334 31 0
                                    

Lan Xichen berkutat dengan komputer miliknya, mendata pasien pada ajaran tahun selama ia menjadi dokter di sekolahan. Jari-jarinya menari pada atas mesin ketik dan mengabaikan segalanya.

Di hari yang cukup sepi, ia kerap kali merindukan sosok pemarah yang sering kabur ke ruang kesehatan akibat bertengkar dengan orang lain.

Baru lulus namun kehadirannya tidak terganti.

Masih terbayang bagaimana luka-luka pada wajahnya yang di akibatkan pukulan yang kuat, namun jika ia terluka, maka lawannya akan jauh lebih sakit darinya.

Pernah suatu kejadian, anak itu datang dengan luka lebam pada pipi kiri, bertengkar karena kakaknya di ejek oleh seorang anak lain dari kelas sebelah. Namun anak itu datang dengan tangan yang retak akibat dorongan pada tangga. Membuatnya jatuh terguling.

Keduanya terluka, namun sang pengejek lebih terluka. Dengan cibiran pedas dari mulut murid itu membuat panas suasana.

Sebuah kenangan yang cepat sekali berlalu.

Lan Xichen hanya bisa terkekeh mengingat itu.

.....

"Wei Wuxian! Kau berjanji menungguku didalam, kenapa kau kabur ke kandang kelinci?" Jiang Cheng berteriak marah pada sepupunya yang sedang asik bergulat dengan kelinci yang di rawat di taman sekolah.

"Kau pergi saja untuk urus kelulusanmu, lagian mengapa lama sekali kau tidak mengurusnya? Punyaku saja sudah tuntas sejak lama," Wei Wuxian menjawab, namun fokusnya pada kelinci putih yang ada di gendongan.

"Jangan kau pikir itu mauku! Semua karena dirimu asal kau tau, aku di paksa mengalah," Jiang Cheng memutar bola matanya kesal.

Lulus pada saat bersamaan waktu itu membuat salah satu diantara mereka harus berkorban. Karena itulah semua orang sibuk mengurus surat kelulusan Wei Wuxian yang jauh di negeri orang, dan miliknya pun harus tertunda karena itu.

Tidak keberatan dengan hal itu awalnya, karena Wei Wuxian berjanji menemaninya, namun siapa sangka anak itu malah lebih asik dengan kelinci dan melupakannya?

"Hati-hati Jiang Cheng! Aku menunggu disini, jangan terlalu lama!" Wei Wuxian melambaikan tangan.

Jiang Cheng mendesis, ia segera pergi meninggalkan sepupu konyolnya dan menuju ruangan pemberkasan.

Dari pada emosi pada anak itu lebih baik ia pergi.

....

Langkah kakinya bergerak mengitari lorong sekolah tempat ia dahulu belajar.

Mencibir beberapa tempat saat mengingat kenangan buruknya, sesekali bahkan terdiam untuk mengamati hal-hal yang kerap kali ia lupakan selama ia belajar dulu.

Musim liburan begini memang sepi akan siswa, namun beberapa di antaranya mengurus beberapa nilai atau berkas kelulusan seperti dirinya.

Namun saat ini, sepertinya hanya ada ia seorang yang datang berkunjung. Bahkan guru-guru pun tidak terlalu banyak ia jumpai.

"Jiang Cheng?" Namanya di panggil membuatnya berhenti. Ia menoleh dan mencebik saat mengetahui siapa yang memanggilnya.

"Ku kira aku sendiri yang datang, ternyata merak sepertimu juga datang di waktu yang sama," cibirnya.

"Yak! Jiang Cheng! Aku ini sekarang pacar kakakmu!" Lawannya itu membalas.

"Baiklah, kakak ipar. Jadi, selamat sudah berpacaran dengan kakakku yang tidak cantik dan mudah menangis itu," dengan menekankan kalimatnya, Jiang Cheng membalik kata-kata itu kembali padanya.

"Jadi bagaimana? Kau menjilat ludah sendiri Jin Zixuan?" Jiang Cheng berjalan mendekat, memojokkan Jin Zixuan, kekasih kakaknya.

Meski ia adalah kekasih dari Jiang Yanli, namun bekas ingatan tentang Jin Zixuan yang menjelekkan kakaknya masih sangat jelas teringat. Kebencian pada sosok penuh arogan itu membuatnya tidak mendukung hubungan keduanya.

Sirna (MDZS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang