Dua mobil berhenti di pekarangan panti. Jeff dan Jay mengernyit, kenapa sunyi sekali? Anak panti tidak mungkin tidur karena belum waktunya, ada yang aneh dengan panti ini selama mereka pergi.
Jeff dan Jay turun diikuti dengan Arvano yang turun dari mobil lainnya.
"Kunpol, kamu tunggu di sini bersama Jino. Saya akan mengikuti Jay dan Jeffrey melihat keadaan panti ini." Pesan Arvano kepada asistennya yang diangguki oleh pria itu.
Arvano menatap sekeliling panti, sepi. Bahkan anak-anak pun tak terlihat.
"Apa memang sesepi ini biasanya?" tanya Arvano.
Belum sempat Jay menjawab, wanita tua yang menjadi target utama mereka keluar dari dalam rumah panti dengan tampang marahnya.
"DASAR ANAK SIALAN! BUKANNYA MENGUCAPKAN TERIMAKASIH KEPADA SAYA KARENA TELAH MENAMPUNG KALIAN SELAMA INI, KALIAN MALAH MELAPORKAN SAYA PADA POLISI!"
Teriakan itu benar-benar membuat ketiganya terperangah.
Arvano menghela napas beratnya. "Anjing sialan mana yang melaporkan semua ini," gumamnya.
Sekarang Ibu panti telah berdiri di hadapan ketiganya dan tampaknya tidak sadar dengan kehadiran Arvano yang memang hanya memakai pakaian biasa.
"Kalian pikir kalian siapa hah? Berani sekali, beruntung kalian saya pungut sewaktu kecil, kalau tidak kalian mungkin sudah mati di pembungan sampah!" Ibu panti menatap tajam pada Jeffrey.
"Kamu! Kenapa sampah masyarakat seperti kamu datang kembali ke sini? Kamu pikir kamu siapa? Seorang penyelamat karena telah melaporkan saya dan menyelamatkan anak panti, hah?! Kamu tidak ada bedanya dengan anjing lapar tanpa tuan yang mengemis makanan kepada saya. Ingat itu Jeffrey, sekali sampah akan tetap sampah!"
Jeffrey ikut membalas tatapan tajam wanita tua itu, ia bukanlah orang yang bisa menahan emosi. "Wanita ini benar-benar—" Dan langkahnya terhenti ketika Ibu panti itu mengarahkan sebuah pistol tepat pada kepalanya.
Semua orang di sana terdiam, terkejut tentu saja dengan senjata yang tiba-tiba saja dikeluarkan oleh wanita tua itu. Dari mana dia mendapatkan sebuah pistol?
Lama terdiam dengan keterkejutan, perhatian semuanya teralihkan dengan pintu mobil yang terbuka menampilkan Jino yang berlari ke arah mereka. Tampak asisten Arvano yang turun mengejarnya.
Melihat itu Ibu panti tersenyum, sepertinya ia melihat target yang lebih menguntungkannya. Dengan cepat berlari ke arah Jino, menyekapnya dari belakang dan mengarahkan moncong pistol ke kepala bocah malang itu.
"Jika kalian bergerak seinci saja, anak penyakitan ini akan mati."
Jeffrey menatap raut ketakutan Jino yang sangat kentara sekali, mata anak itu menangis membuat Jeffrey sekali lagi dapat merasakan rasa sakitnya.
"Pak, lakukan sesuatu! Apa anda akan diam saja seperti ini?!" Jay mengguncangkan bahu Arvano.
Arvano mengusap wajahnya kasar, ia juga tengah memikirkan caranya. Ada sebuah pistol di belakang tubuhnya, tapi untuk kondisi yang seperti ini melawan dengan kekuatan juga tidak akan berhasil. Arvano perlu memikirkan siasat lain.
Tapi satu yang Arvano pasti, wanita tua ini adalah seorang psikopat. Entah apa motif dari wanita ini sebenarnya, yang penting sekarang ia perlu menyelamatkan Jino dari sekapan wanita ini.
"Kak Jay, Kak Jeff, jangan khawatir sama Jino. Ling Ling pernah bilang kalau Jino akan mati karena penyakit, tapi ... mungkin ini cara lain buat Jino—"
"KAMU GAK AKAN MATI JINO!" Jeffrey mengepalkan tangannya erat-erat.
Sudah cukup menahan diri, diam-diam mengambil sesuatu dari belakang tubuhnya, sebuah pisau yang selalu ia bawa kemanapun. Nama Jeffrey terkenal di pasar gelap sebagai senjata jitu Criminal, Jeffrey bukan tanpa alasan mendapatkan julukan itu.
Jeffrey tahu resiko yang akan ia dapatkan setelah ini, entah itu Arvano akan tahu bahwa ia adalah bagian dari Geng Criminal atau ia akan dipenjara, tapi ia akan mengesampingkan semua resiko itu sekarang. Karena yang terpenting adalah Jino, anak itu bagaikan Deja Vu baginya, membawa Jeffrey kembali ke masa lalu di mana hidupnya tak jauh berbeda dengan bagaimana Jino sekarang.
Dengan tangan yang masih berada di belakang tubuh memegang erat pisau itu, Jeffrey memejamkan satu matanya menitik target. Jeffrey tidak bisa menyerang bagian tubuh tengah ataupun bawah karena tubuh Jino dijadikan sebagai tameng, maka cara satu-satunya adalah menargetkan mata wanita tua itu.
Jeffrey menjilat bibirnya sesaat saat target telah berada dalam daerah titikannya. Menatap Arvano di sampingnya yang sepertinya juga tengah memegang pistol di belakang tubuh.
"Keluarkan pistolnya dan berlari ke samping," ujar Jeffrey tiba-tiba membuat Arvano mengernyit.
"Apa—"
"Ikuti saja intruksi gue."
Karena Arvano yang sepertinya tidak mengerti dengan apa yang terjadi, Jeffrey menendang pria itu dengan kaki yang mengakibatkan Arvano terjatuh ke samping dan pistol pria itu ikut terjatuh.
Hal itu tentu saja membuat perhatian wanita tua itu teralihkan, sedetik kemudian Jeffrey pun melayangkan pisaunya ke arah target.
"ARGH!"
Wanita tua itu terjatuh meraung kesakitan ketika matanya ditusuk oleh sebuah pisau yang tiba-tiba saja melayang.
Melihat kesempatan besar, asisten Arvano yang sedari tadi berdiri tidak jauh dari sana segera menyelamatkan Jino yang tubuhnya sudah sangat lemah.
Arvano pun tak menyia-nyiakan kesempatan itu, meskipun terkejut dengan apa yang terjadi, tapi ia segera berlari untuk mengamankan wanita tua itu.
Dor!
Suara tembakan yang memekakkan telinga terdengar membuat semua orang di sana terdiam. Siapa yang terkena tembakan barusan.
Mata semuanya membola kaget ketika bocah malang itu jatuh dari pegangan asisten Arvano dengan punggung yang telah mengeluarkan darah segar.
"JINO!"
Terlihat wanita tua itu menjatuhkan pistolnya seraya terkekeh sebelum akhirnya wanita itu jatuh pingsan karena serangan dari Jeffrey tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
CRIMINAL
Novela Juvenil"Pal, Jeff, Dis, ambil senjata kalian." Di jalanan hanya ada istilah, yang kuat yang akan bertahan. CRIMINAL; Persahabatan Seharga Nyawa Cerita dewasa bukan tentang 1821, jika kalian mencari itu, kalian salah lapak. Ditulis 4 Des 2022 Dipublikasika...