CRIMINAL- 29 (JEFFREY)

29 5 0
                                    

Jeffrey tak henti-henti mengutuk dirinya sendiri untuk apa yang baru saja terjadi. Pintu ruang operasi di depannya, ia benar-benar frustasi.

"Sialan!" Entah itu umpatannya yang ke berapa, tapi Jay yang sedari tadi duduk di sampingnya yang juga tengah kalut mulai berdecak kesal.

"Jeff, tenang sedikit. Jino akan baik-baik aja, percaya sama gue."

Jeffrey yang mendengar itu sontak saja menatap Jay tajam.

"Hanya orang bodoh yang percaya omongan Lo itu, Jay."

"Lalu apa? Lo percaya kalau tuh anak akan mati hah?! Stop bayangin hal yang nggak perlu, Jeff. Jino ada di tangan dokter sekarang, di tangan orang yang tepat," kesal Jay.

Jeffrey menyugar rambutnya frustasi, ia akui mulut Jay sangat enteng berbicara hal yang bahkan ... Ah sialan!

"Gimana sama Mei?" Jeffrey menatap Jay.

"Dia sama anak panti sedang dipindahkan ke tempat yang lebih kondusif," jawab Jay.

Jeffrey kembali diam, tapi pria itu benar-benar tidak bisa mengontrol pikiran.

"Sialan!" Jeffrey berdiri.

"Gue akan ke kantor polisi ngeliat wanita sialan itu.

Setelah mengucapkan itu, Jeffrey segera berlalu dari sana. Jay hanya menatap kepergiannya dengan tatapan sendu, Jay tahu Jeffrey menganggap Jino adalah dirinya sendiri yang membuat Jeffrey bertindak seperti itu.

Adalah sebuah pembalasan untuk masa lalu di mana ia tidak bisa melakukan apapun untuk hidupnya pada waktu itu, dan dengan Jino, Jeffrey ingin menunjukkan bahwa ia telah lebih baik dari hidupnya yang dulu.

"Meskipun gue masih belum mengerti apapun Jeff, tapi siapapun diri Lo dan kenapa Lo tiba-tiba muncul, apapun tujuan Lo, gue harap Lo bisa menemukan kebahagiaan."

Sebenarnya Jay bukanlah pria bodoh, ia bersekolah di tempat yang mahal dan hidup dengan mewah. Ayah angkatnya adalah pengusaha terkenal dan mempunyai banyak musuh, kedatangan Jeffrey secara tiba-tiba tentu saja membuatnya curiga. Ia telah lama mencari semua teman-temannya yang kabur, dan berhenti di satu titik di mana ia mendapatkan kenyataan pahit bahwa teman-temannya diculik dan dijual di pasar organ.

Dan dengan kedatangan Jeffrey yang terkesan tiba-tiba, siapa yang tidak curiga? Kalaupun pria itu selamat dan hidup dengan layak, kenapa pria itu kembali? Apa tujuan pria itu kembali? Jay tahu betul siapa Jeffrey semasa kecil, dan sangat mustahil Jeffrey melakukan sesuatu tanpa ada hal dibalik itu.

Dan tentang pisau yang dilayangkan Jeffrey kepada ibu panti tadi, Jay sangat tahu pisau jenis apa itu dan bukan orang biasa yang bisa memilikinya karena harganya yang fantastis. Dan Jeffrey memilikinya.

Ketika Jay bertemu dengan Jeffrey, pria itu tampak seperti baru saja diusir karena tas yang dibawanya. Tapi ia bahkan bisa membeli motor dan apartemen. Hal itu sampai sekarang yang masih belum bisa diterima oleh Jay, ia sama sekali tidak mengerti.

Tapi setidaknya Jay telah siap dengan hal terburuknya.

★★★

"Jeffrey."

Jeffrey yang tadinya akan menaiki motor segera turun ketika melihat Arvano yang tiba-tiba saja muncul. Sungguh lucu, ia bermaksud untuk menemui pria itu di kepolisian, tapi ternyata Arvano sendiri yang menemuinya di sini.

