250 27 1
                                    

Pertemuannya dengan Lan Wangji tempo hari membuatnya sedikit ringan, setidaknya ia telah meminta maaf padanya.

Tidak ada beban pikiran yang menghantuinya lagi.

Dan cuaca pun sudah tidak sepanas waktu itu, mereka sudah bisa kembali beraktifitas seperti biasa.

"Dia tidak jadi datang?" Jiang Cheng bertanya, ia menyodorkan dua potong roti bakar pada Wei Wuxian, yang kemudian di terima olehnya.

"Jadi, ini niatnya mau pergi, kau ikut?" Wei Wuxian mengangguk, ia menggigit roti itu setelah mengoleskan mentega cair di atasnya.

"Tidak minat, kau pergi saja sendiri, aku mau di rumah saja," anak itu kembali menuju kamarnya, belakangan ini cuaca yang cukup berubah membuat kesehatannya menurun.

"Perlu ku panggilkan Dokter Huan untukmu, Jiang Cheng? Sepertinya wajahmu cukup pucat," setengah berteriak ia bertanya.

"Tidak perlu, ini akan hilang setelah tidur, jangan berani memanggilnya!" ancaman itu di layangkan, Jiang Cheng pun memasuki kamar dan menutup pintu.

"Haish, kebiasaan, tapi aku tidak janji," dengan kekehan usil ia mendial sebuah nomer yang ia dapat dengan mencuri lihat dari ponsel Jiang Cheng.

.....

Wei Wuxian menutup pintu dengan sangat pelan, dengan seseorang yang tengah berdiri di belakangnya, ia sudah siap untuk kabur.

"Jangan macam-macam, dia lebih sensitif saat sakit," Wei Wuxian menatap ke arah pria tinggi yang datang setelah ia memberitahu Jiang Cheng sedang sakit.

"Aku tau, jadi kemana kau akan pergi?," Lan Xichen bertanya.

"Pergi makan bersama temanku," Wei Wuxian menjawab, ia merapikan diri sendiri untuk kesekian kali.

"Berkencan?" Pertanyaan yang ini membuat Wei Wuxian terkekeh.

"Kencan? Tidak, tidak, aku dengan Wen Xu-ge tidak memiliki hubungan seperti itu," tangannya bergerak mengalihkan, membuat Lan Xichen lega.

Ya, setidaknya anak ini tidak terikat hubungan untuk sekarang.

"Dia baru saja tidur, mungkin akan jadi radang tenggorokan karena suaranya tadi lumayan serak," ia segera mengalihkan pembicaraan lagi.

"Baiklah, kalau begitu selamat menikmati harimu," Lan Xichen mengangguk, ia kemudian memasuki apartment mereka lalu menutup pintu dengan pelan agar tidak mengganggu tidurnya Jiang Cheng.

"Kalau begitu aku pamit!" Dengan langkah yang semangat, ia berlari menuju tangga untuk turun.

.....

Lan Xichen berkeliling pada apartment yang cukup luas itu, di huni dua orang memang sangat pas.

Kakinya melangkah menapaki sekitaran ruangan yang ada, berkali-kali mencuri lihat pada pemandangan foto-foto yang di gantung di dinding, atau bahkan yang sekedar di pajang di atas meja.

"Mereka berdua masih sama dekatnya," ucapnya, ia memegang sebuah bingkai foto yang menampilkan kedua anak yang sedang tersenyum di depan sebuah kuil.

Saat matanya bergulir, beberapa foto yang menampilkan wajah yang lebih muda pun memenuhi indra matanya, itu Jiang Cheng.

Ia pun merendahkan posisinya, sedikit terduduk di lantai karena bingkai foto itu ada di meja yang cukup pendek.

Fotonya semasa sekolah dengan tangan yang di perban serta Wei Wuxian yang nampak bahagia mengusili sepupunya, wajah marah Jiang Cheng tidak melihat ke kamera, hanya Wei Wuxian saja yang tanpa dosa tersenyum saat dia terluka.

Sirna (MDZS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang