Jiang Cheng kembali ke apartment, mengabaikan seruan panggilan dari dua orang yang asik bercengkrama.
Ia memasuki kamarnya dan menguncinya, membawa kembali berkas-berkas tugas dan menyusunnya dengan rapi.
Perihal perasaannya sekarang, ia tidak dapat menjelaskan.
Yang penting, yang ia tau.
Terlalu berharap pada manusia itu tidak akan berakhir bahagia.
Karenanya, Jiang Cheng memutuskan untuk mengubur kembali rasa yang mulai muncul sejak lama.
....
Siapa yang menyangka orang sepertinya akan bisa jatuh hati semudah membolak-balik jari, tenggelam dalam untaian manis kata dan juga perilaku yang tiada habisnya.
Secercah kenangan melintas melewati dirinya, menggetarkan jiwa atas kesenangan melimpah di atas awan fana.
Ah, muslihat cinta itu sungguh berbahaya.
Siapapun dapat jatuh sedalam samudra dan hilang akal karenanya.
Terlampau bodoh untuk menyadari semua, namun yang pasti, Jiang Cheng sudah merasa lelah.
Egonya di makan oleh massa, dirinya yang murni sudah tidak ada lagi ada.
Tidak berdusta jika sakit itu ia rasa, tapi topeng kehidupannya telah membantunya melewati diri yang berjalan di atas batu-batu penuh duka.
Menyerah?
Tentu saja.
Seperti perkataan Wei Wuxian, ia sebaiknya berhenti berpikir tentang hubungan dan cinta yang tidak pasti.
Itu hanya akan menyakiti hati.
Lagipula, Dokter Huan pun nampaknya memang hanya sekedar bermain.
Yang sialnya ia anggap serius hingga membuat lupa akan daratan yang keras dan jatuh seperti kertas.
Hancur, tak berbentuk.
Sudah berapa lama ia tidak merasakan sakit seperti ini?
.....
Wei Wuxian yang melihat Jiang Cheng pun tidak ingin bertanya lebih lanjut.
Ia sudah menduga akan menjadi kacau karena ucapannya tempo hari.
Berlawanan dengan kisahnya yang sederhana, milik Jiang Cheng lebih rumit dari sekedar cinta segitiga.
Meng Yao ..
Anak itu atau pun Dokter Huan, tanpa sengaja melukai orang yang ia sayang.
Membuatnya kesal namun tidak bisa berbuat apa-apa.
Bahkan ketika Nie Huaisang berbicara pun ia tidak mendengarnya.
.....
Nie Huaisang duduk diam melihat dua temannya yang kacau, merasakan kehadirannya yang tidak tepat, ia jadi ikutan galau.
"Wei-xiong? Kau baik-baik saja?" Suaranya sarat akan kekhawatiran.
Wei Wuxian menggeleng, ia kembali memakan Buah Biwa yang di bawakan olehnya, namun matanya masih mengembara entah kemana.
"Apa kau perlu istirahat? Aku akan pulang kalau begitu,"
Wei Wuxian menoleh, ia menahan tangannya, "Maafkan aku, nanti kita bertemu lagi di kondisi yang lebih baik, jangan ganggu Jiang Cheng dulu, nanti akan ku sampaikan kepergianmu,"
Nie Huaisang tersenyum, ia mengangguk mengiyakan, "Baiklah, aku pamit pergi,"
Ia pun pergi keluar dari kamar itu dan menuju pintu apartment, menoleh kebelakang hanya untuk merasakan hawa-hawa canggung membuatnya sedih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sirna (MDZS)
ФэнтезиBagaimana jika Wei Wuxian kembali dan melupakan segalanya? Bagaimana jika Lan Wangji harus hidup abadi demi menebus kesalahannya? dan, bagaimana jika kisah mereka tidak berjalan mulus seperti yang di harapkan? ----- Modern AU MDZS Bl story ⚠️ Bebera...