CRIMINAL- 20 (ADISTA)

47 5 0
                                    

"Robert Dearen?"

Arvano meremas kertas yang baru saja ia baca, terlalu terkejut dan marah atas apa yang ia ketahui barusan.

Kecelakaan belasan tahun yang lalu, tabrak lari yang menewaskan sepasang suami istri dan membuat anak mereka koma di rumah sakit, kasus itu ditutup paksa.

Robert Dearen terbukti bersalah atas kematian dari Seno Yudhistira dan Amaira Yudhistira karena menabrak suami istri dan anak perempuan mereka dengan mobilnya dalam keadaan mabuk.

Robert Dearen membayar polisi untuk menutup kasus itu dengan memberikan sejumlah uang yang telah disepakati, dan Ayahnya juga terlibat dalam hal ini.

"Keparat Robert Dearen!" umpat Arvano.

Pria itu sama sekali tidak menyangka bahwa kasus kematian orang tua kekasihnya ini berhubungan langsung dengan pengusaha terkenal itu, Robert Dearen, pemilik HNH Corp.

Arvano mendapatkan bukti yang sangat akurat untuk mengangkat kasus ini kembali, sekarang tinggal bagaimana Arvano menangani oknum-oknum yang terlibat dalam penutupan kasus ini.

Dan juga, bagaimana Arvano menangani ayahnya sendiri.

★★★

"Kamu di sini?"

Adista hanya diam menatap hamparan laut luas di depannya, tidak menanggapi seseorang yang baru saja duduk di samping wanita itu.

Helaan napas terdengar dari bilah bibir Arvano. "Indah," gumamnya lalu merentangkan tubuhnya di atas pasir putih.

Selanjutnya hanya sunyi, tidak ada percakapan dari keduanya, hanya deburan ombak dan semilir angin yang menjadi latar belakang keheningan keduanya.

"Lo gak ada kerjaan lain kah? Kayaknya dari beberapa hari yang lalu Lo selalu ganggu gue," ujar Adista pada akhirnya.

Hening.

Tampaknya Arvano memang belum berniat membuka suara karena pria itu kini tengah menikmati udara laut di pagi hari yang menyegarkan. Menutup matanya menikmati apa yang dapat ia rasakan dengan indra-nya.

"Ini tempat kita meresmikan hubungan kan? Aku sudah lama gak ke sini," ujar Arvano masih dengan mata terpejam.

Adista menoleh ke arah pria itu, menatap lama wajah yang menetap di hatinya. Semilir angin menerbangkan rambut pendeknya, tampak sekali Arvano tengah melepaskan bebannya.

Adista tahu, bekerja sebagai Kepala Polisi bukan pekerjaan yang mudah. Sebelum hubungan keduanya berakhir, Adista pernah meminta Arvano untuk memikirkan kembali tentang impiannya yang menjadi Kepala Polisi itu. Tapi Arvano selalu gigih, pria itu mengatakan bahwa Adista adalah penyemangat utamanya dalam meraih mimpi, menjadi Kepala Polisi dan menegakkan keadilan, terutama untuk kekasihnya.

"Aku tahu aku tampan, tapi aku malu kamu liatin kayak gitu," ujar Arvano tiba-tiba seraya tertawa, pria itu tetap menutup matanya, belum ada niatan untuk membuka maniknya dan kembali kepada kenyataan.

Adista masih diam, tidak mengalihkan pandangannya. Jemarinya perlahan mengelus lembut pipi Arvano membuat pria itu tersentak dan membuka matanya secara perlahan.

Manik keduanya saling tatap, ada rasa rindu di sana yang tidak bisa tergambarkan. Arvano menggenggam jemari Adista yang masih berada di pipinya erat seakan tidak ingin jari itu lepas darinya.

Seakan tersadar, Adista buru-buru menarik tangannya tapi Arvano menggenggamnya dengan sangat erat. Wanita itu mengalihkan perhatiannya ke arah lain, tapi Arvano bangkit dan langsung saja mengecup bibir Adista.