"Bagaimana dengan—"

"Saya ingin membicarakan beberapa hal."

"Tentang ibu panti—"

"Bukan, ini tentang hal lain."

Jeffrey mengernyit. Hal lain apa?

"Hal seperti apa?" tanya Jeffrey.

"Lebih baik berbicara di cafe seberang, ini hal yang sangat penting." Jeffrey kembali mengernyit mendengarnya.

"Tapi gue gak merasa punya urusan penting—"

"Begitu ya?" Jeffrey terdiam tidak mengerti ketika ucapannya dipotong.

"Saya tambah yakin karena kita punya sifat keras kepala yang sama."

"Maksud Lo?" Jeffrey benar-benar tidak mengerti apa yang dibicarakan oleh polisi ini.

"Bagaimana kalau saya bilang kamu adalah Kakak saya?"

Sialan! Omong kosong apa yang dimainkan oleh pria di depannya ini?! "Shit, gue gak ada waktu untuk hal—"

Ucapan Jeffrey terhenti ketika Arvano menyerahkan sebuah amplop coklat kepadanya. Jeffrey membuka amplop itu dan mendapatkan foto seorang bayi, jantungnya berdetak cepat ketika menyadari bahwa wajah bayi itu mirip dengan foto dirinya ketika baru saja ditemukan yang ditunjukkan oleh Ibu Panti.

Ah tidak. Gelang itu, ya! Itu juga gelang yang sama dengan foto dirinya waktu itu.

"Awalnya saya kaget karena wajah kita yang mirip, saya rasa itu hanya kebetulan. Tapi setelah saya melihat tanda lahir di pergelangan tangan kamu, saya tahu bahwa kamu benar-benar Kakak saya yang hilang tiga puluh tahun yang lalu."

Jeffrey menatap foto di tangannya itu datar, lalu menatap tajam Arvano. Menyerahkan kembali amplop tersebut.

"Mungkin Lo salah orang, itu bukan gue."

Setelahnya Jeffrey berbalik, ingin meninggalkan polisi itu dengan perasaan tak menentu.

"Saya akan buktikan, kamu memang benar Kakak saya yang diculik tiga puluh tahun yang lalu. Nama kalian sama, tanda lahir, bahkan wajah kita yang mirip. Saya akan—"

"Gimana sebelum Lo buktikan semua omong kosong itu, gue akan bicara satu hal sama Lo. Gue memang besar sebagai anak panti, yang bahkan gak tau siapa orang tua gue. Tapi, gue bukan korban penculikan atau apapun itu, dan gue dibuang karena gue hanyalah sebuah kecelakaan." Jeff berbalik menatap tajam Arvano.

Arvano terkekeh mendengarnya kalimat Jeffrey barusan. "Itu hanya karangan ibu panti atau diri kamu sendiri sebagai jawaban jika ada orang yang bertanya tentang orang tua kamu?"

Jeffrey mengepalkan tangannya menahan amarah. "Kenapa Lo sangat yakin kalau gue itu Kakak lo? Gue gak suka orang lain ikut campur tentang hidup gue. Gue terlahir seperti ini, itulah kehidupan yang gue jalani."

"Terserah jika sekarang kamu tidak mengakuinya, tapi setelah saya melakukan tes DNA dan membuktikan bahwa kita mempunyai hubungan darah. Saya benar-benar akan membawa kamu pada Papa dan Mama, kamu tahu, Mama sangat depresi setelah kehilangan—"

"Sialan! Gue gak mau dengan lebih banyak tentang cerita keluarga Lo!" Jeffrey terkekeh.

"Tampaknya bukan cuma Mama Lo yang depresi karena kehilangan seorang anak, Lo juga depresi karena menganggap orang asing yang bahkan baru aja Lo kenal sebagai saudara Lo."

CRIMINAL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang