" ucapnya menggebu-gebu.
Mendengar ucapan bocah itu, Jeffrey benar-benar merasa iba dengan Jino. Rasa perasaan senasib antara ia dan Jino membuatnya dapat merasakan penderitaan anak itu.
Dan Jeffrey tahu, penyebab Jino dipukul oleh Ibu panti adalah ketika dagangan ibu panti yang ia jual tidak habis.
Jeffrey tahu, ia pernah merasakannya. Dan Jeffrey juga tahu rasa sakitnya juga sama.
Mobil yang dikendarai Jeffrey berhenti di kantor polisi, sebuah tempat yang sangat ia benci seumur hidupnya. Melihat para prajurit negara itu berlalu lalang di sana benar-benar membuat Jeffrey mual.
"Kenapa kita ke kantor Polisi, Kak Jeff?" Bocah itu menatap bingung apa yang tersaji di depannya.
"Kak Jay? Kak Jay juga ada di sini?"
Keduanya menatap Jeffrey yang berjalan mendekat ke arah mereka. Membuka pintu mobil lalu menggendong Jino.
"Kak Jay kok ada di sini? Kita ngapain di kantor polisi Kak Jay?" tanya Jino masih dengan tatapan polosnya.
Jay tersenyum membalas pertanyaan dari bocah itu. "Hmm Jino, Pak Polisi ingin ketemu sama Jino."
Sontak saja bocah itu kaget dengan jawaban Jay. "Mau ketemu Jino? Jino gak ngelakuin hal jahat, Kak Jay. Yang nyuri uangnya Ibu panti itu Kak Bino, bukan Jino."
Jay tersenyum. "Iya, Jino gak punya salah apapun kok. Pak Polisi cuma mau tanya-tanya sama Jino."
"Tanya-tanya apa? Jino belum belajar."
Jay terkekeh mendengar kepolosan bocah itu. "Pak Polisi cuma mau tanya tentang keseharian kamu di Panti. Kamu harus jawab jujur ya."
Jino memberikan anggukan sebagai jawaban. Setelahnya tidak ada lagi pertanyaan dari bocah itu, Jay dan Jeffrey saling berpandangan, lalu Jay mengacungkan jempolnya pertanda semua rencana mereka berjalan dengan lancar sampai detik ini.
Memang, Jeffrey dan Jay membuat sebuah rencana untuk melaporkan Ibu panti dengan cara meminta keterangan dari Jino dan menjadikan luka di tubuh Jino sebagai bukti kekejaman dari wanita tua itu.
Tapi sebenarnya Jay masih meragukan beberapa hal, salah satunya tentang keberhasilan rencana mereka karena ia tahu bahwa Ibu Panti memiliki koneksi di kepolisian. Kalau rencana mereka gagal dan Ibu panti mengetahuinya, Jino akan dihukum lebih buruk dibanding ini.
Ketiganya sampai di dalam gedung itu, langsung disambut oleh seseorang kenalan Jay.
"Silahkan Tuan Jay," ujarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CRIMINAL
Teen Fiction"Pal, Jeff, Dis, ambil senjata kalian." Di jalanan hanya ada istilah, yang kuat yang akan bertahan. CRIMINAL; Persahabatan Seharga Nyawa Cerita dewasa bukan tentang 1821, jika kalian mencari itu, kalian salah lapak. Ditulis 4 Des 2022 Dipublikasika...