Arvano tersenyum, sedangkan Adista terkesiap. Wanita itu bangkit dari duduknya diikuti oleh Arvano. Ingin pergi, tapi Arvano tidak membiarkan hal itu terjadi, Arvano dengan segera memeluk erat Adista, menyamankan kepalanya di ceruk leher wanita itu.

"Aku lelah," lirihnya.

Adista menghela napas, mereka tidak bisa seperti ini. Dengan perlahan Adista melepaskan dirinya dari pelukan Arvano.

Menatap pria itu dengan tatapan yang bahkan dia sendiri tak tahu artinya.

"Kalau lelah, berhenti. Jangan korbankan diri Lo buat hal yang gak berguna, gue sama sekali gak menuntut Lo untuk mengungkapkan kasus kedua orang tua gue," ujar Adista.

Wanita itu tahu, pria di depannya ini sekarang tengah frustasi tentang masalah kasus kedua orang tuanya.

"Udah tahu kan faktanya? Lo gak akan bisa melawan Papa lo sendiri, Arvan," ujar Adista lagi.

Arvano menggeleng, ia tersenyum sembari merapihkan anak rambut Adista yang menutupi wajahnya.

"Kamu tahu aku bukan orang yang gampang menyerah. Hanya Papa, aku bisa mengatasinya, By." Arvano menggenggam tangan Adista. "Yang penting sekarang, cukup dukung aku dan berada di samping aku. Semuanya akan baik-baik saja."

★★★

Adista meletakkan secangkir teh di atas meja, menatap Arvano yang tengah memegang amplop besar berwarna coklat.

Penasaran dengan isinya, tentu saja. Tapi Adista belum siap menerima kenyataan.

Memilih duduk di depan Arvano, pria itu menyerahkan amplop itu pada Adista yang diterimanya dengan ragu-ragu.

Adista membuka amplop itu, ia terlalu takut dengan isinya, tapi bagaimanapun ia berhak tahu siapa dalang di balik kematian kedua orang tuanya juga orang-orang yang terlibat menutup kasus tersebut hingga ia hidup sengsara selama ini.

Membacanya dengan saksama, hingga kertas itu jatuh tiba-tiba dari tangannya ketika membaca satu nama yang sangat familiar baginya.

"Hai Adista, gue Opal. Selamat datang di bengkel ya, sekarang kita tim!"

"Gue kabur dari rumah, Papa selingkuh, Mama sekarang di rawat di RSJ, gue gak sudi tinggal bareng Papa sama selingkuhannya juga anak selingkuhannya itu."

"Papa gue Robert Dearen, kenal kan?"

'Robert Dearen terbukti bersalah atas kematian dari Seno Yudhistira dan Amaira Yudhistira karena menabrak suami istri dan anak perempuan mereka dengan mobilnya dalam keadaan mabuk.'

'Kasus tabrak lari Robert Dearen di tutup.'

'Bukti penyerahan uang kepada Kepala Polisi Prasetya Althaf.'

"R-Robert Dearen?" gumamnya tak percaya dengan apa yang baru saja ia baca.

Kedua orang tuanya ditabrak oleh Ayah kandung Opal sampai meninggal? A-Ayah kandung Opal?!

Adista menggeleng tak percaya, ia sulit menerima fakta ini. Orang tuanya meninggal secara tidak langsung ada hubungannya dengan Opal, rekan senasibnya.

Melihat Adista yang shock, Arvano segera bangkit dan memeluk wanita itu. "By?"

"Dari mana Lo dapat semua ini, Arvan?" lirih Adista.

Arvano mengusap punggung mantan kekasihnya, ia menggeleng. "Gak sekarang, kamu belum siap nerima kenyataannya, By."

"Gue mohon, Arvan."

"Gak By, kamu gak baik-baik aja. Tenangkan diri kamu dulu, aku pasti akan cerita semuanya sama kamu."

CRIMINAL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang